31 December 2016

Senja Terakhir 2016


Anak-anak bermain bola di lapangan kompleks di hari terakhir tahun 2016, sementara matahari sudah hampir tenggelam. Sebelumnya langit tampak sangat mendung, tapi berangsur-angsur awan makin memudar.


Aku perhatikan cahaya senja tampak indah, jadi aku putuskan untuk naik ke atap rumah biar bisa menikmati senja terakhir tahun ini. Sudah lama aku gak nongkrong di atap rumah untuk sekedar menikmati senja ataupun fajar menyingsing, dan hari ini aku punya kesempatan yang tidak ingin tersia-sia. Beberapa rumah sudah tampak lebih tinggi dibanding sebelumnya,dan satu pohon yang dulu menghiasi sebelah barat kompleks sudah menghilang.


Syukurlah, langit senja kali ini terlihat sangat indah, dihiasi dengan siluet pepohonan cemara yang masih tersisa. Selamat tinggal tahun 2016. Beberapa tahun lagi mungkin pemandangan ini akan berganti dengan siluet beton-beton menjulang. Mungkin.


Kucing ini "menemaniku" selama aku berada di atas genteng menikmati matahari terbenam. Tentu saja dia tidak henti-hentinya mengeong dan menggesek-gesekkan kepalanya ke kakiku, merayu minta makan. Setidaknya aku tidak sendirian di atap genteng hehehe.

Selamat tahun baru 2017, pus!

29 December 2016

Sisa-sisa Liburan, Disimpan Sayang


Sampai di rumah eyang, El masih belum bisa langsung beradaptasi dan rewel. Bahkan saat aku ajak naik kereta dorong dia tampak tidak suka. Ini tampang dia sehabis nangis karena digendong neneknya :)


Betapa senangnya El bermain payung di cakruk dekat rumah eyang, sampai-sampai dia akan marah histeris ketika aku ambil payungnya. Cukup lama dia bermain di sini, dan terpaksa aku ajak pulang karena mulai mendung. Tentu saja dia marah-marah dan sempat memberontak saat digendong pulang.


Makam boncolono yang "bersejarah" pun tidak terhindar dari tindakan corat-coret norak tak bertanggung jawab seperti ini. Tidak terlalu mencolok, tapi tetap saja bikin kotor.


Ada dua manfaat yang bisa didapat saat kakek mendorong stroller ini. Pertama dia bisa bermain dengan cucunya, kedua dia bisa melakukan terapi berjalan untuk melatih otot-otot kakinya. Meskipun awalnya El belum bisa akrab dengan kakeknya ini, tapi dia santai saja karena tidak begitu menyadari siapa yang mendorong keretanya. Enjoy saja.


Menara Asmaul Husna yang sedang direnovasi, tetap tampak mencolok sebagai bagunan tertinggi di sekitarnya. Menara ini, sesuai namanya, memiliki tinggi 99 meter dan diklaim sebagai menara masjid tertinggi se-Indonesia.



Beberapa bunga koleksi neneknya El, tampak terawat dan mekar indah di halaman.


Aku cukup antusias mendapati adanya jalur khusus sepeda di kota Kediri ini, jalur yang sepertinya baru saja dibuat. Sayangnya, saat siang hari aku tidak melihat jalur ini dimanfaatkan dengan maksimal. Tidak banyak sepeda yang berlalu-lalang di kota ini, dan jalur ini dipakai untuk parkir mobil. Ironis, meskipun langkah ini patut dihargai, semoga saja bukan sekedar proyek untuk menyerap anggaran di akhir tahun.


Gak sabar ingin segera mencicipi buah jeruk, akibatnya ya cuma dapat rasa pahit hehehe.


Sehari sebelum pulang sudah mulai beberes, siap-siap mengepak barang. Liburan sudah hampir usai :)


Masjid di sebelah timur rumah adalah pemandangan yang sangat akrab dan iconic yang selalu kunikmati setiap kali aku berkunjung ke sini. Sebelumnya aku selalu bermain (nonton tivi) di lantai atas, tapi berhubung ada El, kali ini kami tidur di lantai bawah dan menghabiskan sebagian besar waktu di bawah. Aku baru menengok lantai atas menjelang pulang, sekedar memastikan apakah ada yang berubah dari pemandagan di teras atas.


Ada tetangga yang punya banyak burung dara di rumahnya, dilepas begitu saja sehingga berkeliaran juga di rumah-rumah tetangga. Menurutku ini pemandangan yang bagus. Tapi tidak bagi para tetangga, karena bagi mereka, burung-burung dara ini bisa merusak genteng rumah. Makanya salah satu tetangga bergegas mengusir burung-burung itu saat mereka bertengger di atap rumahnya.


Patung harimau di kebun buah yang ada di lereng gunung Klotok, sebelah selatan tak jauh dari Gua Selomangleng.


Seingatku aku belum pernah melihat lebah berwarna kuning. Makanya saat aku melihat lebah ini terbang di rerumputan, aku paksakan untuk memotretnya meskipun dengan susah payah sambil menggendong El. Hasilnya kurang maksimal, tapi lumayan lah sekedar untuk dokumentasi :)


Tarif masuk kawasan Gua Selomangleng. Aku lupa apakah aku pernah membayar untuk masuk ke tempat ini karena seingatku aku asal masuk saja. Tarif dewasa 4000 rupiah dan tarif anak 2000 rupiah.


Kakek sedang memeriksa kamera DSLR miliknya yang masih bisa digunakan meskipun auto focus-nya sudah tidak berfungsi dengan baik. Jadi untuk memakai kamera ini harus benar-benar mengandalkan focus manual.


Kereta ke Jakarta sudah hampir datang, tepat sesuai jadwal yang tertera di tiket.


El sedang menikmati biskuit dalam perjalanan pulang ke Jakarta, lumayan dia sudah bisa memegang sendiri dan memakan dengan benar biskuit itu, meskipun tetap saja ada yang berceceran.

Liburan : Bermain di Cakruk


Selama liburan di kampung, El senang sekali kalau bermain di cakruk. Cakruk alias pos ronda atau pos kamling memang masih banyak ditemukan di desa-desa. Meskipun kadang bercitra negatif karena sering dipakai buat nongkrong gak jelas, tapi selama liburan aku dapatin cakruk-cakruk ini sering kosong.

Kebetulan ada cakruk di dekat rumah neneknya, yang kata Andre sudah ada sejak lama. Cakruk ini masih terawat meskipun ada debu/pasir yang menempel, tapi gampang dibersihin. Makanya aku santai saja waktu asyik bermain sendirian di sana. Seringkali dia terlalu asyik bermain di cakruk dan ogah diajak pulang.

Pas hari terakhir kami bermain di sana, ada tetangga yang menyapa sambil tersenyum. Di luar dugaan, El membalas dengan tersenyum ceria. Padahal kami sama-sama tidak saling kenal. Biasanya El cenderung diam saja kalau bertemu dengan orang yang belum dia kenal. Bahkan dengan kakek-neneknya, yang notabene waktu bayi pernah merawatnya, awalnya El tidak mau mendekat. Kalau di kompleks pun, meski sering berpapasan dengan orang-orang tertentu, El cenderung pendiam. Mungkin karena suasana hati sedang senang, sehingga dia bisa ramah dengan siapapun termasuk orang baru.


Ini cakruk di lokasi yang berbeda, meskipun masih tak jauh dari rumah nenek, tampak seperti baru saja dicat, mungkin ada program dari pemda di akhir tahun, ya biasalah untuk target penyerapan anggaran hehehe.


Kalau ini cakruk waktu berkunjung ke Nganjuk, juga tak jauh dari tempat saudara. Lebih sederhana, hanya beralas bambu, tapi El tetap senang bermain. Pada dasarnya El sudah ingin banyak bermain di lantai/tanah, bosan kalau digendong atau hanya di kursi.

28 December 2016

Liburan : Kebun Buah


Di hari terakhir liburan di kota ini, ibu mertua mengajak jalan-jalan ke salah satu kebun buah yang ada di lereng Gunung Klotok. Katanya beliau sering jalan-jalan sampai ke tempat ini dan membawa pulang buah-buahan, khususnya jambu biji dan pepaya.


Di kebun ini kita bisa memilih dan memetik sendiri buah-buahan yang ada langsung dari kebunnya. Tentu saja tetap harus membayar sebelum menikmati buah itu. Ternyata sang pemilik kebun dulunya tinggal di daerah yang sama dengan tempat tinggal mertuaku sebelum mereka pindah. Jadi waktu ngobrol mereka sempat membicarakan orang-orang tertentu di kampung yang sama, tapi mereka sendiri tidak pernah saling kenal sebelumnya.


Sayangnya aku lupa nama kebun buah ini, yang jelas di deretan yang sama dengan Goa Selomangleng, ke arah selatan dan bisa ditempuh dengan mobil, meskipun hingga saat ini jalan masuknya hanya cukup untuk satu mobil. Melihat isi tempat ini, sepertinya pihak pengelola sudah menyiapkan lokasi ini menjadi tempat agrowisata alternatif di kota Kediri.

26 December 2016

Liburan : Nganjuk


Salah satu "ritual" wajib saat liburan akhir tahun adalah berkunjung ke Nganjuk, silaturahmi dengan keluarga istriku yang memang berasal dari sana, khususnya dari pihak ibu mertua.

Sepanjang jalan El gak bisa anteng dan akhirnya tertidur saat sampai di tujuan, meskipun hanya sebentar. Selanjutnya dia sempat bermain-main di sekitar rumah, melihat ayam, sapi suasana pedesaan. Sayangnya dia gak mau aku ajak jalan-jalan lebih jauh, karena lebih tertarik bermain di cakruk dekat rumah saudara.


Saat terdengar iringan lagu campursari, aku pikir ada yang sedang hajatan. Ternyata alunan lagu itu berasal dari toko keliling yang menjual berbagai macam barang kelontong, termasuk juga baju. Sang penjual tidak perlu berteriak-teriak menawarkan barang, cukup memarkir mobilnya di cakruk dan satu per satu warga berdatangan dari gang-gang kecil di kampung ini. Sepertinya aktivitas ini sudah rutin dan warga juga sudah hafal. Malahan dalam sehari tidak cuma satu, setidaknya aku sempat melihat mobil seperti ini dua kali, entah apakah mobil yang sama atau beda.

Kemungkinan besar, sistem pembayarannya menggunakan cara kredit, yang waktu kecil aku kenal dengan mendring. Mendring sendiri adalah tukang kredit, dan biasanya juga sambil berjualan barang yang dibayar dengan cara cicilan, pakai bunga tentu saja.


Timot sudah sangat aktif dan selama bertandang di sini, sebagian besar waktu dia pakai untuk bermain dengan Om Andre dan juga memanjat tiang ini. Dia juga sempat minta dibelikan es tebu dan habis  sekitar 3-4 gelas :D

Liburan : Jalan Pagi di Desa


Serombongan buruh tani wanita diantar dengan truk roda tiga menuju areal persawahan di lereng gunung Klotok, sekilas mereka tampak bahagia. Meskipun petani ndeso, baju yang mereka kenakan berwarna-warni hehehe.

Pagi ini aku mengajak El jalan-jalan pagi, dengan kereta dorong, menuju areal persawahan tak jauh dari rumah.


Kami tidak sendirian, karena ada beberapa rombongan keluarga yang juga sedang menikmati suasana pedesaan di pagi yang sejuk-hangat ini. Gundukan tanah yang paling dekat itu adalah bukit Maskumambang, sedangkan di belakangnya adalah Gunung Klotok.


Sepertinya ini alat perontok padi, entah masih berfungsi dengan baik atau tidak, soalnya bentuknya sudah tampak sangat berkarat gini. Perlahan tapi pasti, areal persawahan di Pulau Jawa berubah beralih fungsi menjadi bangunan, entah untuk tempat usaha atau pemukiman penduduk. Pemerintah dan tenaga ahli pertanian di negeri ini harus mulai lebih memikirkan lagi industri pertanian yang lebih baik, mengatasi keterbatasan lahan yang ada. Penggunaan teknologi tepat guna dan peningkatan pendidikan bagi petani mungkin bisa jadi salah satu alternatif yang perlu ditingkatkan.


Di lapangan dekat sawah sedang ada anak sekolah yang berkemah dan pagi ini mereka sedang senam pagi bersama.


Foto ini aku ambil kurang dari 5 menit sebelum akhirnya El tertidur, tidak sampai setengah jam perjalanan. Jadinya jalan-jalan berhenti sampai sini dan kamipun pulang.


Panorama areal persawahan di lereng Gunung Klotok, Kediri, dihasilkan oleh Google Photo yang secara otomatis menggabungkan beberapa foto yang ada. Jadi gak perlu capek-capek ngepas-pasin sendiri untuk bikin foto panorama :D

25 December 2016

Liburan : Ibadah Natal


Dua pelayan gereja sedang menyalakan lilin, sebagai salah satu bagian acara kebaktian Natal tahun ini. Ini adalah ibadah sore di GBI Setya Bakti, yang biasanya hanya menjalankan ibadah Natal satu kali pada jam 5 pagi. Tapi berhubung ini hari Minggu, kebaktian sore hari juga diadakan.


Semula kami terkejut waktu melihat banyaknya jemaat yang datang di kebaktian sore ini. Tapi ternyata separuh lebih pengunjung adalah paduan suara warga yang tampil dalam ibadah ini hehehe...
Mereka memenuhi sebagian besar tempat duduk di barisan depan.


Sementara jemaat lainnya, termasuk keluarga kami, lebih memilih duduk di barisan belakang, tipikal sekali, terutama karena datang terlambat #duh


Seorang warga sedang menyuapi anaknya di halaman depan gereja. Anak-anak cenderung tidak betah berlama-lama duduk diam di ruang ibadah dan lebih memilih bermain di luar. Begitu juga dengan El, yang akhirnya aku gendong ke luar gereja daripada heboh mengganggu kebaktian.


Pulang ibadah tak lupa foto-foto di tempat yang memang sudah disediakan. Di jaman media sosial ini, hampir setiap kegiatan menyediakan spot khusus untuk berfoto ria, memberi kesempatan pengunjung untuk mengambadikan momen dan mengungahnya ke media sosial.

Liburan : Bukit Maskumambang


Pagi-pagi, apalagi karena ini hari Minggu dan juga hari libur, beberapa warga tampak berjalan-jalan di sepanjang jalan menuju Gua Selomangleng, Kediri. Sebagian sekedar berolah raga, ada juga yang membeli sarapan di warung-warung yang ada di sepanjang jalan, kebanyakan jualan pecel khas Kediri.

Pagi ini kami tidak langsung pergi ke gereja untuk mengikuti ibadah Natal. Alasannya, karena masih kecapekan. Apalagi semalam El memaksa kami begadang dan tidur hingga lewat dini hari (lagi). Padahal khusus untuk hari Natal, ibadah gereja dimulai jam 5 pagi, yang memaksa kami harus mulai siap-siap sebelum jam 4. Kami menyerah dan memilih melanjutkan istirahat pagi ini dan memutuskan untuk mengikuti ibadah sore saja. Meskipun kurang istirahat, tapi pagi ini aku merasa cukup bugar dan ingin memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan pagi.



Ini adalah Gereja Baptis Indonesia (GBI) Bukit Pengharapan, gereja kecil yang ada di lereng Gunung Klotok. Aku iseng mampir ke tempat ini, sekedar ingin tahu bagaimana gereja kecil ini merayakan Natal. Gereja masih sepi, saat aku lewat cuma ada 2 orang yang berjaga-jaga, karena ibadah memang baru akan diadakan jam 7 pagi, masih satu jam lagi. Aku bersalaman dengan bapak penjaga gereja dan sedikit berbasa-basi.

"Ini terpal memang dipasang setiap hari Minggu?", tanyaku.
"Oh tidak, hanya untuk perayaan Natal saja", jawabnya sambil tersenyum.
Sebenarnya aku ingin bertanya lebih banyak lagi tentang gereja ini, tapi aku masih merasa ragu dan canggung. Mungkin lain kali kalau ada kesempatan.


Bukit Maskumambang adalah bukit kecil yang ada di samping Gunung Klotok, di sebelah barat kota Kediri. Di bagian selatan bukit ini kita bisa menemukan banyak kuburan Tionghoa, tersebar tidak beraturan. Kalau dilihat dari tanggal-tanggal yang ada di makam-makam tersebut, aku yakin penggunaan lahan ini sebagai kawasan kuburan, khususnya untuk warga Tionghoa, sudah lama dilakukan. Sayangnya semakin lama makin banyak rumah yang dibangun di sela-sela makam, sangat kacau. Aku yakin, rumah-rumah itu dibangun tanpa ijin, kalaupun ada ijin, pasti ada sesuatu yang tidak benar. Aneh sekali bisa membangun rumah diantara makam yang tidak ada hubungan dengan pemilik rumah. Rumah-rumah itu juga ada yang dijadikan kontrakan, seiring dengan berkembangnya kawasan itu menjadi kawasan pendidikan. Kacau.


Ini adalah Pura Penataran Agung Kili Suci, dilihat dari arah belakang. Seingatku aku belum pernah melihat pura ini dari dekat. Ada yang bilang, Kediri cocok untuk menjadi wisata ziarah bagi warga Hindu Bali, karena banyak tempat-tempat bersejarah yang terkait dengan ibadah agama Hindu, khususnya dari peninggalan jaman kerajaan dulu. Menurut rumor, ada situs-situs bersejarah semacam candi, yang sengaja "disembunyikan" keberadaannya, karena terlanjur berada di kawasan penganut agama lain. Padahal kalau bisa digali lebih banyak, situs-situs itu bisa jadi kawasan wisata yang justru mendukung perekonomian warga.


Enam tahun lalu aku pernah "mendaki" Bukit Maskumambang sendirian, karena tidak ada yang mau menemani, dan kali ini aku mengulanginya. Tidak sulit untuk mendaki bukit ini karena pemerintah sudah menyediakan tangga yang rapi dan terawat. Kali ini aku menyempatkan diri menghitung jumlah anak tangga yang ada. Dari hasil perhitunganku, ada 413 anak tangga dari bawah hingga ke bagian paling atas bukit. Selain itu masih ada lagi tangga menurun sebanyak 42 anak tangga ditambah tangga naik 14 anak tangga untuk menuju ke makam Boncolono.

Seingatku, saat aku pertama kali mendaki bukit ini enam tahun lalu, pendakian tidak terlalu menguras tenaga. Capek, tapi ya masih biasa. Kali ini, aku butuh 3 kali istirahat sebelum akhirnya mencapai puncak. Umur tidak bisa bohong, tapi yang jelas memang belakangan aku sangat jarang berolahraga, ditambah lagi kemarin aku kurang istirahat (alasan yang lengkap hehehe).


Pemandangan dari atas bukit memang tidak terlalu menakjubkan, tapi tetap saja indah. Hamparan sawah hijau diselingi perumahan cukup memanjakan mata dan memberi kesegaran (refreshing). Di arah timur tampak samar-samar kota Kediri yang dilalui oleh Sungai Brantas. Di sebelah utara ada gedung yang baru dibangun, rencananya memang di lokasi itu akan dibangun sebuah politeknik.


Beragam bunga liar bisa ditemukan di bukit ini, ditambah dengan beragam kupu-kupu dan serangga lainnya ikut menambah keindahan tempat ini. Gak rugi lah berlelah-lelah sedikit untuk menikmati pemandangan dari atas bukit, termasuk menikmati udara yang bersih dan segar. Sesekali ada kicauan burung, tapi tidak terlalu banyak.


Seperti saat pertama naik ke bukit itu, saat pulang aku sengaja mengambil jalur jalan setapak menuju ke lereng sebelah timur. Dulu jalan setapak itu tampak jelas dan begitu mudah dilalui sehingga aku tidak ragu atau takut kesasar. Tapi kali ini jalannya tampak kecil dan nyaris tertutup rerumputan, mungkin karena sudah jarang ada yang melewatinya.

Melalui jalan setapak itu bisa sampai ke PDAM dan kalau dulu aku memilih belok kanan dan berujung ke areal pemakaman Tionghoa, kali ini aku penasaran dan memilih belok kiri. Eh ternyata masuk ke kawasan SMAN 5. Saat itu sekolah lagi sepi karena hari libur. Untunglah saat aku melewati gerbang, penjaga sekolah cukup ramah menyapaku tanpa curiga.

Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...