Showing posts with label Railway. Show all posts
Showing posts with label Railway. Show all posts

27 December 2022

Mudik Kilat 2022 - Kembali Ke Jakarta

Baru tadi pagi aku tiba dari Jakarta di stasiun ini, dan malam ini aku sudah ada di St. Lempuyangan lagi untuk kembali ke Jakarta. Yah, namanya juga mudik kilat dadakan. Sengaja aku beli tiket pulang tengah malam, selain biar bisa santai berangkatnya, juga sampai Jakarta sudah terang dan bisa naik commuter line, gak perlu pakai taksi segala.

Lepas maghrib aku sudah berangkat dari Prambanan ke St. Lempuyangan pakai Commuter Line, terus nunggu Ester biar sama-sama mampir ke rumah Budhe (Simak) di Gendenk. Ternyata hujan deras, dan Ester basah kuyup pakai motor, makanya pas tiba di dekat stasiun aku ajak makan malam dulu, barulah ke rumah Simak. Kami ngobrol lumayan lama, jam 11 barulah aku diantar lagi ke stasiun ini, sementara Ester kembali ke kosnya lagi.

Pas mau pergi dari rumah Simak, aku sempat kena sengat tawon. Tidak kelihatan karena gelap, tapi terasa sekali ada yang menyengat punggung tangan kananku. Waktu digigit tidak terasa sakit, cuma kaget, kayak disuntik. Tapi setelah itu cenat-cenut gak hilang-hilang. Nah waktu di stasiun aku sengaja mencari klinik stasiun dan ketemu. Tapi kata petugas dia gak punya es batu buat ngompres, katanya pertolongan pertama hanyalah dengan dikompres untuk mengurangi rasa sakit. Petugas klinik juga menyarankan obat pembunuh nyeri (pain killer), tapi itu bukan untuk menyembuhkan bekas gigitan, hanya menghilangkan nyeri. Aku gak mau, jadi ya sudah gak dapat obat apa-apa. Aku tahan saja. Memang awet juga rasa sakitnya.

Kereta berangkat sekitar jam setengah 1 dini hari. Tempat duduknya lebih tidak nyaman dibanding kemarin karena terlalu tegak, ya maklum lah kereta kelas ekonomi, dan AC-nya juga terlalu dingin. Syukurlah setelah beberapa jam bisa terlelap juga, agak susah memang, ditambah lagi dengan nyeri bekas gigitan tawon.

Matahari sudah bersinar terang waktu kereta api melintasi daerah Cirebon - Indramayu yang penuh dengan areal persawahan dan latar belakang pemandangan gunung.

Kalau jaman dulu, sebelum KAI berbenah total, aku sudah pasrah bisa-bisa sampai Jakarta lewat tengah hari. Tapi kali ini aku percaya kalau kereta akan tiba di tujuan tepat waktu. Jadi nikmati saja perjalanan dan pemandangan yang ada.



 Benar, jam 9 kurang kereta sudah tiba di tujuan akhir Stasiun Pasar Senen. Aku keluar stasiun dulu buat sarapan, terus masuk lagi untuk naik commuter line ke arah Tanah Abang, dan kembali ke Bintaro.

Travelling singkat, sendirian dan dengan biaya seirit mungkin. Oh ya, sampai siang bekas gigitan tawon masih terasa nyeri cenat-cenut, untung gak fatal, cuma sakit saja.

28 August 2022

Stasiun Pondok Ranji Yang Baru

Ini adalah akses pejalan kaki (pedestrian) dari arah mal Bintaro Plaza menuju stasiun Pondok Ranji yang baru. Lebih lega, nyaman dengan atap untuk melindungi dari panas dan hujan, dan yang jelas tidak bercampur dengan kendaraan bermotor. Beda sekali dengan kalau harus jalan kaki menuju ke gerbang stasiun Pondok Ranji yang lama, yang sempit dan tanpa trotoar yang layak.

Sudah lama aku baca dan melihat foto-foto stasiun Pondok Ranji yang baru bersliweran di media sosial, tapi baru kali ini aku datang dan melihat langsung. Ternyata bangunan stasiun yang baru ini bukanlah memperbaiki gedung stasiun yang lama, tapi benar-benar gedung baru yang terpisah (jauh) dari gedung yang lama. Bangunannya cukup modern dan tentu saja masih rapi karena baru, dilengkapi dengan lift dan eskalator juga.

Dari pintu masuk ada jembatan penyeberangan untuk menyeberangi jalan tol menuju kawasan stasiun. Agak jauh sih, tapi nyaman.

Dulu aku sempat berpikir, bagaimana cara mengakses St. Pondok Ranji dengan lebih nyaman mengingat semrawutnya jalan Supratman terutama di depan pintu masuk stasiun dan sekitar pintu perlintasan kereta itu. Sudah jalannya kecil, sering macet karena perlintasan kereta, ditambah banyak angkot ngetem. Salah satu alasan aku malas ke stasiun ini dan lebih memilih ke stasiun Jurangmangu. Dalam pikiranku, salah satu solusi adalah membuat akses di sebelah utara, termasuk lahan parkirnya. Tapi itu artinya harus membuat jembatan yang melintasi jalan tol tersebut.

Eh ternyata benar, dibuatlah akses baru (jalan dan juga parkiran) menuju stasiun ini di sebelah utara, menyeberangi jalan tol. Dengan adanya bangunan dan akses masuk ke stasiun yang baru ini, memang jadi ada alternatif lebih nyaman bagi yang tidak mau melewati jalan WR Supratman yang semrawut itu.

Memang ini mengharuskan pengunjung berjalan lebih jauh, tapi toh jalanan juga nyaman, dan lebih enak juga bagi yang tidak suka dengan kesemrawutan di stasiun yang lama. Selain itu, ini juga membuat akses dari stasiun menuju mal Bintaro Plaza lebih nyaman jika ingin ditempuh dengan jalan kaki.


 

14 August 2022

Nostalgia : Cikini - Gang Sentiong

Seingatku, ini adalah pertama kalinya aku berada di St. Cikini, yang namanya sering aku dengar karena disebutkan dalam lagu legendaris Jali-Jali dan Keroncong Sapu Lidi. Paling-paling aku pernah lewat stasiun ini dalam perjalanan antar kota kalau berangkat dari (dan/atau tiba di) St. Gambir.  

Tapi dulu, jaman masih ngejain proyek di daerah Kramat Sentiong, aku sering mondar-mandir melewati tempat ini. Sengaja jalan kaki biar buat melepas kejenuhan selesai kerja, jalan kaki dari Jl. Kramat Raya ke Cikini, terus naik bis ke Sudirman atau Semanggi. Kadang sengaja ke sini untuk cari makan, juga sembari menunggu jalanan berkurang macetnya. 

Hari ini aku iseng mampir ke stasiun ini untuk nostalgia, dengan tujuan utama pengen ke rumah makan padang yang dulu sering aku kunjungi sepulang dari tempat customer. Ada menu favorit yaitu cumi kari berisi telur.

Sekarang trotoar tempat ini sudah terlihat lebih rapi dan nyaman dilewati pejalan kaki, meskipun tetap saja ada motor atau pengguna kendaran lain yang parkir, kadang-kadang.

Masjid Jami Al-Ma'mur, dari bentuknya tampak jelas kalau ini peninggalan jaman kolonial, dan dipertahankan sebagai cagar budaya meski dikelilingi oleh bangunan-bangunan megah dan modern. Katanya, masjid ini dibangun oleh Raden Saleh di akhir abad 19.

Ternyata rumah makan padang yang aku cari sudah tidak ada lagi, beberapa bangunan di Jl. Raden Saleh juga tampak baru bagiku. Ya sudah, karena lapar, aku cari tempat makan yang ada saja. Sempat menyeberang Jl. Kramat dulu, kebetulan melihat rumah makan khas Makasar yang sepi, jadi aku makan sop konro saja. 

Selanjutnya aku lanjut jalan ke arah St. Gang Sentiong, lumayan juga dari jalan Kramat Raya. Tidak ada kenangan khusus dengan jalan ini, hanya saja dulu pernah naik angkot lewat sini untuk menghadiri resepsi pernikahan salah satu teman Rani di daerah Rawamangun, sudah lama sekali.


 Agak lama juga menunggu kereta di stasiun ini. Aku sempat heran waktu melihat ada beberapa orang turun dari kereta yang menuju Jatinegara, terus alih-alih keluar stasiun, mereka menyeberang jalan dan menunggu kereta ke arah yang berlawanan. Ternyata mereka adalah penumpang yang hendak pergi ke St. Pasar Senen.


Update: belakangan aku baru tahu, kalau KRL dari Kampung Bandan ke arah Jatinegara, tidak berhenti di St. Pasar Senen, tapi lewat saja. Sementara kereta yang ke arah sebaliknya berhenti di stasiun itu. Jadi mereka yang dari arah Kemayoran, kalau mau turun ke St. Pasar Senen, harus turun dulu di St. Gang Sention, barulah naik kereta ke arah sebaliknya dan turun di St. Pasar Senen. Aneh juga, dan tentu saja merepotkan.

06 February 2016

Menjelajah St. Palmerah


Sejak renovasi gedung Stasiun Palmerah menjadi lebih megah dan "modern", aku belum pernah menjelajah dari ujung ke ujung. Biasanya cuma lewat saja, mampir turun/naik kereta. Hari ini ada sedikit waktu longgar, jadi aku sempatkan untuk jalan-jalan bentar di stasiun yang tidak terlalu luas ini.


Ini jembatan penyeberangan di sebelah timur stasiun, yang menghubungkan stasiun dengan kompleks Senayan. Adanya jembatan penyeberangan seperti ini, di kedua sisi yang merupakan jalan raya, adalah solusi sangat tepat karena bisa mengurangi kemacetan. Sebelum ada jembatan penyeberangan seperti ini, solusinya adalah dengan lampu bangjo, yang meskipun membantu tapi sangat tidak nyaman, apalagi mental pengguna lalu lintas di kota ini yang hobi menerobos lampu merah.


Seorang bocah berpose, atau bermain ya :-?, di depan mesin tiket otomatis. Baru pertama kali ini aku lihat mesin seperti ini di Indonesia, mungkin karena sudah lama aku gak bepergian dengan kereta api. Tapi melihat lebih banyak yang antri di loket biasa ketimbang di mesin ini, sepertinya menunjukkan sosialisasi penggunaan mesin ini agak kurang. Atau jangan-jangan memang fungsinya beda kali ya? Sayang aku belum sempat meneliti lebih rinci fungsi dan cara penggunaan mesin itu.


Di ujung utara ada toilet dan juga mushala (prayer room). Toiletnya bersih dan rapi, mudah-mudahan selalu terawat dan nyaman seperti itu. Ada beberapa kursi untuk nongkrong atau menunggu, tapi tidak banyak. Mungkin perlu lebih banyak lagi kursi-kursi untuk calon penumpang bisa beristirahat sembari menunggu kereta yang sering datang terlambat, apalagi tempat ini terbilang sangat lega (kosong).


... ini mas petugas keamanan lagi main petak umpet kali ya hehehehe ....


Salah satu pedagang asongan yang masih bertahan berjualan di dalam kereta api meskipun sudah ada larangan dari pihak PT KAI. Aku perhatikan ada beberapa emak-emak yang berjualan seperti ini, dan "kucing-kucingan" dengan petugas, meskipun sebenarnya para petugas juga sudah tahu. Mungkin dalam tahap tertentu, para petugas berusaha menutup mata, asalkan tindakan pedagang asongan ini tidak terlalu mencolok dan mengganggu. Entahlah.


Kereta sudah datang! Untung ada mas-mas berbaju merah jambu yang "nyetop" kereta itu hehehe ... gak lah, dia melambai ke masinis. Meskipun sudah ada renovasi bangunan utama stasiun, tapi tetap saja ada bagian peron yang berada di luar bangunan utama. Meskipun ada atap penutup, tetap saja para penumpang dengan mudah akan kepanasan saat cuaca panas, dan kena hujan ketika hujan lebat turun.

Overall, menurutku stasiun yang baru ini adalah yang paling bagus, tentu saja dalam kapasitas pengetahuanku yang terbatas. Bahkan dibanding St. Gambir ataupun St. Sudirman, masih lebih bagusan ini, cuma fasilitasnya saja yang mungkin tidak selengkap St. Gambir atau St. Kota. Oh ya, satu lagi yang menarik adalah bangunan stasiun yang lama masih tetap dipertahankan dan digunakan, jadi unsur sejarahnya masih terpelihara.

Majulah perkeretaapian Indonesia!

16 March 2015

Suatu Pagi di Sekitar Jurangmangu


Pagi ini sebenarnya aku ingin kembali tidur seusai mengantar istriku berangkat kerja dari St. Jurangmangu. Semalam aku begadang gara-gara membaca artikel yang menarik. Tapi pemandangan langit di ufuk timur membuatku mengurungkan niat. Lebih baik menikmati suasana matahari terbit di sekitar stasiun.


Tempat pertama yang aku tuju adalah lahan kosong di sebelah timur sungai di sisi stasiun. Ada genangan air, gabungan antara kolam atau danau buatan dengan rawa di lahan yang terbengkalai. Tempat ini sering dijadikan tempat mancing oleh warga sekitar.


Hamparan beragam pepohonan berlapis-lapis tampak menarik di pagi hari, saat matahari belum bersinar terik, dan sebagian sinarnya terhalang oleh awan tipis. Ada kesan embun di sana, padahal udara sudah mulai hangat. Ah, melihat ini jadi kangen suasana di desa :)


Dari lahan kosong, aku beralih ke jembatan yang melintang di atas rel kereta api. Di sana sudah ada dua pengendara motor yang sedang beristirahat, sepertinya juga menikmati pagi sambil menyaksikan kereta api yang berlalu-lalang di bawahnya.


Peron sebelah kiri tampak sepi dan meskipun tidak kelihatan, tapi aku yakin sekali kalau banyak orang yang sedang menunggu kereta di peron sebelah kanan. Bagaimanapun juga, kereta api menjadi sarana transportasi favorit bagi para pekerja yang tinggal di luar Jakarta. Apalagi kalau jadwal kereta bisa lebih sering dan lebih tepat waktu, pasti banyak pengguna kendaraan pribadi yang beralih.


Awan tipis tidak bisa menyembunyikan langit biru yang cerah, setidaknya hingga siang hari seharusnya tidak akan turun hujan :) #soktahu


Pedagang sayur keliling melintas dengan motornya. Di sekitar ini aku sering menjumpai penjual sayur keliling ini, kebanyakan masih pakai gerobak dorong, belum banyak yang pakai motor seperti ini.

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...