29 June 2014

Instant Bajigur


Bajigur adalah minuman tradisional favoritku. Jadi saat ke Bandung kemarin lihat ada bajigur instan, langsung aku beli sebagai oleh-oleh. Karena baru pertama beli, jadi aku beli satu pak saja. Yang sangat menarik adalah desain bungkusnya yang menarik, keren, tidak seperti desain produk instan pada umumnya.


Aku jadi ingat jaman kuliah di Bandung dulu, sering sekali beli Bajigur yang dijual oleh penjual keliling, berbarengan dengan singkong, ubi dan berbagai makanan kampung lainnya. Selain harganya yang murah, bajigur cukup efektif untuk menambah tenaga dan mengganjal perut ketika duit di kantong sedang tidak bersahabat.


Bonus: kalau ini wedang sereh yang dihidangkan di kafe Kartika Sari Dago.

Weekend in Bandung


Subuh-subuh sudah rapi jali, nongkrong di pom bensin daerah Grogol, maklum, nyari tiket travel ke Bandung kebanyakan dah full, dapatnya ya subuh-subuh gini. Selain itu Daytrans lagi ada promo, cuma 65 ribu per orang. Kami berangkat bertiga (aku, istri dan adik ipar) ke Bandung, untuk refreshing aja di akhir pekan.


Meski sudah berangkat sebelum matahari terbit, jalanan sudah cukup padat. Berangkat setengah 6 lebih, sampai Bandung hampir jam 9, mungkin juga karena sempat istirahat hampir setengah jam di rest area. Perjalanan sih lancar-lancar saja. Tapi yang menyebalkan, pas sampai di Bandung dan beberapa penumpang turun, dengan santainya pak sopir membuka jendela dan MEROKOK. Lah, ini kan mobil ber-AC. Biarpun dia coba nyebul keluar jendela, tetap saja asap bisa masuk. Ah, payah nih supir.


Berhubung pool kedatangan di Cihampelas, kami langsung menuju Ciwalk buat nyari sarapan. Karena masih pagi, kami terpaksa "nggedor-nggedor" KFC biar buka lebih cepat (lebay mode on). Kami masih harus menunggu sekitar 15 menit, seperti dijanjikan oleh manager warungnya. Lumayanlah, gak terlalu lama menunggu, toh pagi tadi sudah sempat ganjal perut dengan roti.


Habis sarapan, tujuan utama kami (masih dengan membawa ransel berat masing-masing) adalah Trans Studio Bandung. Dari Cihampelas aku naik angkot Ledeng-Kelapa, turun di Cikawao. Dari situ pindah lagi naik angkot yang ke arah Binong. Ongkosnya masih 3000 per orang, dan jalanan juga masih lancar, gak ada macet.


Untuk menginap, istriku memesan kamar di hotel Royal Dago lewat agoda.com. Dulu waktu kuliah sering banget lewat depan hotel ini, lewat doang. Bayanganku dulu hotel ini pasti mewah, soalnya tempatnya strategis. Ternyata gak juga, tapi cukup nyaman lah untuk harga yang terjangkau. Yang paling membuatku senang adalah lokasinya yang strategis, setidaknya aku cukup kenal daerah sekitar ini, dan dilewati banyak rute angkot 24 jam.

Oh ya, malam minggu di Jalan Dago biasanya ramai, meriah dan macet. Terutama sepanjang jalan dari ITB hingga BIP. Tapi malam minggu kali ini terkesan berbeda. Jalanan lancar, kalaupun sedikit macet itupun cuma sebentar karena lampu merah. Hampir tidak ada mahasiswa yang mengamen, meskipun masih ada beberapa orang yang berjualan bunga. Kurasa ini adalah efek hari pertama tarawih, soalnya besok adalah hari pertama puasa, sesuai pengumuman dari pemerintah.


Satu hal yang aku anggap baru di Bandung adalah halte-halte seperti ini, sesuatu yang tidak sempat aku perhatikan (atau mungkin memang belum banyak) saat terakhir kali aku berkunjung ke Bandung beberapa bulan lalu.Halte ini lengkap dengan rute angkot yang melintas di halte, meskipun tetap saja halte cuma jadi tempat berteduh, karena toh orang selalu naik/turun angkot di sembarang tempat :)


Satu-satunya tujuan kami di hari kedua, hari minggu, adalah Rumah Mode. Setiap kali kami bertiga datang ke Bandung, selalu mengunjungi tempat ini. Aku sih ngikut doang, gak ada selera belanja sama sekali.

Sayangnya kami tidak bisa berlama-lama di kota yang udaranya masih relatif bersih dan sejuk dibanding Jakarta ini. Jam 12 kami harus segera berangkat kembali ke Jakarta, kali ini naik travel Cititrans, dan beruntung kami bisa dapat jalur yang langsung ke Central Park. Perjalanan juga sangat lancar, tanpa istirahat, waktu tempuh "hanya" sekitar 2 jam lebih sedikit. Justru macetnya pas mau masuk CP, hampir 15 menit lebih.

Snapshots whilte Waiting


Waktu berkunjung (lagi) ke Rumah Mode, aku memutuskan untuk menunggu saja di luar. Untunglah istriku cukup pengertian, jadi dia belanja tanpa perlu aku temanin. Suasana outdoor yang asri membuatku lebih betah berada di luar, sekaligus menikmati udara Bandung yang masih segar.

Ah sialan, baru nyadar ternyata aku dipantati sama (patung) kodok itu.


Tapi karena aku harus mengawasi tas-tas bawaan kami, aku tidak bisa berkeliling sesuka hati. Alhasil aku hanya duduk di kursi di depan toko, sambil memperhatikan tingkah laku pengunjung lain yang sudah mulai berdatangan pagi ini. Kebanyakan aktivitas pengunjung adalah berfoto-foto, baik selfie maupun gantian memotret.


Sepasang suami istri sedang memperhatikan hasil jepretan foto mereka, memastikan apakah hasilnya sesuai atau tidak. Kalau gak sesuai, tinggal dihapus dan diulangi lagi. Teknologi digital membuat hal tersebut sangat mudah dilakukan, dan murah. Bayangkan kalau kita masih pakai potret analog. Hasil gak bisa diketahui, juga tidak bisa mengulang foto. Harus menunggu berhari-hari sampai foto itu dicetak.


Tentu saja, selain berfoto-foto, salah satu aktifitas yang dilakukan orang-orang untuk menghabiskan waktu adalah dengan berponsel ria. Bisa sekedar sms-an, bersosial media, atau sekedar berselancar di dunia maya. Kalau satpam yang di ujung sana tidak ada pilihan lain. Dia harus bersiaga dan waspada menjaga keamanan :)

28 June 2014

Trans Studio Bandung (Part 2)


Setelah makan siang, kami mencari wahana yang menarik tapi santai. Soalnya kalau memilih wahana yang memicu andrenalin, takutnya malahan sia-sia makanan yang barusan dinikmati. Apalagi makanan di dalam studio ini tidak bisa dibilang murah. Pilihan kami adalah Sky Pirates, wahana menaiki kapal Zeppelin berkeliling studio. Tentu saja bukan balon udara sungguhan, melainkan hanya memutar ibaratnya gondola.


Dari kapal "udara" itu, kita bisa melihat suasana di hampir setiap sudut studio ini. Gak terlalu berasa rugi lah. Berhubung jumlah kapal juga lumayan banyak, dengan waktu edar yang tidak terlalu lama, kita tidak perlu mengantri lama untuk bisa menikmati perjalanan ini. Pas banget untuk yang pengen sekedar santai sehabis makan.



Setelah berkelana lewat udara, giliran mencoba wahana lewat air, Jelajah. Meskipun tampaknya santai, rupanya "pelosotan" yang ada cukup tinggi dan menegangkan, dan cipratan air yang dihasilkan juga menambah seru wahana ini.


Istriku berada di sisi yang salah, sehingga terkena cipratan air yang cukup banyak dan membuat basah rambut serta bajunya. Untunglah pihak studio menyediakan pemanas, meskipun harus merogoh kocek 30 ribu untuk menggunakannya.


Meskipun tidak sempat menyaksikan pertunjukan dari maskot-maskot Trans Studio yang digelar di aula utama Studio Central, kami masih bisa menikmati pertunjukan tarian api yang menarik. Meskipun hanya seorang diri, namun pertunjukan yang menampilkan kelihaian memainkan api yang membara ini bisa dinikmati.


Dan tentu saja, dimana-mana selalu bisa kita jumpai orang yang bernarsis ria, dan berfoto bersama keluarga.


Mencoba berlatih menunggangi naga di wahana Dragon Riders hehehe. Meskipun tampak sepele, tapi ada kalanya kita dijungkat-jungkit cukup tinggi yang kadang bikin deg-degan. Ya tentu saja tidak terlalu menegangkan, tapi cukup menyenangkan lah.


Vertigo Galaxy, wahana yang mengingatkanku pada wahana Ontang-anting di Dufan. Sayangnya istriku maupun Andre tidak berani mencobanya, jadi akupun juga enggan. Selain wahana ini, ada satu wahana yang memang tidak berani aku coba, yaitu Negeri Para Raksasa, dimana pengunjung dihempaskan dari ketinggian 5 lantai. Melihatnya saja sudah tampak serem, jadi mendingan aku hindari saja. Sebenarnya sayang juga melewatkan wahana-wahana itu, mengingat jumlah wahana yang tersedia di sini tidaklah banyak, tapi apa daya, nyali belum terlalu tinggi hehehe.


Karena gak mau rugi, aku sempat memaksakan diri untuk mencoba wahana ini, Car Racing bersama Dunlop. Entah isinya apa, tapi kurang lebih kita akan naik mobil dan melaju dengan kencan layaknya berlomba. Sayangnya, antrian cukup panjang dan lama. Apalagi satu kendaraan hanya bisa dipakai 2 orang. Kami menyerah, berbalik arah dan memilih untuk pulang.


Dari dalam pelataran menjelang pintu masuk/keluar, kita bisa menyaksikan satu-satunya wahana yang berada di luar ruangan, yaitu roller coaster. Meskipun pendek, tapi tampaknya cukup menegangkan. Apalagi sepertinya ada gerakan melunjur mundur juga. Sayangnya gak ada teman, jadi lagi-lagi wahana ini kami lewatkan saja.

Secara keseluruhan, taman hiburan di dalam ruangan ini menarik, tapi tidak terlalu "wah". Artinya kami tidak terlalu minat untuk mengunjunginya lagi dalam waktu dekat. Bisa dibilang tidak ada wahana yang bikin kangen. Kalau di Dufan, aku masih bisa kangen dengan beberapa wahana seperti Halilintar dan petualangan 4D. Setidaknya rasa penasaranku sudah terpuaskan. Selanjutnya, waktunya menikmati sejuknya Bandung di akhir pekan.

Trans Studio Bandung (Part 1)


Beberapa pengunjung berfoto ria di depan pintu masuk Trans Studio Bandung, di tempat yang memang sudah disediakan dengan latar belakang keempat maskot tempat rekreasi ini. Pertama kalinya aku datang ke tempat ini, setelah cukup lama penasaran seperti apa isinya. Lumayan buat refreshing, meskipun padahal kerjaanku lagi menumpuk.


Meskipun lagi musim liburan dan juga hari sabtu, tampaknya tidak terlalu banyak wisatawan yang datang. Tiket di lantai satu masih terlihat sepi. Mungkin juga karena banyak yang memilih membeli tiket secara online, seperti yang kami lakukan. Dengan membeli online, kita gak perlu antri, cukup menukarkan tiket di dekat pintu masuk.


Di tempat ini tidak boleh membawa makanan dari luar, kayak di bioskop aja. Untungnya kita bisa menitipkan makanan secara gratis. Penitipan barang dikenakan biaya 20 ribu, tapi kalau makanan gak dikenakan biaya. Setelah melewati pintu masuk, kita akan disambut oleh fotografer "profesional". Bukan karena dianggap kayak artis, tapi ya karena mereka jualan foto layaknya fotografer di acara wisudaan :D Tenang, dipotretnya gratis, kalau mau nyetak foto baru bayar. Harga mulai dari 150 ribu kalau gak salah.


Wahana pertama yang aku kunjungi adalah wahana pertunjukan 4 dimensi, yang menampilkan tokoh-tokoh superhero Marvel. Ekspektasiku langsung mengarah ke wahana Transformer di USS, atau minimal wahana 4D di Dufan. Perlu sedikit bersabar mengantri, lumayan lama meskipun pengunjung gak terlalu banyak. Sepertinya karena jatah kursi yang sangat terbatas. Hasilnya .... hmm, cukup mengecewakan. Mungkin karena aku membandingkan dengan yang di Dufan waktu dulu sekali. Jangan bandingkan dengan yang di USS lah. Goyangan kursinya terasa sangat kasar, malah bikin pusing karena beberapa kali kepala terantuk sandaran kursi. Efek 4D yang ada juga kurang, menurutku.


... foodcourt di dalam ... harga makanan lebih mahal dibanding harga di foodcourt mall kebanyakan, tapi masih gak terlalu mencekik kantong lah ....


Berhubung taman bermain ini sifatnya indoor, jadi di dalam suasananya selalu seperti malam hari, penuh lampu warna-warni. Kurasa dibanding Dufan, masih lebih luas Dufan. Namun berhubung ini adalah taman indoor, jadi dia mengklaim dirinya sebagai yang terbesar di dunia untuk taman bermain indoor. Lucunya ada yang kontrakdiktif dari pernyataan yang aku temukan di website resmi

TRANS STUDIO BANDUNG adalah Indoor Theme Park terbesar ke dua di Indonesia setelah Makassar. Trans Studio Bandung lebih spektakuler dan lebih dahsyat dari Trans Studio yang ada di Makassar sehingga menjadikan Trans Studio Bandung tidak hanya terbesar di Indonesia tapi juga terbesar di dunia. -- http://www.transstudiobandung.com/bahasa/index.php


Sebelum makan siang, aku sengaja mencoba wahana yang menantang - Giant Swing. Takutnya kalau mencoba setelah sudah makan, isi perut keluar semua hehehe


Wahana ini kurasa sederhana saja, cuma seperti main ayunan, tapi ayunan yang tinggi. Selain itu posisinya juga diputar, jadi kadang kita menghadap ke atas, ke bawah dan ke samping. Ayunan yang tinggi ini membuat sensasi jatuh sangat berasa, dan anehnya, ketika berada di ayunan, sepertinya lebih lama dibanding ketika menonton. Mungkin karena agak serem juga, jadi berharap segera selesai, yang membuat waktu terasa lebih lambat berjalan.


TSM Bandung


Terakhir kali aku berkunjung ke mall ini, namanya masih BSM (Bandung Supermall). Mall yang megah, tapi termasuk sepi. Aku jarang ke sini karena jaraknya agak jauh dari kos-kosanku dulu, dan lama-lama mall ini jadi sepi. Sekarang namanya sudah jadi TSM (Trans Studio Mall), tampak lebih ramai pengunjung apalagi dengan adanya Trans Studio.


Untuk ukuran mall, gerbang masuk ini tampak "angker", seperti terlalu ketat, kurang terbuka. Mungkin ini juga dulu yang jadi salah satu alasan aku enggan datang, sebagai mahasiswa dengan isi kantong pas-pasan yang datang ke mall cuma buat muter-muter tanpa belanja :)


Sebuah masjid cukup megah sedang dibangun di depan mall, entah ini sedang direnovasi atau memang belum selesai dibangun. Mungkin juga target menyelesaiannya adalah waktu lebaran nati, mengingat halaman yang luas dan tampak bisa menampung cukup banyak jemaah.


Lobi utama mall, dengan hiasan kupu-kupu kertas. Besok sudah masuk bulan Ramadhan, tapi  sepertinya hiasan khas Idul Fitri belum banyak dipasang.


Termasuk di pintu masuk sebelah selatan ini. Aku pikir ini ornamen bergaya timur tengah, tapi kalau diamati ternyata bukan juga. Belum ada bau-bau Idul Fitri di mall ini.

26 June 2014

Puppies


Tiga anak anjing tampak bengong memperhatikan kehadiranku, dan sejenak berhenti bermain. Sudah lama aku penasaran dengan adanya anak-anak anjing di depan rumah yang tampak tidak berpenghuni ini. Tapi kurasa sih ada yang merawat mereka, karena setiap kali aku lewat selalu ada makanan yang tersedia bagi mereka.


Di sini yang tampak hanya tiga, dan semuanya berwarna hitam. Padahal ada 6 ekor, kalau gak salah, dan ada juga yang warnanya coklat kemerahan. Sayangnya aku gak sempat memotret semua anak anjing yang lucu-lucu itu, beberapa diantaranya sedang tidur di sudut tempat lain.


Alasanku gagal memotret anak anjing yang lain adalah karena induknya galak banget. Setiap kali aku lewat tempat ini, dan ketahuan menoleh atau memperhatikan anak-anaknya, dia akan menggonggong kencang dan mengancam. Pokoknya benar-benar protektif. Padahal seingatku dulu, sebelum ada anak-anak anjing itu, induk anjing ini cenderung pendiam, tiap aku lewat dia santai saja. Sekarang dia baru berhenti menggonggong kalau aku sudah berlalu dari wilayah kekuasaannya. Dasar emak-emak bawel :p

20 June 2014

A Sunny Morning At Mangga Dua


Sebuah kereta listrik sedang menunggu giliran keberangkatan di stasiun Mangga Dua, tampak dari arah gedung Eka Jiwa Mangga Dua. Di ujung satunya, dari arah St. Kota, juga ada yang berhenti menunggu giliran (tidak tampak di foto).


Pagi-pagi aku sudah sampai di Mangga Dua bersama istriku, bukan untuk belanja, tapi untuk urusan kredit di BII. Acara dijadwalkan jam 8, tapi kami diminta datang lebih awal 15 menit. Untunglah jalanan masih belum macet, bisa dibilang sangat lancar. Kami masih sempat sarapan bentar di samping gedung, meski hanya cemilan, tapi lumayan buat ngganjal perut.


15 June 2014

Jurangmangu - Palmerah


Bintaro Jaya Exchange kelihatan dari samping stasiun Jurangmangu, Tangerang. Hari ini aku sengaja iseng mencoba jalan kaki dari perempatan duren ke stasiun, jalan santai ternyata cuma 15 menit. Berarti jaraknya gak sampai 1 km, hanya saja jalanan berkelok dan kurang ramah untuk pejalan kaki.


Inilah sisi barat dari stasiun, baru pertama aku lewat sini. Biasanya aku selalu lewat sisi timur, jalan utama. Ternyata di dalam tidak ada penghubung langsung antara kedua sisi, jadi masing-masing sisi punya pintu masuk terpisah, kalau masuk harus ke sisi yang tepat. Aku harus jalan ke underpass untuk melanjutkan perjalanan ke Jakarta.


Menurut kabar, dari stasiun ini akan dibangun terowongan langsung menghubungkan Bintaro Exchange. Ternyata jalur itu sudah ada, meskipun hanya seperti jalan setapak seperti ini. Hmm... kapan-kapan nyobain jalan ini deh ke mall :)


Menurut temanku, stasiun Jurangmangu ini tidak dibangun oleh pemerintah (PT KAI), tapi dibangun oleh pihak Bintaro Jaya, dan merupakan stasiun baru (diresmikan tahun 2009). Aku rasakan sih suasana stasiun agak beda, dan tampak lebih bagus meskipun sederhana.


Sebuah kereta ekonomi melintas waktu aku masuk ke stasiun, yang sudah penuh dengan calon penumpang yang akan berangkat ke Jakarta. Untunglah aku tidak perlu menunggu terlalu lama, cuma sekitar 5 menit sebelum Commuter Line berikutnya datang. Siang yang cukup padat, KRL penuh dan terpaksa aku berdiri gak kebagian tempat duduk. Toh gak sampai 15 menit ini.


Sementara di stasiun Palmerah sedang ada renovasi stasiun, mungkin lebih tepatnya pembangunan stasiun baru untuk menggantikan stasiun yang lama. Malahan loketnya juga sudah dipindah, sempat bingung pas pertama data karena beda dengan yang aku jumpai dua minggu lalu. Katanya dari stasiun baru ini akan dibangun jembatan penyeberangan yang langsung menuju gedung MPR/DPR. Ya moga saja para anggota dewan jadi lebih memilih naik KRL ketimbang mobil pribadi. Mungkin ada baiknya juga ada jembatan penyeberangan langsung ke jalan sebelah barat, atau ke jalan Palmerah sekalian :)


Akhir-akhir ini aku perhatikan lebih banyak orang menghabiskan waktu menunggu dengan bermain game, atau bersosial media melalui gadget - smartphone, tablet atau phablet. Jarang sekali menemukan orang yang menghabiskan waktu menunggu dengan membaca buku, iya, buku fisik, bukan ebook. Aku sendiri mulai membiasakan membawa buku saat bepergian seperti ini :)


Setelah adanya pembangunan gedung stasiun baru, baru aku perhatikan kalau sepertinya gedung stasiun Palmerah ini sudah lama dibangun. Bentuk bangunan, termasuk bentuk jendela yang ada itu seperti model bangunan jaman kolonial Belanda. Semoga saja gedung ini tidak dihancurkan, tetap dibiarkan bersanding dengan gedung yang baru sehingga peninggalan sejarah tetap terpeliharan.

Catatan :
Foto-foto ini diambil pakai kamera ponsel Polytron. Gambarnya tidak terlalu tajam, dan terpaksa sedikit diperkuat dengan Photoscape.

Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...