21 September 2019

Jalan-Jalan ke Cisauk


Karena berulangkali El merengek minta diajak naik kereta, akhirnya aku turutin juga kemauannya, tanpa persiapan. Jadi berangkat masih pakai baju ala kadarnya, karena semula hanya niat mutar-mutar pakai motor. Rencananya aku ingin mengajak dia naik kereta sampai St. Parung panjang, terus pulang.

Pas sekali, kereta yang menuju arah Parung Panjang akan segera tiba. Aku juga baru tahu kalau sekarang di St. Jurangmangu sudah ada papan informasi yang secara akurat memberitahukan jadwal kedatangan/keberangkatan kereta sesuai tujuan akhirnya. Entah apakah semua stasiun sudah ada atau tidak, tapi ini fasilitas yang sangat berguna.


Seperti biasa, di dalam kereta El enggan untuk duduk lama, dan memilih mondar-mandir. Saat tiba di St. Cisauk, mendadak dia minta turun. Aku turutin saja. Belakangan aku baru ingat bahwa sebelumnya dia pernah diajak ke sini oleh Bunda.

Dari stasiun ini ada lorong "flyover" cukup panjang, sepertinya belum lama di bangun, masih rapi dan bersih, mungkin jaraknya hampir 1 km. Selain menghubungkan tempat parkir kendaraan, rupanya lorong ini menjadi penghubung dengan Pasar Intermoda, yang juga ada Terminal bis.


Terminal bisnya sendiri masih tampak sepi dan aku belum paham bis apa saja yang lewat tempat ini, tapi kelihatannya masih terkait dengan kawasan BSD. Saat melihat ke peta baru sadar juga kalau lokasi ini tidak terlalu jauh dari Aeon Mall dan ICE, ya meskipun kalau jalan kaki lumayan juga. Padahal sebelumnya aku sempat berpikir kalau daerah Cisauk itu cukup "pelosok", tapi tidak menyangka ada fasilitas seperti ini.


Di kawasan Intermoda ini ada pasar modern, yang masih sepi dibanding dengan Pasar Modern Bintaro Sektor 9, tapi sudah cukup banyak kios terisi juga. Bahkan foodcourtnya lumayan ramai dan makanannya bervariasi. Yang membuatku berminat adalah beberapa kedai yang menyediakan makanan non-halal hehehe, yang agak susah dijumpai di daerah Bintaro. El sempat minta beli makan mie goreng dan jus jeruk, yang tidak dia habiskan. Aku yakin, ini bukan terakhir kali aku berkunjung ke sini, soalnya penasaran pengen beli nasi campur dan B2 panggang.


Setelah negosiasi agak lama, akhirnya El mau diajak pulang menjelang maghrib. Setelah diperhatikan, bangunan stasiunnya pun lumayan modern (dan tentu saja gedung yang lama masih dipertahankan). Sepertinya daerah Cisauk tidak bisa diremehkan lagi, meskipun ya mungkin karena ada faktor BSD juga, seperti kata salah satu tetangga saat aku bercerita soal pengalaman ini. Jika kawasan intermoda tadi, termasuk tentu saja Terminal, bisa dimanfaatkan secara lebih maksimal untuk menjangkau daerah lain, tidak mustahil tempat ini akan bisa berkembang lebih pesat.

17 September 2019

Cibinong Dengan Kereta Api


Pagi ini perlu menjadi saksi dalam sidang perceraian kakakku di daerah Cibinong, dan biar hemat aku putuskan naik kereta api. Sebenarnya naik kereta api kurang praktis dari sisi jarak, karena aku harus memutar dari St. Jurangmangu -  St. Tanah Abang - St. Manggarai -  St. Bojonggede. Seandainya jalur yang sama aku tempuh dengan angkutan darat biasa, bisa jadi jaraknya dua kali lipat dari jalur bisa. Tapi kalau pakai mobil, selain mahal, juga waktu tempuhnya bisa tidak pasti karena adanya potensi kemacetan.


Aku turun sejenak di Stasiun Citayam, karena menurut peta Commuter Line ada jalur menuju St. Cibinong. Kalau dilihat di peta, ada dua alternatif tempat turun yaitu St. Cibinong dan St. Bojonggede. Karena aku pernah melewati St. Bojonggede, aku penasaran untuk naik yang ke arah jalur St. Cibinong, yang sebelumnya adalah jalur rel mati dan dihidupkan kembali sekitar tahun 2015 dan berujung di St. Nambo, Bogor. Nah, karena menurut keterangan petugas kereta, kereta menuju Nambo tidak lama lagi akan datang, makanya aku penasaran dan turun di St. Citayam yang merupakan stasiun transit (sebelumnya aku naik kereta menuju St. Bogor).

Tapi setelah berhitung-hitung, aku kembali naik kereta menuju St. Bogor dan turun di Bojonggede. Dari sana aku lanjut naik ojek biasa (tarif 25 ribu) menuju Pengadilan Negeri Kelas 1 Cibinong. Lumayan jauh juga, tapi cukup cepat dan lancar dengan motor.


Nah, pulangnya aku berniat untuk mencoba jalur Nambo, dengan naik kereta di St. Cibinong. Dari kantor pengadilan, jaraknya lebih dekat kalau dibanding dengan St. Bojonggede. Tapi ternyata, kereta baru akan tiba menjelang jam 2 siang (waktu itu jam 12 lebih dikit). Alamak, ternyata jadwal kereta yang melalui jalur ini sangat jarang, beda dengan jalur normal Jkt-Bogor yang cukup banyak. Kata petugasnya, kalau mau naik kereta dari sini memang harus memastikan jadwal keretanya dulu ... pantesan stasiunnya sepi dan terlihat beberapa orang santai saja di luar stasiun.

Alhasil, aku terpaksa naik ojek balik ke St. Bojonggede. Rugi, tapi ya lumayan dapat pengalaman dan pelajaran. Satu pelajaran lagi adalah soal ojek online vs ojek tradisional di sini. Meskipun ojek online sudah bisa diterima, tapi aksesnya tetap dibatasi khususnya untuk menaikkan penumpang. Mereka tidak boleh menjemput penumpang berdekatan langsung dengan pintu stasiun, jadi ada beberapa titik penjemputan tertentu yang jaraknya lumayan jauh dari pintu stasiun. Contohnya di St. Cibinong ini, salah satu titik jemput adalah di Indomart yang ada di Jl. Raya Bogor, dan harus jalan kaki hampir 500m dari pintu stasiun. Begitu juga di St. Bojonggede, tapi aku lupa lokasi kalau di sana. Untunglah, tidak ada batasan untuk mengantar, jadi penumpang tetap bisa diantar sampai ke pintu stasiun.


Bangunan lama St. Bojonggede yang tetap dipertahankan meskipun stasiun ini sudah mengalami sedikit renovasi, minimal ada penambahan wilayan stasiun. Sangat menyenangkan melihat PT KAI tetap mempertahankan bangunan lama, yang sepertinya kebanyakan masih peninggalan jaman kolonial, bisa dilihat juga di beberapa stasiun lama.

Btw, total waktu tempuh naik kereta dari Bintaro ke Cibinong adalah 2 jam, sementara naik taksi bisa kurang dari itu, mungkin cuma 1 jam kalau tidak macet :) Aku ingat waktu lebaran kemarin, mengandalkan Google Assistant di Google Map, jarak tempuh tetap hampir 2 jam, tanpa lewat tol. Lewat tol bakal lebih cepat lagi.

04 September 2019

Terminal 3 Bandara Sukarno Hatta


Meskipun sudah 2 tahun lebih diresmikan setelah adanya renovasi, baru sekarang aku sempat mengunjungi Terminal 3 Bandara Sukarno Hatta Cengkareng. Selama ini aku hanya mendengar dan membaca di sosial media betapa megahnya bandara yang baru ini, terutama dibandingkan dengan terminal 1 dan 2.


Memang secara arsitektur, Terminal 3 (sekarang maupun sebelumnya) dibuat dengan konsep yang berbeda dengan Terminal 1 dan 2. Sekilas ada banyak "kemiripan" dengan Terminal 3 Bandara Changi, ya mungkin memang ada beberapa teknologi yang meniru, termasuk agar lebih ramah lingkungan dan hemat energi. Tapi ya kurang pas juga membandingkan terminal ini dengan bandara lain di luar negeri. Sayangnya waktuku tidak banyak, jadi aku tidak bisa menjelajahi lebih banyak Terminal 3 ini di berbagai sudutnya.


Salah satu fasilitas baru yang ingin aku coba, dan akhirnya berhasil mencoba, adalah skytrain yang menghubungkan Terminal 3 dengan Terminal 1 dan 2. Makanya saat naik travel ke bandara, aku sengaja turun di Terminal 3 meskipun kolega yang akan aku temui mendarat menggunakan pesawat di Terminal 2. Jadi aku sempat mencoba menggunakan sky train dari terminal 3 menuju terminal 2, apalagi jarak antara kedua terminal ini lumayan jauh kalau ditempuh dengan jalan kaki.


Setelah bertemu dengan kolega, untuk bertukar laptop karena laptop yang selama ini aku pakai sudah rusak parah, kami memutuskan untuk ngobrol sambil makan siang di Terminal 3. Jadinya aku kembali naik sky train dari Terminal 2 ke Terminal 3. Sempat bingung nyari tempat makan, akhirnya kami memilih tempat makan di dalam ruang check in. Berbeda dengan ruang check in di Terminal 1 dan 2 (dan terminal 3 yang lama), setiap orang boleh masuk ke ruang check in yang cukup luas tanpa harus memiliki tiket pesawat, meskipun tetap harus melalui gerbang pemeriksaan. Ini mirip dengan yang ada di Bandara Changi.

Di dalam ruang check in ini ada banyak restoran dan cafe dan cukup nyaman, berbeda dengan foodcourt di pinggir bandara yang ada persis di daerah parkir kendaraan.


Setelah makan siang, mampir sebentar di startbuck sekadar untuk memastikan laptop yang aku terima bisa berfungsi dengan baik, sambil nunggu jadwal penerbangan pulang. Aku sendiri pulang naik travel lagi, tidak berani berlama-lama agar tidak terjebak macet di jam pulang kantor.

01 September 2019

Ronda Malam Minggu (Lagi)


Sejak enam minggu lalu, pengurus kompleks memutuskan untuk kembali mengadakan kegiatan ronda di malam minggu. Salah satu alasan adalah kurangnya tenaga keamanan sehingga khusus malam minggu secara bergilir warga melakukan ronda, sementara satpam libur. Mungkin karena sudah lama tidak ada ronda begini, banyak warga yang masih antusias. Aku kebagian di kelompok terakhir (ada 6 kelompok), masing-masing kelompok terdiri dari 7-8 orang.

Ronda kali ini lumayan meriah, cukup rame karena ada 6 orang yang ikut dengan obrolan yang ringan tapi cukup untuk menghalau kantuk, ditambah lagi suguhan kopi Bali dari pak Singgih. Sementara Opa Lestari tetap memaksa ikut meskipun sudah mengantuk, tak tanggung-tanggung, dia membawa kasur dan bantal....


Justru ulah Opa Les yang tidur saat ronda ini jadi bahan lelucon dengan membuat beragam foto, seperti pose beliau yang tidur seperti gelandangan, terus pose beliau hendak dipukul ramai-ramai (akting) dan akhirnya gantian beliau yang menghukum para pengeroyoknya hehehe. Jam 3 lebih kami baru bubar, tidak merasa beban karena bisa menikmati kebersamaan.

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...