Showing posts with label City. Show all posts
Showing posts with label City. Show all posts

16 October 2022

Taman Menteng Bintaro - Sedikit Wajah Baru

Entah sejak kapan beroperasi, tapi ada yang baru dari Taman Menteng Bintaro, yaitu jembatan penyeberangan berubah dengan pagar yang baru dan bergaya Jepang.

Setahuku, selama pandemi, taman ini ditutup untuk umum. Ini juga terkait dengan perubahan tempat makan yang ada di seberang sungai dari taman ini, yang sebelumnya dipakai oleh Bebek Kaleyo, terus tutup. Selama pandemi, tempat itu mengalami renovasi, sehingga akses ke taman dari sisi barat tertutup.

Rupanya rumah makan itu berubah jadi restoran Jepang, Sushi Hiro, pantesan dekorasi sekitar taman jadi ikut bernuansa Jepang.

Pagi ini aku iseng jalan-jalan ke taman ini, sarapan dulu di areal parkiran dekat taman yang banyak pedagang kaki lima. Beli soto ayam saja, porsi pas, harga juga pas, kalau soal rasa sih soal selera, tapi masih mending lah. Semenjak ada pelonggaran PPKM, taman ini juga mulai ramai dikunjungi warga sekitar.

Malahan pas aku jalan mengitari taman, sempat papasan dengan tetangga rumah yang juga sedang refreshing bersama anak-anaknya di sini.

Sayangnya tempat bermain anak-anak tidak terlalu mengalami perkembangan, masih belum ada wahana baru, dan bahkan wahana lama agak kurang terawat, terutama ayunannya. Sedang untuk seluncuran yang besar, sepertinya ada sedikit perbaikan.

Entah ini seni instalasi atau sekedar untuk acara tertentu, kurang begitu jelas.



 Sebagai taman di tengah "kota", tempat ini lumayan sejuk dan rindang, jadi cocok buat sekedar bersantai murah-meriah, atau juga olahraga ringan. Tapi kalau akhir pekan ya lumayan ramai.

25 September 2022

Nostalgia di Skybridge Semanggi

Ini adalah jalan menuju skybridge (jembatan penghubung) yang menghubungkan halte Bendungan Hilir di koridor 1 ke halte Semanggi di koridor 9. Dulu, demi menghemat biaya, aku gak masalah untuk berjalan melintasi jembatan ini, sambil memandang lalu lintas di bawah dan juga pemandangan sebagian pusat kota Jakarta. Pada masanya, jembatan ini menjadi salah satu jembatan transit terpanjang, meski masih kalah dengan jembatan Dukuh Atas yang saat ini sedang direnovasi.

Secara umum tidak ada yang berubah dari jembatan ini, bentuk dan terutama lantainya masih seperti dulu. Dulu paling sebel kalau harus melintasi tempat ini, melelahkan, apalagi saat panas terik dan membawa tas yang berat, disertai kondisi pikiran yang suntuk sehabis ketemu client. 

Hari ini sih beda, justru aku enjoy jalan di sini, karena tanpa beban apa-apa, malah hitung-hitung olahraga. Di usia seperti sekarang, berjalan kaki saja sudah sangat berguna untuk membantu vitalitas, karena jarangnya kesempatan untuk bisa olahraga.


 Yang agak beda adalah kondisi di sekitar Plaza Semanggi, salah satu mall yang pernah ramai jaman dulu, bahkan sering dianggap sebagai penyebab kemacetan di daerah ini, tak terkecuali di hari Minggu. Sementara sekarang, mungkin karena pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berakhir, sekitar mall ini tampak sepi. Mirip dengan kondisi di Blok-M Mall.

18 September 2022

Sekitar Senayan - GBK

Ada yang beda dengan kawasan ini meski aku samar-samar lupa apa yang beda. Dulu sering mondar-mandir lewat sini, terutama waktu masih kerja di Cikarang tapi banyak customer di Jakarta. Setelah punya anak, terutama selama pandemi, sangat jarang lagi ke sini. Terakhir aku ingat sedang ada renovasi, apalagi terkait dengan pembangunan MRT. Akhirnya aku ingat, tempat ini dulu penuh dengan deretan pohon rindang.

Hari ini sepulang gereja aku naik MRT dan turun di halte Istora Mandiri. Jalanan tampak lebih rapi, tapi kosong dan saat cuaca cerah pasti bakal terasa panas. Kalau malam atau sore sih sepertinya nyaman nongkrong di sini.

Sempat lihat "iklan" di medsos soal Hutan Kota GBK, jadi aku penasaran seperti apa, dan apakah bakal bisa buat ngajak anak-anak. Kurang beruntung, tempat ini sedang tutup tanpa alasan yang jelas.


Aku lupa dulu tempat apa ini, sepertinya tempat olahraga, tapi saat ini sudah berubah jadi "hutan kota", yang sepertinya sih tempat komersial untuk acara-acara luar ruangan (outdoor). Saat aku lewat sedang ada acara pernikahan, entah siapa, yang pasti sih orang kaya.


Di depan GBK juga aku lihat ada yang beda, tidak ada lagi patung orang memanah, diganti dengan monumen entah apa itu, agak malas melihat dari dekat.

Tempat ini masih tampak sepi meski masih jadi favorit bagi warga jakarta dan sekitarnya untuk berolahraga.

Entah mengapa, sejauh ini rasanya kurang berminat untuk menjelajah kawasan ini lebih jauh.

Pulangnya naik bis listrik ke arah St. Tanah Abang, bisa bayar pakai emoney dan bis ini mengingatkanku pada bis di Singapore, termasuk interiornya. Cuma video iklan di dalam bis yang diputar berulang-ulang terasa sangat membosankan. Secara umum sih nyaman, apalagi pas lagi sepi dan jalanan lancar.

Melewati kawasan pasar Tanah Abang, aku agak heran melihat ada bangunan bergaya tiongkok ini, sepertinya sih kopitiam. Dulu sering lewat sini tidak pernah ingat ada bangunan ini.


 Dari bis bisa turun langsung di seberang stasiun, tinggal nyeberang biar gak perlu kelamaan mutar dan kena macet. Kawasan sekitar stasiun Tanah Abang juga sudah direvitalisasi, lebih rapi, tapi ya tetap saja semrawut dengan banyaknya pengunjung dari berbagai kalangan dan daerah sekitar Jakarta.

14 August 2022

Nostalgia : Cikini - Gang Sentiong

Seingatku, ini adalah pertama kalinya aku berada di St. Cikini, yang namanya sering aku dengar karena disebutkan dalam lagu legendaris Jali-Jali dan Keroncong Sapu Lidi. Paling-paling aku pernah lewat stasiun ini dalam perjalanan antar kota kalau berangkat dari (dan/atau tiba di) St. Gambir.  

Tapi dulu, jaman masih ngejain proyek di daerah Kramat Sentiong, aku sering mondar-mandir melewati tempat ini. Sengaja jalan kaki biar buat melepas kejenuhan selesai kerja, jalan kaki dari Jl. Kramat Raya ke Cikini, terus naik bis ke Sudirman atau Semanggi. Kadang sengaja ke sini untuk cari makan, juga sembari menunggu jalanan berkurang macetnya. 

Hari ini aku iseng mampir ke stasiun ini untuk nostalgia, dengan tujuan utama pengen ke rumah makan padang yang dulu sering aku kunjungi sepulang dari tempat customer. Ada menu favorit yaitu cumi kari berisi telur.

Sekarang trotoar tempat ini sudah terlihat lebih rapi dan nyaman dilewati pejalan kaki, meskipun tetap saja ada motor atau pengguna kendaran lain yang parkir, kadang-kadang.

Masjid Jami Al-Ma'mur, dari bentuknya tampak jelas kalau ini peninggalan jaman kolonial, dan dipertahankan sebagai cagar budaya meski dikelilingi oleh bangunan-bangunan megah dan modern. Katanya, masjid ini dibangun oleh Raden Saleh di akhir abad 19.

Ternyata rumah makan padang yang aku cari sudah tidak ada lagi, beberapa bangunan di Jl. Raden Saleh juga tampak baru bagiku. Ya sudah, karena lapar, aku cari tempat makan yang ada saja. Sempat menyeberang Jl. Kramat dulu, kebetulan melihat rumah makan khas Makasar yang sepi, jadi aku makan sop konro saja. 

Selanjutnya aku lanjut jalan ke arah St. Gang Sentiong, lumayan juga dari jalan Kramat Raya. Tidak ada kenangan khusus dengan jalan ini, hanya saja dulu pernah naik angkot lewat sini untuk menghadiri resepsi pernikahan salah satu teman Rani di daerah Rawamangun, sudah lama sekali.


 Agak lama juga menunggu kereta di stasiun ini. Aku sempat heran waktu melihat ada beberapa orang turun dari kereta yang menuju Jatinegara, terus alih-alih keluar stasiun, mereka menyeberang jalan dan menunggu kereta ke arah yang berlawanan. Ternyata mereka adalah penumpang yang hendak pergi ke St. Pasar Senen.


Update: belakangan aku baru tahu, kalau KRL dari Kampung Bandan ke arah Jatinegara, tidak berhenti di St. Pasar Senen, tapi lewat saja. Sementara kereta yang ke arah sebaliknya berhenti di stasiun itu. Jadi mereka yang dari arah Kemayoran, kalau mau turun ke St. Pasar Senen, harus turun dulu di St. Gang Sention, barulah naik kereta ke arah sebaliknya dan turun di St. Pasar Senen. Aneh juga, dan tentu saja merepotkan.

Stasiun BNI City - Jakarta

Gedung BNI sebagai salah satu bangunan iconik di kota Jakarta, tampak megah terlihat dari St. BNI City yang merupakan salah satu stasiun untuk naik kereta bandara, dari Manggarai ke Bandara Sukarno-Hatta, Tangerang. 

Sejak awal bulan ini, stasiun ini juga dijadikan sebagai salah satu perhentian KRL (Commuter Line) untuk mengurangi kepadatan penumpang di St. Sudirman. Padahal jarak stasiun ini sangat dekat dengan St. Karet. Hari ini aku iseng mengunjungi tempat ini, penasaran saja. Pulang gereja, naik MRT turun di Dukuh Atas, terus jalan kaki.

Meski sudah tidak ada lagi ajang Citayam FW, tapi zebra cross buat menyeberang jalan di tempat ini masih dijadikan ajang foto-foto bagi pengunjung. Memang tempatnya bagus, dan ditambah lagi dengan dengan adanya CFW, jadi ada nuansa "sejarah" di tempat ini.

Stasiun BNI City tampak lebih megah dibanding dengan stasiun KRL pada umumnya, maklum, harus dibuat "selevel" dengan bandara internasional, karena penumpangnya adalah mereka yang akan menuju atau berangkat dari bandara. Ruang tunggu dan segala fasilitasnya dibuat senyaman mungkin.

Tapi jarak yang cukup jauh dari jalan sudirman, apalagi kalau jalan kaki, membuat tempat ini tetap sepi dan kebanyakan orang lebih milih menunggu di St. Sudirman. 

Dari tempat menunggu kereta, bisa terlihat stasiun Karet.



 

31 July 2022

Menjelajah MRT : Lebak Bulus - ASEAN

Kali kedua naik MRT, aku ingin menjelajahi setiap stasiun yang ada di atas jalan (bukan di bawah tanah), mulai dari St. Lebak Bulus. Hari minggu penumpang MRT tergolong sepi, dan jarak kedatangan antar kereta juga cukup rapat, jadi aku tidak perlu menunggu terlalu lama.

Di setiap stasiun, aku mencoba mengambil foto pemandangan yang bisa dilihat dari stasiun (yang posisinya di atas, jadi dapat semacam "bird view"), juga pemandangan di sekitar stasiun yang aku anggap menarik. Sayang sekali, cuaca siang ini mendung kelabu, jadi pemandangan yang ada kurang begitu dramatis, ditambah lagi kameraku sudah tidak begitu bagus auto-focusnya meskipun punya optical zoom yang besar.


Dari setiap stasiun yang aku kunjungi, ada tempat-tempat yang baru aku lihat, apalagi memang aku sangat jarang menjelajah Jakarta. Setidaknya dengan adanya MRT ini, sedikit mempermudah untuk menjelajah kota, meski masih terbatas arealnya.





Stasiun Blok M agak unik dibanding stasiun lainnya, karena jalur keretanya terpisah begini. Ini membuat pintu kereta yang terbuka adalah sisi sebelah kiri, sementara untuk stasiun lain (yang bukan di bawah tanah), pintu terbuka adalah sebelah kanan.

Waktu memandang sekilas kawasan Terminal Blok-M ini ada rasa seperti tempat ini sudah berubah jauh dan terkesan asing buatku. Padahal dulu tempat ini sangat familiar, sangat sering aku kunjungi dan menjadi bagian dalam petualanganku selama tinggal di Jakarta. 


Dari stasiun terakhir, Stasiun ASEAN, bisa kelihatan persimpangan transportasi (transportation hub) yang menghubungkan beberapa jalur, cukup keren. Berada di atas sebuah perempatan, tempat ini jadi persimpangan antara jalur MRT, jalur busway koridor pertama, dan jalur BRT koridor 13, yang "melayang". Jadi ada semacam 3 tingkat jalur transportasi massa di sini, dan untuk memudahkan penumpang, ada fasilitas eskalator. Saat itu aku belum sempat menjelajah tempat ini, sudah capek, tapi pasti suatu saat aku akan ke sini. Terutama penasaran untuk naik bis di jalur koridor 13, yang melayang tinggi di atas jalan raya.

23 July 2022

Kemayoran

Penasaran, hari ini aku mencoba menjelajah (sebagian) daerah Kemayoran. Dari St. Jakarta Kota, aku naik bis TransJakarta yang ke arah Sunter. Bis melintas Jl. Gunung Sahari, belok ke jalan Angkasa, lewat Ghra Askrindo, jadi ingat dulu pernah ada client di sini dan beberapa kali meeting. Juga melintasi jembatan layang di samping gereja Reformed yang cukup megah. Turun di halte HBR Motik.

Dari halte aku jalan kaki, sepanjang jalan ada jalur pejalan kaki yang cukup lebar, tapi sepi. Ada taman tapi seperti tidak terawat juga.

Dugaanku tiang-tiang ini ditujukan untuk menghalangi kendaran (mobil, motor dsb) untuk melintas di trotoar, tapi entah mengapa begitu banyak dan posisinya termasuk acak.

Jalan layang dihias dengan cat warna-warni, khas dengan "pembangunan" Jakarta saat ini, penuh warna, berhias, instagrammable, entah apakah berdampak baik bagi kesejahteraan warganya atau tidak.

Selanjutnya aku melintas di samping Jl. Benyamin Sueb yang sangat tidak ramah pagi pejalan kaki karena susah mencari jembatan penyeberangan orang. Aneh juga, seingatku di tepi jalan ini ada jogging track yang bagus, tapi mengapa di ujungnya kondisi seperti ini ya. Setidaknya banyak pepohonan membuat tempat ini lebih asri, tidak gersang sebagaimana layaknya banyak tempat di Jakarta.

Kereta kuda sedang beristirahat di samping Jl. Benyamin Sueb. Sepertinya ini ditujukan untuk wisata, bukan untuk transportasi umum. Oh ya, aku sempat lihat ada beberapa orang duduk/nongkrong di pinggir jalan, sepertinya mereka mengharap rejeki dari orang-orang (kaya) yang lewat, meski tidak terang-terangan mengemis.

Nah, ini tujuan utamaku, cafe Roemah Sarapan. Beberapa waktu lalu Dessy menawarkan untuk ketemuan di sini, tapi karena aku "tersesat", jadinya batal dan mencari alternatif tempat lain. Makanya aku penasaran dengan tempat ini, jadi hari ini aku ke sana.

Di sini aku coba menu sop buntut bakar dan juga kopi ala V60, cuma ada varian kopi Bali Kintamani. Secara umum, rasanya lumayan, kopinya juga enak. Setidaknya gak merasa rugi dengan harga yang sekelas harga makanan di mall. Tempatnya juga cukup nyaman, setidaknya saat aku datang agak sepi, jadi tidak terlalu bising.


 Selesai makan, aku jalan lewat jalur lain, mengitari apartemen Spring Hill, terus tembus lewat underpass di bawah jalan HBR Motik. Balik lagi ke halte busway yang sama dengan pas aku datang, terus naik bis kembali ke arah St. Kota.

Kesimpulan, daerah ini agak sedikit membingungkan jika ditempuh dengan jalan kaki atau sepeda, misalnya. Selain jalan raya yang sangat lebar, tidak adanya akses menyeberang jalan yang berdekatan dan mudah.

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...