I just try to capture an ordinary life --- moments, things, places, peoples, etc. --- with a simple skill
I believe that we can find many interesting things in life, even in a very simple thing.
Showing posts with label Hotel. Show all posts
Showing posts with label Hotel. Show all posts
03 January 2020
Mengungsi Semalam di Hotel
Hari ke-2 tahun ini, masih banjir tapi genangan sudah berkurang, dan jalanan bisa dilewati motor. Tapi listrik masih dipadamkan karena daerah Ciputat Baru masih tergenang. Bahkan kabarnya kemarin sempat ada korban tersengat listrik.
Karena persediaan air makin menipis, kami putuskan untuk mengungsi sementara ke Hotel. Pilihan sementara di Hotel Citradream sebelahnya Bintaro Plaza, jadi dekat rumah dan masih gampang untuk mondar-mandir ke rumah kalau perlu.
Sore hari listrik di rumah kami masih padam, tapi ada beberapa rumah tetangga yang sudah menyala. Memang di kompleks ada 3 jalur yang berbeda, jadi kadang bisa jadi rumah kena pemadaman, tapi rumah tetangga tetap nyala. Baru sekitar jam 8 malam listrik benar-benar sudah menyala, jadi bisa beraktivitas normal. Tapi aku dan anak-anak tetap menginap di hotel, tanggung sudah bayar, lagipula belum yakin apakah bakal ada pemadaman lagi atau tidak.
Esok paginya cuaca masih mendung, serta sesekali gerimis. Linimasa di sosial media masih penuh soal banjir, khususnya di Jakarta, dan termasuk beragam kekonyolan yang ada - baik yang mencela pemerintah maupun yang membela. Kekonyolan sering muncul karena tidak konsisten, misal dulu santai saat banjir, sekarang mencak-mencak (meski ada alasan logis). Ada juga yang menganggap komentar si Aa gak relevan (dulu atau sekarang), tapi gak berani menganggapnya ngawur karena yang ngomong idolanya hahaha. Lucunya, membela kesalahan orang lain dengan cara menunjukkan kesalahan di kubu seberang - konyol sih. Two wrongs don't make a right.
Pagi hari aku dan El menikmati sarapan di hotel, sementara Fe masih tidur. Di sini kami bertemu beberapa keluarga yang juga mengungsi karena banjir. Keluarga ini dari daerah Sudimara, kebetulan ada anak sebaya El dan mereka asyik bermain. El sempat ceroboh mendorong temannya itu sampai hampir jatuh dari sofa, untung pihak keluarga bisa maklum. Ada juga keluarga pak Bernard, tapi waktu itu hanya istri dan mertuanya yang aku temui sedang sarapan.
Siangnya kami pulang karena sepertinya listrik sudah menyala stabil, dan banjir di pinggir kali juga sudah surut.
19 May 2015
Cerita Pagi Sepanjang South Bridge Rd
Pagi ini ada acara yang dimulai cukup pagi, meskipun kalau telatpun tidak masalah. Tapi gara-gara terbiasa bangun jam 6, jadi milih berangkat pagi saja daripada bengong di hotel. Karena masih terlalu awal, aku putuskan untuk jalan kaki saja. Udara cerah dan segar, jarakpun mungkin cuma 2-3 kilo, jalan santai satu jam cukup lah.
Ini adalah kuil Hindu, Sri Mariamman Temple, yang dulu pernah aku lewati juga waktu pertama kali berkunjung di Chinatown. Sudah ada turis yang motret-motret di sana, meskipun belum banyak orang datang untuk beribadah. Katanya ini adalah kuil Hindu yang tertua di Singapura.
Nah, tak jauh dari kuil Hindu itu ada bangunan umat Budha, Buddha Relic and Tooth Temple and Museum. Bangunannya cukup megah dengan arsitektur tradisional Tionghoa. Tidak aneh kalau ada bangunan megah seperti ini karena lokasinya yang di tengah-tengah Chinatown. Sesuai namanya, tempat ini dipercaya menyimpan gigi Sang Budha, yang katanya ditemukan di Myanmar.
Masih di kawasan yang sama, ada bangunan ibadah lainnya di pinggir jalan, Masjid Jama'e. Sebagai kota dengan penduduk heterogen dari berbagai suku bangsa dan agama, keberadaan berbagai bangunan keagamaan yang berbeda secara berdekatan bukanlah hal yang aneh. Masyarakat kota yang heterogen cenderung mudah mengembangkan toleransi. Ini juga merupakan masjid yang cukup tua di Singapura, dibangun tahun 1826 oleh masyarakat Tamil muslim di wilayah itu.
Ada cerita menarik waktu melintas jalan ini. Seorang pria berwajah India mencoba menghentikan taksi di jalan ini, tapi tidak ada yang mau berhenti. Padahal aku perhatikan ada beberapa taksi kosong, tapi mereka memilih melintas langsung. Mungkin merasa kasihan, seorang pria tionghoa bertelanjang dada mencoba membantu dengan langsung menghentikan taksi di tengah jalan. Ada taksi yang berhenti, tapi sepertinya taksi itu ingin menuju satu tempat yang berbeda dengan pria India itu.
Pria Tionghoa itu mendatangi pria India dan ngobrol sebentar, entah apa yang dibicarakan. Tak lama setelah itu ada taksi yang mau berhenti, dan pria India itu berjalan dengan pelan menuju ke taksi yang berhenti agak di tengah jalan. Karena jalannya terlalu lambat, ada taksi di belakangnya yang merasa terganggu dan membunyikan klakson. Mungkin bukan terganggu, tapi memberi peringatan karena pria itu berjalan di tengah jalan sangat lambat. Mendadak si pria India tampak emosi dan mendatangi taksi yang membunyikan klakson tadi, berniat memukul badan taksi. Taksi itupun terus melaju dan kemudian pria India itu akhirnya mendapatkan taksi. Ah, mungkin tabiat seperti itu yang membuat taksi enggan berhenti :)
Waktu aku cerita ke temanku soal ini, menurutnya ada beberapa alasan supir taksi enggan membawa penumpang pria India, apalagi di pagi hari dan pakaiannya tidak terlalu rapi. Biasanya karena bau badan, atau bisa juga karena mereka sedang mabuk. Ah, entahlah :)
Di salah satu sudut jalan ada patung yang menggambarkan kehidupan sehari-hari warga di sekitar itu pada jaman dulu. Di samping patung-patung itu ada catatan tentang "Squatters & Squalor", pendatang liar dan penduduk miskin yang dulu menghuni daerah itu.
Aktivitas warga mulai terlihat di jalanan meskipun belum terlalu padat. Sebelumnya di perempatan ini ada sepeda yang melaju kencang di antara mobil-mobil yang melaju. Bukan di jalur sepeda atau di pinggir jalan, tapi di tengah-tengah, dan dikendarai oleh seorang wanita. Sayang sekali aku gak sempat memotretnya.
31 January 2015
Pengalaman Menginap di Garden Hostel
Ini pertama kalinya aku menginap di sebuah hostel sendiri, gaya backpacker-an yang kamarnya model kayak barak gitu, satu kamar ada banyak tempat tidur dan kamar mandi dipakai rame-rame. Alasannya simple, nyari yang murah karena toh liburan kali ini aku cuma sendiri. Kalau bareng keluarga yang mending sewa kamar yang lebih keren. Aku iseng nyari hotel di Traveloka dan Garden Hostels ini jadi pilihanku.
Seperti kebanyakan hotel atau rumah di Bandung, hostel ini penuh dengan taman dengan berbagai bunga yang indah, seperti bunga Anggrek ini. Selain itu juga ada pohon rambutan yang sudah berbuah, sayangnya mau minta kok malu :) Yang jelas suasana di dalam hostel ini asri dan nyaman. Untuk istirahat dan sekedar nongkrong juga nyaman. Suasana Bandung yang adem benar-benar terasa.
Alasan utama aku memilih tempat ini, selain karena harga, juga karena lokasinya yang strategis menurutku. Di jalan Dago dengan akses angkot 24 jam, sekitar 500 meter dari Pasar Simpang Dago, dan persis di pinggir jalan. Jadi kalau gak bawa kendaraan pribadi, gak perlu kuatir harus jalan jauh, karena turun dari angkot sudah sampai dan tinggal masuk ke dalam 50 meteran dah sampai front office. Pas check-in dapat pelayanan yang ramah, petugas kamarnya juga ramah. Sejauh ini aku tidak punya keluhan dengan palayanan petugas.
Oh ya, waktu aku nginep di sana pas lagi kosong. Cuma ada 2 tamu yang menginap, satu lagi orang Belanda namanya Nikko, seorang traveler yang ramah.
Salah satu fasilitas unggulan di sini adalah kolam renang. Aku sih gak niat berenang, soalnya gak bawa cukup celana buat ganti. Lagipula renang sendirian kayaknya kurang asyik. Kolam renangnya lumayan, waktu aku datang pagi itu ada petugas yang sedang membersihkan kolam ini. Masalahnya, aku menjumpai banyak kodok berkeliaran, bahkan ada yang sempat ikut nyemplung ke dalam kolam. Waduh, aku yang gak masalah sama kodok saja agak risih, apalagi yang fobia lihat makhluk itu. Katanya sih karena dekat dengan sawah, jadi kodok-kodok dari sawah suka ikut bermain ke dalam hostel.
Inilah sawah yang dimaksud itu, persis ada di samping sebelah utara dari hotel. Sawah yang masih bertahan, di tengah himpitan padatnya perumahan. Sebenarnya ini adalah selingan pemandangan yang menarik. Jadi bukan berasa di tengah kota, tapi berasa di sawah, jadinya kesan liburan itu benar-benar ada. Andai saja background perumahan itu bisa diganti dengan hamparan pegunungan, pasti lebih ciamik.
Ada juga disediakan mushola yang cukup lega, dengan bangunan panggung yang menarik. Pokoknya cocok banget buat
Overall sih aku suka tempat ini, recommended dan besar kemungkinan untuk datang kembali. Tapi bukan berarti tanpa keluhan. Setidaknya ada empat keluhan utama yang aku rasakan di sini.
Pertama, ya masalah kolam renang tadi. Sepertinya pihak manajemen perlu kerja keras lebih lagi untuk memastikan kolam renangnya bersih, terawat dan bebas kodok hehehe.
Kedua, soal sarapan. Ada harga ada rupa, jadi terkesan minimalis. Tapi buatku sih gak terlalu masalah, karena toh aku tidak berniat sarapan di hotel. Sengaja aku ingin sarapan di pinggir jalan, nostalgia waktu jaman kuliah di sini, menikmati makanan khas di sini yang agak jarang ditemui di Jakarta.
Ketiga, masalah terbesar adalah kondisi kamar mandi. Gantungan bajunya minim, belum lagi kamar mandi sangat kecil. Udah gitu untuk toiletnya gak ada kunci, jadi pintu harus dipegangin kalau gak mau ada yang mendadak membuka pintu waktu kita lagi ngeden. Masalah yang paling mengganggu adalah bau gas. Bau gas ini bahkan sampai masuk ke kamar dan selain mengganggu juga agak meresahkan. Waktu aku sampaikan keluhan ini ke petugas, dia bilang itu biasa saja, gak masalah. Tapi kayaknya karena terlalu banyak yang protes, pihak manajemen harus mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah itu.
Terakhir adalah soal pembagian kamar. Terus terang aku merasa "diusir" secara halus, padahal kan harusnya jadwal check-out jam 12. Pagi itu aku jalan-jalan dulu sampai sekitar jam 10 lebih. Pas sampai di hostel, aku buang hajat dulu. Betapa kagetnya waktu tiba-tiba di luar kamar mandi ada suara ibu-ibu berisik. Langsung aku pegang gagang pintu kuat-kuat, sambil membuat suara-suara sekenanya untuk ngasih tahu kalau ada orang di dalam. Benar juga, mendadak seseorang mencoba membuka pintu. Untuk aku sudah sigap, barulah mereka sadar ada cowo ganteng yang lagi ngeden di toilet. Lah, bukannya ini harusnya kamar laki-laki? Entahlah. Yang jelas rombongan ibu-ibu itu check-in lebih awal dan langsung ditempatkan di kamar yang aku pakai, mungkin karena waktu itu kosong. Untung aja aku lagi gak bugil mondar-mandir di kamar mandi karena merasa kamar sedang kosong.
Ya sudah, segera saja aku beres-beres dan beranjak pergi untuk nonton lomba paduan suara di ITB.
29 June 2014
Weekend in Bandung
Subuh-subuh sudah rapi jali, nongkrong di pom bensin daerah Grogol, maklum, nyari tiket travel ke Bandung kebanyakan dah full, dapatnya ya subuh-subuh gini. Selain itu Daytrans lagi ada promo, cuma 65 ribu per orang. Kami berangkat bertiga (aku, istri dan adik ipar) ke Bandung, untuk refreshing aja di akhir pekan.
Meski sudah berangkat sebelum matahari terbit, jalanan sudah cukup padat. Berangkat setengah 6 lebih, sampai Bandung hampir jam 9, mungkin juga karena sempat istirahat hampir setengah jam di rest area. Perjalanan sih lancar-lancar saja. Tapi yang menyebalkan, pas sampai di Bandung dan beberapa penumpang turun, dengan santainya pak sopir membuka jendela dan MEROKOK. Lah, ini kan mobil ber-AC. Biarpun dia coba nyebul keluar jendela, tetap saja asap bisa masuk. Ah, payah nih supir.
Berhubung pool kedatangan di Cihampelas, kami langsung menuju Ciwalk buat nyari sarapan. Karena masih pagi, kami terpaksa "nggedor-nggedor" KFC biar buka lebih cepat (lebay mode on). Kami masih harus menunggu sekitar 15 menit, seperti dijanjikan oleh manager warungnya. Lumayanlah, gak terlalu lama menunggu, toh pagi tadi sudah sempat ganjal perut dengan roti.
Habis sarapan, tujuan utama kami (masih dengan membawa ransel berat masing-masing) adalah Trans Studio Bandung. Dari Cihampelas aku naik angkot Ledeng-Kelapa, turun di Cikawao. Dari situ pindah lagi naik angkot yang ke arah Binong. Ongkosnya masih 3000 per orang, dan jalanan juga masih lancar, gak ada macet.
Untuk menginap, istriku memesan kamar di hotel Royal Dago lewat agoda.com. Dulu waktu kuliah sering banget lewat depan hotel ini, lewat doang. Bayanganku dulu hotel ini pasti mewah, soalnya tempatnya strategis. Ternyata gak juga, tapi cukup nyaman lah untuk harga yang terjangkau. Yang paling membuatku senang adalah lokasinya yang strategis, setidaknya aku cukup kenal daerah sekitar ini, dan dilewati banyak rute angkot 24 jam.
Oh ya, malam minggu di Jalan Dago biasanya ramai, meriah dan macet. Terutama sepanjang jalan dari ITB hingga BIP. Tapi malam minggu kali ini terkesan berbeda. Jalanan lancar, kalaupun sedikit macet itupun cuma sebentar karena lampu merah. Hampir tidak ada mahasiswa yang mengamen, meskipun masih ada beberapa orang yang berjualan bunga. Kurasa ini adalah efek hari pertama tarawih, soalnya besok adalah hari pertama puasa, sesuai pengumuman dari pemerintah.
Satu hal yang aku anggap baru di Bandung adalah halte-halte seperti ini, sesuatu yang tidak sempat aku perhatikan (atau mungkin memang belum banyak) saat terakhir kali aku berkunjung ke Bandung beberapa bulan lalu.Halte ini lengkap dengan rute angkot yang melintas di halte, meskipun tetap saja halte cuma jadi tempat berteduh, karena toh orang selalu naik/turun angkot di sembarang tempat :)
Satu-satunya tujuan kami di hari kedua, hari minggu, adalah Rumah Mode. Setiap kali kami bertiga datang ke Bandung, selalu mengunjungi tempat ini. Aku sih ngikut doang, gak ada selera belanja sama sekali.
Sayangnya kami tidak bisa berlama-lama di kota yang udaranya masih relatif bersih dan sejuk dibanding Jakarta ini. Jam 12 kami harus segera berangkat kembali ke Jakarta, kali ini naik travel Cititrans, dan beruntung kami bisa dapat jalur yang langsung ke Central Park. Perjalanan juga sangat lancar, tanpa istirahat, waktu tempuh "hanya" sekitar 2 jam lebih sedikit. Justru macetnya pas mau masuk CP, hampir 15 menit lebih.
14 March 2014
Jakarta Before Sunset
Mentari tampak hampir tenggelam di sisi barat Jakarta. Seperti inilah pemandangan kota Jakarta menjelang senja, setidaknya sebagian Jakarta Barat, dilihat dari lantai 4 Mall Central Park.
Beberapa hari lalu waktu hendak menuju Blitz Megaplex, di salah satu lantai aku melihat sudut pandang yang cukup menarik di sisi sebelah barat mall. Makanya hari ini aku sengaja datang ke mall ini selepas jam kerja, sekedar untuk mendapatkan suasana matahari tenggelam dari tempat ini. Sayangnya foto yang aku dapat kurang maksimal karena terbentur kaca yang agak kotor. Saat memotret aku harus menempelkan lensa ke kaca untuk meminimalisir efek pantulan kaca yang kotor.
Dari sudut pandang itu aku juga baru sadar adanya jembatan penghubung antara mall dengan Tribecca yang kayaknya ada di Ground Level. Penasaran, aku langsung menuju tempat itu, siapa tahu bisa mendapat sudut pemotretan yang menarik, sambil menunggu waktunya matahari tenggelam.
Dari jembatan penghubung itu aku bisa melihat salah satu lobby apartment di sisi utara, tapi pandangan ke arah barat terhalang oleh gedung-gedung. Jadi bukan sudut pandang yang menarik karena terlalu rendah.
Akhirnya aku kembali lagi ke posisi semula. Mumpung lagi sepi, sebelumnya banyak yang berlalu-lalang menuju dan dari Blitz, berselfi/narsis dulu. Bukan aku sendiri yang mengambil foto dari tempat ini, karena aku amati, diantara beberapa pengunjung juga ada yang berhenti sejenak dan memotret pemandangan di luar. Kalau aku memang sengaja datang ke sini cuma buat motret :D
Hari mulai gelap, dan lampu-lampu mulai dinyalakan. Sore ini Jakarta sangat cerah, hanya ada awan tipis, jadinya senja kali ini kurang dramatis, meskipun tetap menyenangkan untuk dinikmati.
Oh ya, sebenarnya bagiku, yang membuat pemandangan ini terkesan adalah bentuk kubah di bagian depan dan bangunan gereja di belakangnya. Itu adalah gereja HKBP Tomang Barat. Sepertinya lain kali perlu mencoba peruntungan ketika langit lebih dramatis, dan mungkin ada areal yang lebih terbuka untuk menikmati pemandangan salah satu sudut kota Jakarta.
PS: untuk sedikit menghilangkan bercak-bercak dan buram yang ada di foto karena terhalang oleh kaca kotor, terpaksa aku mencoba beberapa aplikasi android. Setelah mencoba beberapa, aku lihat aplikasi pengolah foto dari Path yang cukup mengesankan, jadi semua foto di sini sudah aku olah (filter) melalui Path :)
12 October 2013
First Time At Singapore
Istriku bersama Andre tiba di bandara internasional Changi, perjalanan dari Jakarta cukup lancar katanya. Ini untuk pertama kalinya kami melakukan liburan bersama di Singapura. Ini juga pengalaman pertama bagi istriku naik pesawat, karena dia pada dasarnya takut ketinggian dan selalu menolak kalau diajak naik pesawat. Untunglah semuanya lancar-lancar saja. Aku menjemput mereka di bandara, makan siang bareng (di KFC biar gampang), dan kemudian naik MRT ke hotel.
Meski berkali-kali bosku menawarkan agar kami menginap saja di rumahnya, tapi istriku merasa sungkan karena belum terlalu kenal. Jadinya kami memesan hotel yang agak murah dan lewat Agoda kami memesan hotel Grand Santa Aljunied di kawasan Geylang. Cuma hotel ini yang menyediakan kamar bagi 3 orang dengan harga yang paling murah. Sayangnya rupiah sedang terpuruk, jadi ya agak mahal juga jadinya. Untungnya hotel ini tidak jauh dari kota.
Kawasan Geylang terkenal sebagi kawasan lampu merah, jadi ya kami tidak terlalu kaget waktu di pinggir jalan banyak cukup ramai dengan pemandangan "live manekin" :) Seharusnya di wilayah ini juga banyak tempat makan enak, sayangnya kami belum siap untuk membaur, jadi cari tempat makan yang gampang dipesan saja - nasi lemak di stasiun Aljunied. :)
Sedikit review tentang Hotel Grand Santa Aljunied ini. Gedungnya biasa, kamarnya biasa, pelayanannya juga biasa (minim, tapi buat kami gak masalah). Kami ambil paket minim, jadi gak dapat sarapan. Jadi semua serba rata-rata lah. Cuma kamar mandi yang cukup bermasalah, karena toilet sedikit rusak, tapi masih bisa digunakan. Meskipun kondisi hotel serba pas-pasan, tapi bagi kami cukup toh kami hanya pakai untuk istirahat di malam hari, selebihnya kami pakai waktu untuk jalan-jalan :)
#travelling #singapore #airport #hotel #vacation
24 March 2012
Trip To Bandung: Hotel Riau
Menikmati teh manis di pagi hari yang dingin di Bandung. Menu sarapan pagi yang dihidangkan hotel ini adalah nasi kuning, sayang sekali kami bangun kesiangan sehingga ada beberapa lauk yang sudah habis. Oh ya, bisa dibilang ini adalah pertama kali aku menginap di hotel di Bandung. Sebelumnya, setiap kali aku ke Bandung selalu menumpang di rumah teman, saudara, atau bahkan nginep di kampus :)
Meski tampak sederhana, interior hotel terlihat cukup bagus dan menarik....
... termasuk interior di ruang lobby.
Katanya sih hotel ini baru saja direnovasi. Posisinya juga lumayan strategis di tengah kota. Karena akan menghabiskan waktu jalan-jalan dan pulang sore harinya, setelah sarapan kami langsung check-out. Ternyata beberapa tamu juga check-out hampir bersamaan dengan kami.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Bintaro View From Gramedia Building
Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...

-
Patung khas suku Asmat (kalau gak salah) terlihat berdiri kokoh dari gerbang keberangkatan terminal 2D bandara Soekarno Hatta Cengkaren...
-
Pagi ini perlu menjadi saksi dalam sidang perceraian kakakku di daerah Cibinong, dan biar hemat aku putuskan naik kereta api. Sebenarnya ...
-
Sejak tinggal di Cikarang hampir 10 tahun lalu, aku sudah sering mendengar tentang kawasan Sentul, tapi baru kali ini sempat mampir. Rup...