27 November 2020

Timun

Akhirnya muncul juga satu buah ketimun. Senang melihat sayuran satu ini bisa tumbuh subur dan lebat di "lahan" seadanya, pot mungil bekas kaleng biskuit. Menjalar kemana-mana, daunnya lebat dan banyak bunganya.

Sayangnya aku kurang pandai belajar soal pupuk, jadi tidak bisa merawat tanaman ini dengan baik. Apalagi ternyata, karena di dalam ruangan, cahaya matahari yang didapat sepertinya kurang maksimal, jadi buahnya jarang muncul. Namanya juga belajar gak serius, untung-untungan saja sembari mengisi waktu luang.

 

26 November 2020

Kucing LIar dan Anak-anaknya

Setelah sebelumnya ada kucing liar beranak 4 ekor di plafon rumah, kali ini giliran kucing warna telon ini membawa anak-anaknya ke teras. Sebelumnya ada 4 juga, tapi saat ini tinggal 3. Salah satu anaknya sakit matanya, dan bisa copot sendiri.

Suatu hari terdengar lengkingan anak kucing di teras. Awalnya aku cuekin karena mereka biasa bermain heboh, layaknya anak-anak kecil. Tapi lama-lama terdengar aneh suaranya, seperti kesakitan. Pas aku tengok, ternyata salah satu anak kucing ini terjepit di rak sepatu. Dia bermain menelusup ke bawah rak, tapi akhirnya terjebak karena terlalu sempit dan susah keluar. Saudara-saudaranya ingin menolong tapi gak sanggup, jadi berisik doang. Jadi aku harus sedikit mengangkat rak sepatu ini untuk melepaskannya.


 Sepertinya tertular oleh saudaranya yang sakit mata, salah satu anak kucing ini juga matanya jadi bengkak. Btw, aku sengaja letakkan pasir untuk toilet para kucing di luar, setidaknya mengurangi kemungkinan kucing-kucing itu buang kotoran sembarangan, apalagi di pekarangan tetangga.

Update:

Dari semua anak kucing ini, hanya satu yang bisa "diselamatkan", yaitu yang telon sakit mata itu, karena dirawat oleh Andre, sampai dibawa ke klinik untuk mengobati matanya. Cukup lama juga di klinik karena beberapa kali ada infeksi di matanya yang sudah copot. Sementara dia dirawat di rumah. Sedang saudara-saudaranya yang lain tidak ada yang bisa bertahan, satu persatu meninggal karena sakit.

25 November 2020

Membaca Ulang Komik Pandemic

Gara-gara viralnya foto pejabat yang sedang membaca buku, aku jadi ingin pasang foto serupa, dan memilih komik berjudul Pandemic ini, karena agak cocok dengan situasi saat ini. Tapi jadinya malah penasaran ingin membaca ulang. Komik ini aku beli sudah lama, jaman belum musim belanja online dan masih sering main ke Gramedia. Termasuk komik bertema dewasa, karena temanya memang lebih mikir dan banyak gambar yang "sadis", untungnya hitam putih, jadi tidak terlalu mencolok.

Komik ini adalah cerita fiksi, tapi berdasarkan analisa mendalam setelah adanya wabah semacam SARS. Intinya mencoba "memprediksi" apa yang terjadi jika ada wabah mirip SARS tapi lebih meluas dampaknya, termasuk penyebaran yang cepat dan menjadi pandemi. Komik ini seperti memprediksi akan adanya kekurangan tenaga medis dan tidak sanggupnya rumah sakit menampung penderita.

Tenaga medis yang kelelahan, juga ikut menjadi korban, juga diceritakan di sini. 

Keputusan pemeritah yang melakukan lockdown banyak diprotes oleh warga, termasuk banyak warga yang seperti tidak peduli dan tidak mau menuruti anjuran pemerintah. Intinya pemerintah dan masyarakat banyak yang tidak siap menghadapi masalah wabah ini. 

Tidak ada obat dan harapan satu-satunya adalah vaksin yang butuh waktu lama untuk membuatnya. Solusi sementara yang cukup efektif adalah dengan transfusi serum (plasma darah) dari penderita yang sudah sembuh, berdasar pengalaman dari wabah Ebola di Afrika.

Kalau dicermati, sebagian besar is komik ini menggambarkan kondisi nyata saat ini, saat wabah Covid-19 menyebar dari Wuhan ke seluruh dunia, dan banyak pemerintahan termasuk di negara maju cukup kewalahan menghadapinya. 

Bukankah sebelumnya sudah pernah ada wabah flu babi dan flu burung, tapi mengapa dampaknya tidak seheboh saat ini. Awalnya aku pikir karena perkembangan internet membuat informasi jadi lebih menyebar luas dan cepat. Tapi mengingat banyaknya korban, dan terjadi cukup merata di semua wilayah, aku yakin Covid-19 ini berbeda dengan flu burung atau flu babi yang seperti lebih mudah "terlokalisasi". Bahkan SARS yang lebih ganas pun bisa berhenti di daerah tertentu, tanpa bikin heboh soal lockdown.


 Semoga pandemi ini segera berakhir, dan perekonomian bisa pulih dengan lebih cepat.

24 November 2020

Bayam Merah Campur Mi Instan


Salah satu sayuran yang tumbuh subur di "kebun" lantai atas adalah bayam merah. Bayam hijau sendiri malah tampak kesulitan untuk tumbuh subur. Sayangnya anak-anak tidak menyukai bayam merah ini, karena warnanya jadi terlihat aneh bagi mereka.


Suatu hari nyobain iseng mencampur bayam merah dalam mi instant, dan hasilnya warna kuahnya jadi merah jambu. Kebetulan mi yang aku pakai adalah merk Arirang (dari Korea) yang memakai kuah putih kental, jadi tidak bening. Selain itu bentuk mi juga lebar gepeng seperti kwetiau.


 Nah, jadi sekilas malah bukan kaya mi, tapi kaya es kelapa muda dengan sirup merah hehehehe.

21 November 2020

Ngopi Bareng Balita

Biar gak terlalu bosen saat menemani anak bermain di akhir pekan, aku sembari menikmati kopi di teras.

Sesekali, si Fe ikutan mencicipi kopi hitam manis buatanku. "Enak", katanya, tapi tentu saja tidak boleh minum terlalu banyak. Cukup satu-dua sendok. Kalau El sama sekali tidak mau mencicipi, baginya tidak menarik.

 

19 November 2020

Kunjungan Guru Bulan November

Dalam kunjungan gurunya El kali ini, Bu Wulan mengajak El membuat prakarya berupa gambar kucing dari kertas yang ditempel. Awalnya bu guru memberi contoh, kemudian meminta El meniru hasilnya, dari bahan yang sudah disiapkan.


 El tentu saja sangat antusias membuat prakarya ini. Bahkan, dia melakukan inisiatif yang agak berbeda dengan contoh yang diberikan, misal dengan memberi gambar kaki.

18 November 2020

Bronjong Pencegah Longsor Tepi Sungai

Setiap kali ada luapan air, terutama kiriman dari selatan, air sungai ini akan meluap ke kolam di tepinya, bahkan kalau kondisi parah bisa menggenang di jalanan pinggir kali. Untuk mencegah banjir jelas akan sulit karena butuh tanggul (turap) yang bisa menghalang air di sepanjang sisi, secara biaya bakal besar.

Kebetulan, ada salah satu calon walikota yang berkampanye di kompleks. Warga menyampaikan masukan (keinginan) agar dibuat tanggal/turap di pinggir kali di samping kompleks, agar kalaupun tidak bisa mencegah luapan air, setidaknya bisa menghalangi terjadinya longsor. Saat ini, pinggiran kali sudah mulai tergerus, hampir membahayakan jalan. Adanya pohon di pinggir jalan tidak terlalu membantu, karena tepiannya sudah terlalu sempit.

Untungnya, calon itu mendengarkan suara kami, dan kebetulan juga dia adalah pejabat aktif di pemkot, jadi punya wewenang untuk mengajukan proyek pemkot. Tak lama setelah obrolan di kompleks, segera ada yang melakukan survey, lanjut eksekusi dengan memasang bronjong di sepanjang tepian sungai yang ada di sisi kompleks. Sementara baru bisa direalisasikan berupa bronjong, belum bisa jadi tanggul penghalang banjir. Tapi ini sudah sangat bagus, karena setidaknya mencegar terkikisnya tepian sungai, dan mencegah rusaknya jalan karena ambles.


 Jadi teringat perdebatan antara normalisasi vs naturalisasi. Dalam kasus ini, naturalisasi sudah tidak memungkinkan lagi, tidak cukup lahan. Kalau dipaksakan, pepohonan akan ikut tergerus oleh arus sungai dan sia-sia. Jadi mau gak mau ya harus dinormalisasi - dikeruk dan dipasang penghalang buatan di tepi sungai. Sebagai jalan tengah, sementara tdak diplester (betonisasi), tapi dengan bronjong batu kali, jadi secara ekosistem sungai lebih baik.

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...