15 March 2014

Waiting at Jurangmangu Station


Sebuah kereta api ekonomi melintasi stasiun Jurangmangu menuju Jakarta. Setelah tadi berangkatnya dari stasiun Palmerah dan turun di Stasiun Sudimara, kali ini kami pulang dari stasiun Jurangmangu. Lumayan, menambah pengalaman menjelajah stasiun di wilayah Jabodetabek :) Kereta yang akan membawaku kembali ke Jakarta baru datang setengah jam lagi, jadi aku punya cukup banyak waktu buat bengong.


Wuih,... ternyata di stasiun kecil ini (lha wong kereta ekonomi antar kota tadi aja gak berhenti) ada juga sarana buat nge-charge gadget. Minggu lalu waktu di stasiun Lenteng Agung aku tidak sempat memperhatikan apakah ada yang semacam ini.


Dua petugas keamanan sedang beristirahat sebentar, mumpung kereta masih jauh :)
Menurutku stasiun ini suasananya nyaman, tenang dan teduh. Pemandangan sekeliling masih tampak hijau, jauh dari kesan kota besar meskipun sebenarnya tak jauh dari sini ada Mal Bintaro Exchange yang cukup besar.


Biasanya kalau lagi nunggu gini aku bakal menghabiskan waktu untuk membaca, browsing atau bersosial media. Tapi kali ini lagi gak minat, jadi aku habiskan waktu buat motret-motret sekeliling, sekalian nyoba ngoprek fitur kamera karena selama ini aku tahunya cuma fitur "Auto" :D

Waiting at Palmerah Station


Seorang bapak memotret anaknya, yang dengan sigap memasang wajah siaga, saat menunggu kereta api di stasiun Palmerah. Dengan maraknya kamera poket dan kamera di ponsel, aktivitas seperti ini sangat sering dijumpai. Terbukti memang hal ini bisa mengurangi kebosanan ketika menunggu.


Sementara seekor kucing dengan santainya buang air di tepi rel kereta api, di atas batu-batu. Selepas menuntaskan hajatnya, diapun pergi meninggalkan stasiun tanpa merasa bersalah.


Tangga-tangga ini disiapkan untuk membantu penumpang naik dan turun dari kereta api. Meskipun tampak sudah tersusun rapi, tapi tetap saja posisi kereta tidak selalu pas, jadinya kadang ini tidak berfungsi karena berada jauh dari pintu. Sayang sekali memang dan kurasa belum ada standard operasional yang memaksa masinis menghentikan kereta di posisi tertentu agar pas dengan tangga-tangga ini.

14 March 2014

Jakarta Before Sunset


Mentari tampak hampir tenggelam di sisi barat Jakarta. Seperti inilah pemandangan kota Jakarta menjelang senja, setidaknya sebagian Jakarta Barat, dilihat dari lantai 4 Mall Central Park.


Beberapa hari lalu waktu hendak menuju Blitz Megaplex, di salah satu lantai aku melihat sudut pandang yang cukup menarik di sisi sebelah barat mall. Makanya hari ini aku sengaja datang ke mall ini selepas jam kerja, sekedar untuk mendapatkan suasana matahari tenggelam dari tempat ini. Sayangnya foto yang aku dapat kurang maksimal karena terbentur kaca yang agak kotor. Saat memotret aku harus menempelkan lensa ke kaca untuk meminimalisir efek pantulan kaca yang kotor.


Dari sudut pandang itu aku juga baru sadar adanya jembatan penghubung antara mall dengan Tribecca yang kayaknya ada di Ground Level. Penasaran, aku langsung menuju tempat itu, siapa tahu bisa mendapat sudut pemotretan yang menarik, sambil menunggu waktunya matahari tenggelam.


Dari jembatan penghubung itu aku bisa melihat salah satu lobby apartment di sisi utara, tapi pandangan ke arah barat terhalang oleh gedung-gedung. Jadi bukan sudut pandang yang menarik karena terlalu rendah.


Akhirnya aku kembali lagi ke posisi semula. Mumpung lagi sepi, sebelumnya banyak yang berlalu-lalang menuju dan dari Blitz, berselfi/narsis dulu. Bukan aku sendiri yang mengambil foto dari tempat ini, karena aku amati, diantara beberapa pengunjung juga ada yang berhenti sejenak dan memotret pemandangan di luar. Kalau aku memang sengaja datang ke sini cuma buat motret :D


Hari mulai gelap, dan lampu-lampu mulai dinyalakan. Sore ini Jakarta sangat cerah, hanya ada awan tipis, jadinya senja kali ini kurang dramatis, meskipun tetap menyenangkan untuk dinikmati.


Oh ya, sebenarnya bagiku, yang membuat pemandangan ini terkesan adalah bentuk kubah di bagian depan dan bangunan gereja di belakangnya. Itu adalah gereja HKBP Tomang Barat. Sepertinya lain kali perlu mencoba peruntungan ketika langit lebih dramatis, dan mungkin ada areal yang lebih terbuka untuk menikmati pemandangan salah satu sudut kota Jakarta.

PS: untuk sedikit menghilangkan bercak-bercak dan buram yang ada di foto karena terhalang oleh kaca kotor, terpaksa aku mencoba beberapa aplikasi android. Setelah mencoba beberapa, aku lihat aplikasi pengolah foto dari Path yang cukup mengesankan, jadi semua foto di sini sudah aku olah (filter) melalui Path :)

03 March 2014

Impact of Kelud's Erruption


Bagian langit-langit gereja baptis Setia Bakti Kediri tampak rusak akibat dampak erupsi Gunung Kelud dua minggu lalu. Padahal gereja ini tergolong baru selesai dibangun. Semula aku pikir atapnya tidak sanggup menahan material gunung berapi, tapi menurut pak pendeta, atapnya baik-baik saja. Hanya saja ketika hujan turun dan pasir masih memenuhi atap, air tertahan oleh pasir dan berusaha mencari jalan keluar. Akibatnya air merembes dan menimpa langit-langit yang terbuat dari asbes. Nah langit-langit ini tidak tahan dengan air sehingga banyak yang jebol. Hmm... agak mirip dengan apa yang terjadi di rumah.


Meskipun sebagian besar jalan raya sudah tampak bersih dari tumpukan pasir, namun masih ada beberapa tempat dimana pasir masih terlihat teronggok, salah satunya di pasar tradisional dekat Gudang Garam. Waktu kami melintas pabrik Gudang Garam pun masih tampak terlihat aktivitas bersih-bersih atap pabrik.


Ini tumpukan karung berisi pasir yang berhasil dikumpulkan dari rumah. Hampir di tiap rumah punya "stok" pasir begini, dan kurasa mereka tidak keberatan kalau ada yang memintanya gratis, toh belum tentu kepakai. Jadi kepikiran, harusnya hal seperti ini bisa dimanfaatkan oleh RT/RW untuk mengisi kas, dengan mengumpulkan pasir dari semua warga untuk dijual ke toko bangunan. Pasirnya sendiri tampak sudah halus, beda dengan pasir yang baru dikeruk dari sungai yang biasanya masih penuh dengan kerikil. Tapi ada yang bilang, pasir ini harus menunggu sekitar 6 bulan dulu baru bisa digunakan, soalnya masih ada kandungan belerang yang dianggap tidak bagus.


... selingan ...


Salah satu bangunan di samping Stasiun Kediri, masih terlihat sisa-sisa pasir di atas gentengnya. Kalau dicermati, pembicaraan yang sering terjadi ketika sesama warga bertemu adalah "apakah rumah sudah bersih dari pasir?". Memang kalau dipikir, berbeda dengan abu vulkanik yang segera larut saat hujan turun, pasir ini cenderung bandel dan adanya air justru memperparah keadaan. 


Bahkan gedung Stasiun Kediri pun sepertinya belum diperbaiki secara total. Waktu kami datang kesana untuk pulang ke Jakarta, bagian lobi/ruang tunggu masih bocor dan air menetes di berbagai tempat ketika hujan deras turun.

01 March 2014

Unplanned Travel to Kediri


Suasana bandara Sukarno Hatta tampak tidak terlalu ramai pagi ini, dan ini untuk pertama kalinya aku mencoba armada Citilink menuju Surabaya. Perjalanan ini tergolong mendadak, karena kami hendak menengok mertuaku yang katanya sedang sakit di Kediri. Mereka kecapaikan membereskan rumah mereka dari material vulkanik kiriman dari Gunung Kelud yang meletus beberapa minggu lalu.


Kami berangkat tepat waktu dan tiba juga tepat waktu. Salut juga dengan Citilink,entah apakah ini hanya kebetulan atau memang sudah jadi kebiasaan, tapi setidaknya ke depannya kami jadi mempertimbangkan untuk kembali menggunakan Citilink. Perjalanan dari Jakarta ke Surabaya ditempuh kurang dari  2 jam.


Jam sepuluh pagi kami sudah tiba di Bandara Juanda. Dari sini kami menggunakan Damri menuju terminal antar kota. Nah, disinilah masalahnya, karena kemacetan di Sidoarjo ternyata cukup parah, termasuk di hari sabtu. Perjalanan yang tidak terlalu jauh harus kami tempuh lebih dari satu jam untuk bisa tiba di terminal Purabaya.

Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan dengan bus antar kota jurusan Surabaya - Trenggalek, memilih bus Patas. Di dalam kota masih ada kemacetan, dan lagi-lagi kurang beruntung, di daerah Jombang terjadi kecelakaan sehingga bis harus memutar arah dan memakai jalur alternatif yang lebih jauh dan sempit. Akibatnya kami baru tiba di Kediri sekitar jam 4 sore. Perjalanan yang melelahkan. Sepertinya kami akan berpikir panjang untuk kembali menggunakan pesawat kalau mau ke Kediri. Masih mendingan naik kereta api, meskipun perjalanan 12 jam, tapi sepertinya lebih nyaman.


Sampai di Kediri kami masih bisa melihat adanya pasir di atap-atap rumah, juga di pinggir-pinggir jalan. Di rumah mertua sendiri tumpukan karung pasir ada lebih dari 10 karung :) Cerita yang menyedihkan yang kami dengar adalah banyaknya korban meninggal bukan karena letusan secara langsung, tapi justru korban yang terjatuh saat membersihkan atap rumah mereka dari pasir dan material gunung berapi itu :(

Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...