Showing posts with label Environment. Show all posts
Showing posts with label Environment. Show all posts

31 May 2022

Hilangnya Empang Samping Kompleks

Sejak beberapa hari lalu, tampak ada aktivitas pengerukan di lahan kosong sebelah kompleks kami. Dulu lahan ini adalah rawa, dan sebagian menjadi tempat pemancingan. Setelah berganti pemilik, tempat pemancingan tutup, dan jadi kolam yang terbengkali.


 Terlepas dari kapasitas atau daya tampung resapan airnya, setiap sungai sebelah kompleks meluap, sebagian air akan masuk ke wilayan ini, menggenangi kolam dan rawa di sekitarnya. Jadi meski tidak banyak, tapi adalah sejumlah air yang ditampung sementara, tidak semua dikirim ke bawah. Tapi kalau debit air kiriman dari atas terlalu besar, ya dampaknya gak maksimal, apalagi kalau kompleks seberang sampai banjir.

Nah, sekarang lahan ini mulai diuruk, ditimbun tanah hingga ketinggian lebih dari 1 meter permukaan awal, untuk dibangun cluster perumahan. Artinya aliran sungai bakal dipaksa terus mengalir deras ke bawah. Tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pihak pengembang, karena kebutuhan/permintaan rumah tapak masih banyak. Orang-orang yang ngomel soal lingkungan yang berubah fungsi jadi lahan perumahan, pada dasarnya juga bakal lebih memilih rumah tapak ketimbang rumah susun. Jadi ya selama kita masih jadi bagian dari "penikmat" rumah tapak itu, gak perlu terlalu kencang teriak soal rawa atau danau yang diuruk.

Ya semoga saja di kemudian hari, tempat ini tidak parah banjirnya, juga tidak memperparah banjir di Ciputat Baru karena aliran air pasti ada yang terhalang dan belok ke sana.

28 February 2021

Kualitas Air di Situ Parigi

Pagi hari, banyak orang yang jalan-jalan dan berolah-raga di sekitar Situ Parigi, Pondok Aren, Tangsel. Kebetulan aku habis beli ikan di Pasar Jombang, mampir sebentar karena sudah lama gak nengok danau/bendungan ini. Seperti Situ Bungur, kawasan ini juga sudah direvitalisasi sehingga nyaman buat jalan-jalan. Cuma kali ini aku tidak sempat berkeliling, hanya menengok bendungan saja.


 Kondisi air di bawah bendungan menunjukkan kualitas air sungai yang memprihatinkan. Begitu banyak busa sabun yang terlihat, menunjukkan air sungai ini sudah tercemar, setidaknya oleh deterjen. Parah memang. 

Waktu iseng aku posting ini di Facebook, sebagian teman berkomentar ini akibat menjamurnya bisnis laundry kiloan. Bisa jadi, aku sangat ragu kalau bisnis skala kecil itu punya penanganan limbah yang bagus, paling gampang ya, -- seperti pola pikir rata-rata rakyat Indonesia --, buang saja ke selokan.

Tapi bisa jadi ini jug aakibat limbah rumah tangga, akumulasi dari limbah perumahan di selatan yang terkumpul di sungai. Tidak bisa dipungkiri, semakin banyak penduduk yang tinggal di pinggiran Jakarta. Bahkan kompleksku sendiri, termasuk rumahku, membuang limbah rumah tangga yang di selokan, yang ujungnya akan dibuang ke kali. Sudah hal yang wajar, meski bukan praktik yang bagus. 

Sejauh ini aku belum nemu solusi untuk ikut mengurangi pencemaran sungai ini. Setidaknya aku berusaha tidak membuang sampah ke sungai. Seringkali aku prihatin dengan perilaku masyarakan yang masih hobi membuang sampah ke sungai, kadang dilempar begitu saja dari atas jembatan.

09 December 2020

Turab Sungai Tahap 1

Sebelum akhir tahun, mungkin sesuai dengan target tahunan di pemkot, bronjong yang dipasang di tepian sungai sebelah kompleks dinyatakan selesai. Ternyata tidak sepanjang sungai, lagipula di bagian ujung sana masih lumayan aman, dengan pepohonan yang rindang. Selain itu tanggulnya juga tidak dibuat tinggi, jadi kalau air sungai meluap cukup banyak, seperti yang terjadi awal Januari 2020, tetap bakal membanjiri jalanan juga. Katanya sih, ini baru tahap 1, nanti akan ada tahap selanjutnya untuk meninggikan tanggul.

Ya menurutku sudah lumayan lah, apalagi biaya ditanggung pemkot, bukan dari warga. Setidaknya kami tidak terlalu kuatir kalau jalanan bakal ambles karena tergerusnya tepian sungai.

Agak aneh juga kalau melihat ada spanduk dipasang di pinggir sungai untuk mengingatkan warga agar jangan membuang sampah ke sungai. Bukankah ini wilayah kompleks (cluster) yang sebagian besar warganya mampu dan berpendidikan? Kami membayar tukang sampah yang secara rutin akan mengambil sampah di kompleks, jadi gak perlu pusing buang sampah ke mana. Jadi apakah ada yang buang sampah ke sungai? Hal dasar yang seharusnya dipahami oleh warga berpendidikan untuk dihindari.

Tapi memang, sedihnya, pada kenyataannya ada saja yang membuang sampah di sungai. Sejauh ini memang aku lihat pelakukan adalah asisten rumah tangga, tapi bukankah sang majikan seharusnya bisa menegur mereka, dan mereka bakal nurut? Entahlah, mungkin memang sang majikan juga gak peduli, meskipun kaya dan berpendidikan. Makanya pengurus memutuskan untuk memasang spanduk ini.

18 November 2020

Bronjong Pencegah Longsor Tepi Sungai

Setiap kali ada luapan air, terutama kiriman dari selatan, air sungai ini akan meluap ke kolam di tepinya, bahkan kalau kondisi parah bisa menggenang di jalanan pinggir kali. Untuk mencegah banjir jelas akan sulit karena butuh tanggul (turap) yang bisa menghalang air di sepanjang sisi, secara biaya bakal besar.

Kebetulan, ada salah satu calon walikota yang berkampanye di kompleks. Warga menyampaikan masukan (keinginan) agar dibuat tanggal/turap di pinggir kali di samping kompleks, agar kalaupun tidak bisa mencegah luapan air, setidaknya bisa menghalangi terjadinya longsor. Saat ini, pinggiran kali sudah mulai tergerus, hampir membahayakan jalan. Adanya pohon di pinggir jalan tidak terlalu membantu, karena tepiannya sudah terlalu sempit.

Untungnya, calon itu mendengarkan suara kami, dan kebetulan juga dia adalah pejabat aktif di pemkot, jadi punya wewenang untuk mengajukan proyek pemkot. Tak lama setelah obrolan di kompleks, segera ada yang melakukan survey, lanjut eksekusi dengan memasang bronjong di sepanjang tepian sungai yang ada di sisi kompleks. Sementara baru bisa direalisasikan berupa bronjong, belum bisa jadi tanggul penghalang banjir. Tapi ini sudah sangat bagus, karena setidaknya mencegar terkikisnya tepian sungai, dan mencegah rusaknya jalan karena ambles.


 Jadi teringat perdebatan antara normalisasi vs naturalisasi. Dalam kasus ini, naturalisasi sudah tidak memungkinkan lagi, tidak cukup lahan. Kalau dipaksakan, pepohonan akan ikut tergerus oleh arus sungai dan sia-sia. Jadi mau gak mau ya harus dinormalisasi - dikeruk dan dipasang penghalang buatan di tepi sungai. Sebagai jalan tengah, sementara tdak diplester (betonisasi), tapi dengan bronjong batu kali, jadi secara ekosistem sungai lebih baik.

05 May 2018

Menteng Park Bintaro


Tiga tahun lebih aku pindah ke daerah (dekat) Bintaro ini, tapi baru kali ini aku bermain dengan sengaja ke Taman Menteng Bintaro. Sebelumnya aku pernah ke Bebek Kaleyo, dan sering lewat di taman ini, tapi gak pernah bermain di dalamnya, padahal aku sering melihat banyak orang "piknik" dan olahraga di situ. Selain mall dan pasar, sepertinya ini salah satu tempat umum yang ramai dikunjungi warga sekitar.


Awalnya El menolak waktu aku ajak bermain di dalam taman. Dia memilih berjalan di trotoar seputar taman, karena belum tahu kalau ada tempat bermain di dalam taman. Setelah dia melihat sarana-sarana permainan di dalam taman ini, dia bergegas mencari jalan masuk ke dalamnya.


Meski hari libur, tapi hari ini tidak terlalu banyak pengunjung di taman ini. Jadi El bisa lumayan leluasa bermain tanpa harus berebut. Cukup lama dia menikmati perosotan yang cukup curam ini. Saat ada anak lain yang bermain, El senang saja. Meski dia belum berkomunikasi dengan anak-anak sebayanya itu, tapi dia juga tidak merasa terganggu dengan keberadaan mereka.


Hanya saja untuk bermain ayunan, El harus sedikit bersabar. Ada 3 pasang tempat ayunan di sini, karena tidak bisa dipakai bersama ya jadi harus gantian. Sebisa mungkin aku mengajak El untuk bersabar menunggu giliran, sesuatu yang masih sulit buat anak seumurannya.


Secara umum, kebersihan di taman ini cukup terjaga. Apalagi ada beberapa petugas kebersihan yang rutin membersihkan sampah dan merapikan taman. Tapi tetap saja ada (banyak) sampah berserakan di sekitar tempat duduk, padahal sudah ada banyak tempat sampah yang tersedia. Heran juga aku dengan kemalasan para pengunjung taman ini.


Banyaknya pepohonan di taman ini membuat banyak juga burung liar yang berkeliaran, terutama burung gereja, dan ada juga beberapa burung trucuk/kutilang. Nah pas aku lagi serius memotret burung yang sedang makan di pohon pinang ini, diam-diam El beranjak meninggalkanku. Waktu aku sadar dia sudah hampir 100m jauhnya, berlari sambil nyengir berharap aku tidak mengikutinya. Bandel juga ni bocah :(

Agak sulit mengajak El pulang dari sini. Setelah dia kenyang minum susu, sambil tiduran di bangku taman, dia masih ingin bermain meski sudah hampir 2 jam di sini. Pelan-pelan aku memaksanya pulang, dan akhirnya harus digendong juga.

20 April 2018

Nasib Tempat Sampah di Taman

Menurutku, hal yang wajib dimiliki dalam sebuah taman umum atau ruang terbuka untuk umum adalah tempat sampah. Kalau bisa ada toilet dan/atau tempat cuci tangan, akan lebih baik lagi. Nyampah itu sudah jadi kebutuhan dasar manusia, termasuk yang sekedar ingin santai atau main di taman.


Makanya aku cukup prihatin dengan kondisi tempat sampah di taman perumahan, yang baru saja dipasangi lampu hias. Tempat sampahnya sudah pantas menjadi sampah, dan memang sudah sempat disampahkan. Untungnya pak RT masih bersedia memenuhi usulanku untuk "memasang" kembali tempat sampah itu, meski sudah rusak parah dan berlobang.

Untuk mengatasi lubangnya, sebagai ganti aku ambil pot milik tetangga yang tergeletak di pinggir taman. Toh daripada sekedar jadi "rongsokan", mending dimanfaatkan ala kadarnya.


Saat ada waktu, aku iseng ngecat tempat sampah ini dengan cat sisa yang ada di rumah. Kinclong untuk sementara hehehe.
Masalahnya, ternyata sampah di lapangan ini BUKAN termasuk sampah yang diangkut oleh tukang sampah. Lah???? Kontraknya begitu, kata pak RT. Waduh, lha kalau ga diangkut-angkut bisa numpuk terus dong. Ah, sudahlah, pikir nanti saja.

04 June 2017

Kondisi Situ Legoso Sekarang


Melihat perubahan yang terjadi pada Situ Parigi dan Situ Rompong, membuatku penasaran bagaimana dengan Situ Legoso alias Situ Kuru, yang persis di samping kampus UIN Ciputat. Makanya waktu ada kesempatan aku mampir sejenak ke Situ Legoso. Jalanan menuju danau kecil itu sudah rapi beraspal, tidak lagi kasar bocel-bocel seperti dulu.


Tapi kondisi danau tetap tidak ada perbaikan, bahkan mungkin lebih parah. Sepertinya belum ada lagi aktivitas pengerukan, dan masih penuh sampah serta sepertinya malah makin dangkal. Aromanya? Jangan ditanya lagi, jelas tidak menyenangkan.

Mungkin ada kendala jalan akses yang memang lumayan sempit. Tapi kurasa juga karena warga sekitar, terutama pendatang, tidak terlalu ambil pusing dengan kondisi danau. Ya semoga saja pemda sudah punya rencana yang baik (dan berani tegas) demi melestarikan danau kecil ini.

26 November 2016

Petugas Kebersihan di Kompleks


Dia satu-satunya petugas kebersihan yang dipekerjakan oleh pengurus perumahan, mungkin sudah sejak tahun lalu. Aku lupa nama pastinya, entah Basra atau Basar, tapi kata tetanggaku, dia dulu preman. Aku perhatikan dia cukup rajin bekerja dan lumayan berdedikasi meskipun hanya sebagai tukang sapu. Kerjaannya selain menyapu jalanan sekitar kompleks, juga membersihkan jalan dan selokan dari rumput-rumput serta tanaman liar lainnya.


Suatu hari aku pernah ngobrol singkat dengan dia dan bercerita tentang tukang angkut sampah yang datangnya tidak pasti - kadang 3 hari, kadang 5 hari - dan membuat sampah sering menumpuk. Memang kami membayar jasa angkut sampah yang tugasnya mengambil sampah dari rumah-rumah penduduk dan membawanya ke TPS. Alasan ketidakteraturan itu karena ada masalah di TPS. Yang menarik adalah komentar bapak ini. Dia bilang, harusnya gak perlu ada alasan itu. Kan sudah ada kesepakatan kerja, yang harus diikuti apapun caranya. Wah, salut juga mendengar hal ini dari pekerja setingkat buruh yang mungkin gajinya masih dibawah UMR ini.

Dulu sebelum kami mempekerjakan dia, pengurus perumahan sering mengadakan kerja bakti, bisa setiap 3-4 bulan sekali. Tentu saja kegiatan yang kurang efektif juga kalau fokusnya untuk membersihkan lingkungan, karena selain tidak semua warga bisa ikut serta, juga dalam kegiatan itu kebanyakan diisi dengan acara santai dan ngobrol-ngobrol. Tapi memang salah satu manfaat (dan tujuan) kerja bakti adalah untuk silaturahmi agar warga bisa makin akrab dan solid. Juga untuk berdiskusi membahas masalah lingkungan bersama. Dengan adanya petugas kebersihan ini, kerja bakti jadi jarang diadakan dan warga perlu sedikit kreatif untuk mencari cara agar silaturahmi tetap bisa terjalin. Salah satunya lewat group WA.

08 September 2015

Kemarau Panjang Berdampak Pada Situ Parigi


Kangkung dan berbagai jenis rumput tumbuh subur hingga di tengah Situ Parigi.

Pagi ini mendadak aku pengen main sebentar ke Situ Parigi seusai mengantar istri ke stasiun untuk berangkat kerja. Cuaca cerah, jalanan juga tidak terlalu macet sampai di danau buatan itu masih belum terlalu panas. Agak heran melihat rerumputan makin menguasai danau dan airnya terlihat makin dangkal.


Awalnya aku sempat geregetan melihat beberapa batang pohon dipangkas dahannya sehingga sekitar danau tampak lebih gersang. Tapi aku mulai lega melihat ada beberapa pohon baru ditanam di tepi danau, kebanyakan sih pohon mangga. Lumayan, ada gerakan penghijauan yang dilakukan. Entah apakah dari pemerintah daerah atau swadaya masyarakat, aku tidak berhasil menemukan beritanya di internet.


Ternyata dampak kemarau panjang tahun ini (meskipun rasanya lama waktu kemaraunya sih masih kurang dari 6 bulan) cukup terlihat di danau ini. Sebagian besar wilayah danau tampak kering, padahal terakhir kali aku ke sini genangan air masih sedalam sekitar setengah meter lebih.

Eh, kok ada pagar bambu sampai di tengah danau itu, buat apa ya?


Sepertinya belum lama ada aktivitas pelestarian di sekitar danau, setidaknya tampak mulai banyak ditemukan tempat sampah seperti ini di beberapa sudut. Masih tampak baru dan kinclong. Selain itu juga ada beberapa bangku taman yang masih bagus catnya, cerah dan warna-warni. Kalau dilihat dari stiker yang tertempel di tempat sampah itu, kayaknya ada kaitannya dengan peringatan Hari Air Sedunia.


Gethek dan perahu saat ini tidak bisa difungsikan, lha wong airnya gak ada, seret! Jalan kaki aja dah cukup untuk menuju "pulau" di tengah danau.


Surutnya air danau membuat sampah tampak menumpuk di permukaan danau, dan juga di bagian bawah bendungan. Sampah segini banyak, dan sebagian besar sampah non organik, sumbernya darimana ya? Perlu ada sosialiasi intensif ke warga sekitar danau (termasuk warga perumahan elite di sekitarnya) agar tidak membuang sampah di sungai atau danau. Bisa?

Mungkin perlu dicoba pasang spanduk "Membuang Sampah Sembarangan Adalah Perbuatan Komunis dan Kafir" hehehe ... lebay sih :)

24 February 2015

Senja di Situ Sasak Tinggi Pamulang


Sore ini aku memacu sepedaku menuju Situ Sasak Tinggi atau Situ Pamulang atau Situ Kedaung, berharap dapat menikmati golden hour di sore yang cerah ini. Butuh waktu sekitar 30 menit bersepeda, dan aku bisa sampai tepat waktu di sisi barat danau ini, sisi yang kurang pas untuk menikmati matahari tenggelam.


Akupun bergegas memutar arah untuk menuju sisi sebelah timur danau, yang penuh dengan perumahan penduduk, baik kompleks ataupun perkampungan. Sedikit menebak-nebak arah, dan beruntung bisa menemukan jalan tembus ke tepi danau di sisi timur. Tapi pemandangan yang aku temukan di sana membuatku prihatin.


Selain jalan tembus yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua, sebenarnya sekitar danau sudah ditutup oleh tembok. Tapi di samping tembok, persis di tepi danau justru menjadi tempat sampah umum. Kalau dilihat dari kantong-kantong plastik yang menggantung di pagar itu, besar kemungkinan warga secara asal-asalan melempar sampah dari luar pagar. Geleng-geleng juga melihatnya. Melihat lokasi tempat sampah ini, kecil sekali kemungkinan pemerintah daerah akan secara rutin membersihkan sampah itu. Tapi entahlah.


Dari sebelah timur pemandangan senja tampak menarik, meskipun kurang begitu dramatis karena adanya jalan raya dengan beberapa perumahan di sekitarnya. Apalagi ada semacam "pabrik" di sana, entah bangunan apa, cukup besar.


Sayangnya di sisi timur danau ini tidak semuanya ada jogging track atau jalanan yang cukup nyaman. Jogging track yang ada cuma sedikit, selebihnya masih tanah biasa yang cenderung becek, sebagian ada tanaman kangkung. Meski demikian tetap saja banyak pemancing yang memanfaatkan tempat itu untuk memancing. Sayangnya langit sudah mulai makin gelap jadi aku tidak sempat menjelajah lebih lanjut. Mungkin lain kali.

Situ Regoso, Satu Lagi Danau Terbengkalai


Ternyata di daerah Rempoa ada satu lagi danau yang terdaftar di DBMSDA Pemkot Tangerang Selatan. Pagi ini aku menyempatkan diri untuk mampir, lokasinya mudah ditemukan apalagi di website DBMSDA ada peta yang cukup jelas. Mungkin aku pernah lewat tempat ini, tapi gak sadar kalau ada danau. Tempatnya tersembunyi di belakang sebuah kolam pemancingan dan deretan rumah penduduk.


Kondisi danau ini nyaris sama memprihatinkan dengan Situ Legoso. Arealnya sudah sangat menyempit, terhimpit pemukiman penduduk, baik perumahan elit maupun (terutama) perumahan ala kadarnya.


Beruntung, pemandangan di sini masih sedikit lebih menarik dibanding danau di balik kampus UIN yang megah itu. Apalagi ketika matahari bersinar cerah seperti ini. Menurut website ini, http://dbmsda.tangerangselatankota.go.id/index.php/situ/85-situ-rompong, luasnya masih 15ha, itu data tahun 2011. Kalau memang data itu benar, minta ampun deh. Lha ini aja luasnya lebih sempit daripada Situ Bungur yang gak nyampe 4ha. Ini yang buat data pakai cek dan ricek gak ya, lha wong kalau dilihat di peta yang ada di website itu juga luasnya gak seberapa.


Persis seperti Situ Legoso, dan situ-situ lainnya, pinggiran danau ini jadi tempat pembuangan sampah. Tapi masih tidak separah kondisi di Situ Legoso lah, pokoknya Situ Legoso mah situ paling parah hehehe (ups, ada dua situ yang belum aku kunjungi). Di sini juga belum dibangun jogging track atau pembatas atau tanggul yang cukup memadai. Jadi agak membingungkan proyek apa yang dikerjakan oleh Bina Marga di sini.


Menurut aturan, jarak sempadan bangunan dari danau adalah 50 meter, tapi ya terbukti banyak bangunan penduduk yang mepet dengan danau. Bangunan inipun terpotret jelas di website Bina Marga tersebut. Kok gak ada penertiban? Simple, gak ada dana dan kepentingan hehehe ... #ngawur.

Rapatnya pemukiman warga dengan danau ini membuatku tidak bisa banyak mengeksplorasi danau dari sudut lain, soalnya agak sungkan juga. Agak risih juga tahu-tahu nongol di pelataran rumah orang terus foto-foto, dah gitu gangnya sempit-sempit pula.


Pemancing adalah orang yang selalu aku temui di setiap danau. Murah meriah, gak perlu bayar, dan yang pasti lebih menantang karena belum tentu mendapat hasil. Kalau mancing gampang dapat ikan, mendingan beli aja di pasar hehehe, kan justru tantangan memancing adalah bagaimana melatih kesabaran untuk mendapat ikan. Kecuali kalau memancing sebagai  mata pencarian utama, ya harus di tempat yang gampang dapat ikan.


Bonus:
Ini bukan Situ Rompong, melainkan "terduga" Situ Kayu Antap yang sudah sirna. Situ Kayu Antap ada dalam daftar 9 situ di Tangerang Selatan, tapi gak masuk ke dalam website Bina Marga Pemkot Tangsel. Berbagai berita mengabarkan adanya pencaplokan oleh salah satu pengembang properti di sini. Cukup lama aku putar-putar di sekitar Rempoa mencari keberadaan danau ini, namun gak ketemu. Kalau melihat di peta dan menebak-nebak dari informasi di Google sih sepertinya tempat ini, yang dikelilingi oleh tembok.

24 November 2014

Situ Legoso (Kuru), Yang Terlantar Di Antara Kaum Terpelajar


Sekilas memandang tempat ini, sama sekali tidak tampak menyerupai danau (atau situ dalam bahasa setempat). Lebih mirip rawa, genangan air, atau kolam yang tidak terawat. Beragam jenis sampah mengapung dan juga tenggelam di air yang warnanya sudah hitam keruh, entah berapa lagi kedalamannya. Tapi begitulah kondisi Situ Legoso, atau Situ Kuru, yang ada di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan ini ... (masih) menyedihkan.


Ini danau kedua yang aku kunjungi, setelah Situ Bungur dekat rumah, dari sekitar 9 danau yang katanya masih ada di kawasan Tangerang Selatan. Danau yang menurut data pemerintah luasnya 4 hektar ini, sekarang luasnya sudah tinggal sekitar 4 ribu m2. Itupun akan makin menyempit lagi dengan adanya klaim dari warga (entah warga mana), baik berupa bangunan, pengerukan, pagar ataupun kolam ikan. Jelas sekali, alih fungsi lahan danau ini pasti dilakukan oleh orang mampu dengan dalih ekonomi, dalih yang sebenarnya dilandasi oleh keserakahan, keegoisan dan kemalasan. Orang misikin, wong cilik, gak akan mampu bikin bangunan permanen, gak punya duit. Apalagi sudah ada papan-papan larangan dari pemerintah, jadi jelas warga yang melanggar pasti punya duit cukup untuk menyuap kesana kemari.


Penyerobotan lahan bukanlah satu-satunya isu. Danau ini tampaknya bukan lagi jadi cadangan air (bersih), ataupun tempat resapan air, tapi jadi tempat penampungan sampah. Terutama sampah cair, tapi juga sampah-sampah besar. Aku lihat beberapa selokan dan sungai kecil bermuara di sini, dan pastilah limbah-limbah rumah tangga dan warung di sekitar ini akan berkumpul di sini terlebih dahulu. Tidak heran kalau air di danau ini berwarna gelap.


Melihat bangunan-bangunan di sekitar danau ini, terlintaslah sebuah jargon populer "Kebersihan adalah sebagian dari iman". Atau yang pernah aku lihat di salah satu spanduk di depan rumah ibadah "Jangan mengaku beriman kalau tidak bisa menjaga kebersihan". Kalau ditanya ke penduduk sekitar danau ini, entah penduduk asli atau pendatang (termasuk mahasiswa), pastilah mereka mengaku sebagai golongan beriman.


Benar-benar kondisi danau yang sudah tidak pantas. Mungkinkah keadaan ini sengaja dibiarkan supaya ada alasan untuk "membenamkan" danau ini menjadi lautan beton? Entah.

Aku googling sebentar dan nemu beberapa berita yang mengulas tentang danau ini. Katanya pemkot Tangsel sudah berencana merevitalisasi danau ini (sudah dimulai sejak beberapa bulan lalu). Katanya juga, pihak UIN juga sudah mengajukan surat permohonan ke pemerintah untuk mengelola danau ini, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial. Katanya juga warga masyarakat (asli) sekitar ini juga jengkel dengan maraknya bangunan yang ada, yang katanya kebanyakan dilakukan oleh pendatang. Rumor-rumor itu, ya masih rumor dan rencana kalau menilik dari kondisi saat ini, jelas sedikit memberi harapan. Tulisan yang cukup lengkap bisa ditemukan di blog berikut : Save Situ Legoso di Kota Tangsel! Penyerobotan Lahan Terus Berlangsung.

Yang mungkin agak ironis, atau ya sedikit disayangkan, adalah fakta bahwa kawasan ini berada di lingkungan akademis, dalam hal ini kampus UIN. Sepintas aku melewati jalan Pesangrahan, tampak aktivitas para mahasiswa dan banyak sekali warung-warung makan serta tempat usaha yang menunjang aktivitas kampus. Mungkin mereka tidak sadar, atau tidak peduli kalau keberadaan tempat usaha itu sedikit banyak juga berkontribusi dalam rusaknya lingkungan danau ini. Sebagai mahasiswa, kaum terpelajar, ada kesan abai (ignorance). Maaf kalau terkesan menggurui atau menghakimi, tapi ini kesan yang aku tangkap. Mungkin mahasiswa merasa gak punya kemampuan apa-apa untuk memperbaiki lingkungan di sini, benarkah?

Aku juga gak bisa berbuat banyak, selain menulis dan mengkritik. Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah "memboikot", memilih untuk tidak makan di warung-warung sekitar danau ini, ataupun menggunakan jasa dari kios2 di sekitar danau, apalagi kalau terbukti bangunan yang dipakai dibangun dengan menyerobot lahan danau, dan melanggar batas sempadan. Ya sudah, untuk sementara tinggal nunggu ketegasan dari pemerintah saja.

Pesan untuk mahasiswa, kalau tidak bisa ikut bersih-bersih atau membereskan danau ini, minimal boikotlah, beri sanksi sosial secara tidak langsung pada pihak-pihak yang ikut andil dalam merusak lingkungan ini. Contoh sederhana, jangan ngekost di sekitar danau, dan gak perlu makan di warung-warung sekitar danau.

28 April 2012

Wash Your Hand Here!


Ide yang bagus dari pihak RT/RW/Kelurahan di Bendungan Hilir ini, menyediakan tempat cuci tangan bagi warga di sepanjang jalan kampung. Yang penting program ini bukan hanya dalam rangka lomba antar kampung saja, tapi bisa konsisten dan terawat. Dan yang penting lagi, air yang disediakan juga bersih :)

27 April 2012

Garbage Full River


Tumpukan sampah terhampar di bawah jembatan di sebuah sungai di Pengumben Jakarta. Pas iseng aku tengok, sungai sudah mengalami pendangkalan. Wajar saja jika sungai meluap dikit saja banjir bakal menimpa warga. Kok bisa sampah segitu menggunung? Apa pemerintah yang mbuang sampah ke sungai???

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...