I just try to capture an ordinary life --- moments, things, places, peoples, etc. --- with a simple skill
I believe that we can find many interesting things in life, even in a very simple thing.
Showing posts with label Music. Show all posts
Showing posts with label Music. Show all posts
26 October 2019
Pesta Rakyat Situ Bungur 2019
Warga sekitar Situ Bungur, dikomandoi oleh komunitas Under Child kembal mengadakan festival Pesta Rakyat Situ Bungur,ajang tahunan yang biasa diadakan di bulan Oktober/November. Pertama kali aku nonton acara ini tahun 2014. Selanjutnya selalu absen meski sebenarnya lokasinya dekat rumah.
Nah tahun ini untunglah aku berkesempatan untuk nonto meskipun sebentar saja di hari pertama, ditemani si Upin yang ketika tiba di lokasi langsung nyari penjual sate. Sengaja aku gak ngajak El atau Fe, soalnya mereka cenderung tidak betah kalau diajak duduk saja nonton sesuatu yang mungkin tidak mereka sukai.
Dibanding dengan kali pertama aku menyaksikan ajang tahunan ini, jelas ini lebih baik dibanding sebelumnya, meski tetap dengan berbagai keterbatasan,termasuk keterbatasan luas tempat. Beberapa hal yang menjadi ciri budaya Betawi selalu ikut ditampilkan - Ondel-ondel, Dodol Betawi, Kerak Telor, Payung Cantik, dan Rumah adat betawi. Beberapa umbul-umbul menyampaikan pesan bertema lingkungan, yang sayangnya sepertiku kurang efektif melihat polah para pengunjung yang masih hobi membuang sampah sembarangan.
Meski cuma kebagian dua lagu,lumayanlah aku bisa menikmati pertunjukan Gambang Kromong yang sudah mulai jarang bisa ditemukan, kalah dengan dangdutan ataupun organ tunggal. Btw, salah satu yang meningkat dari penyelenggaraan ini adalah kualitas panggung dan tata suara, soalnya ada dukungan sponsor darn V8Sound, yang belum lama berkantor di dekat Situ Bungur.
Festival pencak silat betawi menjadi daya tarik tersendiri buatku. Untunglah si Upin juga betah nonton, malah terlalu betah sampai enggan diajak pulang. Pesertanya lumayan banyak dari berbagai perguruan di sekitar Tangsel, yang menyajikan pertunjukan dengan keunikn masing-masing. Kebanyakan penampilkan peserta anak-anak hingga remaja.
21 April 2018
Festival Kesenian Sleman 2018
Dalam kunjungan singkat ke Jogja kali ini, aku cukup beruntung bisa sedikit menikmati festival kesenian Sleman 2018, yang diadakan di lapangan Denggung, dekat rumah. Berawal dari informasi Yani soal jalan yang ditutup karena pawai bregada, aku langsung bergegas menuju lokasi.
Dari 17 peserta, yang merupakan perwakilan 17 kecamatan di kabupaten Sleman, aku hanya sempat menyaksikan sekitar 7 penampilan. Penampilan mereka rata-rata cukup singkat, kurang lebih 5 menit. Apa ga rugi ya, dandan dan latihan repot kok cuma tampil sebentar? Rupanya penampilan di lapangan Denggung ini hanya puncaknya saja. Sebelumnya mereka sudah melakukan kirab, entah dari mana.
Di antara seluruh penampilan yang aku saksikan, yang paling menarik buatku adalah Tari Edan-Edanan. Terus terang aku baru tahu ada tarian seperti ini, tarian yang katanya ditampilkan untuk mengiringi pengantin, sebagai sarana untuk menolak bala (bahaya). Tariannya dilakukan oleh pria dan wanita, yang berperan sebagai orang gila. Agak aneh juga, orang gila kok diakai untuk mengusir kesialan hehehe. Sampai saat ini aku belum menemukan referensi tentang filosofi dan asal mula tarian ini. Yang jelas dari segi kostum dan gerakan, tarian ini menarik - beda jauh dari gambaran wong edan yang menakutkan.
Ada 3 penampilan dengan nuansa wayang/ketoprak. Yang pertama aku tidak sempat mendengarkan narasinya, tapi dari kostum salah satu pemain seperti cerita Mahabarata - seperti ada logo tokoh Gatotkaca. Yang kedua ada cerita Ramayana, mengambil kisah Rama Tambak, dimana pasukan kera yang dipimpin Hanoman sedang membangun jembatan menuju Alengka. Mereka dihalangi oleh pengikut Rahwana, salah satunya rombongan Yuyu Kangkang, pasukan kepiting.
Yang ketiga mengambil cerita dari kisah Kethek Ogleng, yang juga melibatkan karakter kera putih dan pasukan kera.
Tiga penampilan lainnya bernuansa religi - agama Islam. Ada tari Badui, tari Ulama dan Kubro Siswo. Terus terang tarian ulama ini agak membingungkan, apa memang ada atau tidak. Sepertinya mereka ingin menggambarkan peranan para Ulama, selain dalam menyebarkan agama, juga dalam perjuangan bangsa.
Saat acara berlangsung sempat diwarnai dengan turunnya hujan cukup deras, tapi tidak menyurutkan antusias peserta maupun pengunjung. Adanya beberapa tenda dan panggung yang terpasang membuat pengunjung cukup nyaman berteduh. Sementara peserta yang kebagian pentas tetap melakukan penampilan mereka di tengah hujan dengan penuh semangat, termasuk anak-anak.
Update:
Sebenarnya selain kompetisi kesenian ini, ada juga kompetisi teater, juga konser musik pada malam dan dua hari berikutnya. Menurut temanku, dari info yang aku dapat di FB, ada juga kompetisi dolanan anak, juga per kecamatan. Nah, baik kompetisi kesenian maupun kompetisi dolanan, juaranya dari Kecamatan Mlati. Bravo!
Sebenarnya selain kompetisi kesenian ini, ada juga kompetisi teater, juga konser musik pada malam dan dua hari berikutnya. Menurut temanku, dari info yang aku dapat di FB, ada juga kompetisi dolanan anak, juga per kecamatan. Nah, baik kompetisi kesenian maupun kompetisi dolanan, juaranya dari Kecamatan Mlati. Bravo!
25 December 2017
Liburan Natal 2017 : Taman Agro Margomulya
Sudah hampir 10 tahun bolak-balik ke Kediri, tapi baru tahun ini aku diajak piknik mendekati Gunung Kelud, meskipun tidak sampai ke puncak gunungnya. Tujuan kami adalah ke Taman Agro Margomulya, yang terletak di jalur menuju Kelud, masih ada di wilayah kecamatan Ngancar, Kediri.
Sebelum tiba di lokasi kami mampir dulu di warung yang menjual makanan dengan menu dari bekicot. Makanan ini tidak asing lagi, karenan memang makanan yang banyak ditemui di daerah ini. Di sini ada pilihan sate bekicot atau krengsengan bekicot.
Selain banyak bunga yang tumbuh di sekitar jalan, kita bisa melihat hamparan kebun nanas di sini, karena memang di sini juga merupakan setra perkebunan nanas. Tapi karena di keluarga tidak ada yang suka nanas, jadinya gak beli nanas satupun.
Lampion warna-warni diletakkan di pintu masuk Taman Agro Margomulya (TAM) ini. Justru jadi kepikiran, kok bentuknya lampion seperti menyambut Imlek, sengaja atau asal-asalan? Kami sempat nongkrong sebentar di areal parkir, yang juga ada kawasan rumah makan dengan banyak pilihan makanan, menunggu ibu mertua yang makan siang (karena beliau tidak suka bekicot).
Sambil menunggu, terdengar lantunan lagu-lagu yang dibawakan oleh kelompok musik di panggung yang ada di depan pintu masuk. Setahuku ada 2 penyanyi,satu pria dan satu wanita. Sang wanita sempat memperkenalkan diri berasal dari Nganjuk, tapi aku gak sempat mendengar namanya. Ini dipotret dari tempat parkir, lumayan jauh dan terhalang bangunan di sekitar pintu masuk.
Kawasan wisata yang dikelola oleh salah satu BUMD Kab. Kediri ini katanya mulai dibangun tahun 2016 dan diresmikan tahun ini, dengan luas sekitar 2ha, berisi beragam jenis bunga. Salah satu tujuannya adalah untuk menjadi objek wisata penyangga bagi kawasan kawah Gunung Kelud, agar membatasi jumlah pengunjung di puncak gunung yang sempat meletus tahun 2014 lalu.
Taman ini menawarkan beragam jenis bunga dan spot-spot khusus untuk berswafoto, memfasilitasi trend jaman sekarang sehingga tempatnya dikelola sedemikian rupa agar menjadi instagramable. Ada gubug-gubug dan tempat-tempat duduk untuk istirahat yang juga dihias menarik, tentu untuk foto-foto, dengan beragam dekorasi warna-warni.
Secara keseluruhan, tempat ini lumayan menarik untuk beristirahat sejenak, melepas penat dari kejenuhan kesibukan sehari-hari. Hamparan bunga warna-warni, udara sejuk dan segar serta latar belakangan gunung Kelud saling melengkapi pemandangan untuk melepas lelah dan sekedar berkumpul bersama keluarga. Apalagi tiket masuknya juga murah, cuma 5000 rupiah per orang.
Tapi memang taman ini masih jauh dari indah. Hamparan bunga yang ada, menurutku, masih belum terlalu rapi, dan kurang ada unsur edukasinya. Akan lebih menarik lagi kalau bunga-bunga yang ada bisa lebih tersusun rapi dan rapat sehingga memenuhi taman, apalagi kalau ditambah berbagai papan informasi yang bisa memberi penjelasan tentang jenis-jenis bunga dan keunikannya, misalnya. Areal taman juga menurutku masih terlalu kecil, kurang puas rasanyanya menjelajah keliling taman, apalagi dibanding dengan "perjuangan" menuju lokasi yang lumayan jauh dari kota Kediri. Tapi masih bisa dimaklumi, soalnya kan masih baru dan butuh waktu untuk membuat bunga-bunga itu bisa tumbuh sempurna.
Satu lagi,sepertinya pengelola perlu memikirkan adanya satu daya tarik andalan, misalnya satu jenis bunga khas Kediri atau Jawa Timur, yang bisa jadi icon tempat ini. Entah sudah ada atau belum, tapi dari kunjunganku kemarin sih aku tidak menemukannya.
Di sebelah selatan pintu masuk ada kawasan Lembu Sura, yang berisi patung manusia berkepala lembu/sapi, yang berdiri kokoh dengan latar belakang Gunung Kelud. Mengapa sosok ini dipilih? Waktu itu aku tidak sempat bertanya-tanya ke orang sekitar.
Setelah baca-baca sekilas, aku baru tahu tentang legenda tokoh ini, yang memang terkait dengan Gunung Kelud dan wilayah sekitarnya. Ada beragam versi cerita tentang legenda ini, tapi memiliki satu benang merah - seorang putri menolak diperistri manusia berkepala lembu, dan memintanya membuat sumur di lereng Kelud dalam semalam. Saat sumur hampir dibuat, Lembu Sura dikubur hidup-hidup di dalamnya, dan sebelum mati sempat mengucapkan kutukan.
23 April 2017
Piknik ke JungleLand Sentul
Wacana untuk jalan-jalan alias piknik sudah lama dibahas, tapi karena kesibukan masing-masing belum bisa terlaksana. Makanya acara jalan-jalan ke JungleLand Sentul kali ini bisa dibilang cukup mendadak atas inisiatif istriku, mumpung ada libur panjang akhir pekan. Dia sudah membeli tiket secara online malam sebelumnya dan pembelian tiket online dapat diskon 25%, lumayan.
Perjalanan dari menuju tempat ini lumayan lancar karena libur panjang membuat jalanan di sekitar Jakarta jadi sepi, termasuk jalan tol Jagorawi. Kami keluar di pintu tol Sentul Selatan, kemudian mengikuti petunjuk jalan ada di sepanjang jalan Sentul City.
Pengunjung lumayan banyak hari ini meskipun tidak terlalu padat. Untunglah kami sudah membeli tiket online, selain lebih murah antrian untuk penukaran tiket juga lebih sedikit, di loket 1 dan 2. Loket tersebut juga khusus untuk pelanggan BRI yang juga bisa mendapatkan potongan harga 25%.
Seharusnya untuk yang membeli tiket online bisa langsung menukarkannya di salah satu outlet di dekat gerbang, tapi entah mengapa kami disuruh ke loket langsung. Mungkin petugasnya belum siap karena masih terlalu pagi.
Sebagai theme park yang relatif baru, wahananya lumayan banyak juga. Salah satu icon wahana yang bisa terlihat dari jauh adalah kincir ria / ferris wheel. Sayangnya kami (lebih tepatnya sih aku) tidak sempat mencoba wahana itu. Istriku dan adiknya termasuk takut ketinggian, jadi mereka enggan naik wahana itu. Sementara El masih terlalu kecil.
Dibandingkan Dufan, salah satu keunggulan tempat ini adalah lokasinya yang di lereng gunung, dibandingkan Dufan yang di tepi pantai. Secara kualitas udara jelas lebih bersih dan segar dibandingkan Jakarta, dan ada sungai alami yang membelah kawasan ini menjadi daya tarik tersendiri. Andai sempat nongkrong atau bermain di sungai itu pun akan jadi pengalaman yang berbeda bagi warga kota besar. Entahlah apakah ada akses (resmi) untuk bisa merasakan air sungai yang dingin dari pegunungan Bogor itu. Tapi meskipun lokasinya cukup tinggi, cuaca hari ini sangat panas terik. Adanya angin sepoi-sepoi sedikit mengurangi ketidaknyamanan karena panas terik yang menyengat.
Wahana pertama yang kami nikmati adalah Texas Train. Cuma "kereta api" kecil yang berkeliling melintasi semua zona yang ada di JungleLand dan berjalan kurang dari 15 menit, tapi lumayan menyenangkan.
Saat kami tiba antrian sudah cukup banyak, dan perlu waktu tunggu hampir 30 menit sebelum kami naik, mungkin karena hanya satu kereta yang beroperasi.
Aku tidak sempat menghitung berapa banyak wahana di tempat ini, tapi sepertinya sih lebih sedikit dibandingkan Dufan, tapi cukup banyak untuk dinikmati seharian. Ada beberapa yang sedang tahap pengembangan, ada juga yang sedang dalam perbaikan. Tapi yang paling disayangkan adalah karena kami hanya sempat menikmati beberapa wahana.
Alasan pertama adalah adanya batasan tinggi badan yang membuat El belum boleh menikmati wahana-wahana itu. Kebanyakan mensyaratkan tinggi badan minimal 90cm. Sementara istriku dan adik ipar juga enggan menikmati wahana-wahana permainan yang ada, selain karena takut ketinggian juga karena sedang gak berminat.
Wahana kedua yang kami nikmati, aku dan El, adalah kincir ria mini ini, yang memang khusus untuk anak-anak. Justru orangtua dilarang naik kalau anaknya sudah cukup besar. Alasannya agar tidak kelebihan beban. Beberapa orangtua sempat ngotot, tapi petugas menolak karena katanya pernah kejadian wahana ini agak jomplang kelebihan beban.
Semula El takut-takut naik ini, pakai acara nangis segala. Tapi lama-lama terbiasa, malah sempat pegangan sendiri.
Untunglah setengah perjalanan El mau duduk di stroller, jadi gak capek gendong. Kalau dibiarkan jalan sendiri juga kadang mutar-mutar di tempat.
Baik di dalam kawasan maupun di gerbang depan sebelum pintu masuk ada grup musik yang pentas. Di bagian dalam grup musiknya menggunakan beberapa instrumen tradisional seperti kolintang, angklung dan kendang. Entah lagu apa yang mereka mainkan soalnya kami hanya lewat saja. Kurang tahu juga apakah pertunjukan musik ini ada setiap hari atau hanya hari-hari tertentu saja.
Wahana terakhir yang kami nikmati adalah Dino World. Isinya patung-patung beragam jenis dinosaurus lengkap dengan efek suaranya. Tidak banyak, tapi lumayanlah untuk menambah pengetahuan. El juga tidak takut melihat patung-patung itu, santai saja di ruangan yang cahayanya redup.
Sepertinya El sudah mulai paham kalau difoto dan cenderung akan berpose senyum, atau bahkan manyun, tergantung suasana hati.
Meskipun di luar kawasan banyak penjual makanan, tapi ada larangan untuk membawa makanan ke dalam kawasan wisata ini. Salah satu tujuannya jelas untuk dapat pemasukan dari penjualan makanan di dalam area. Sayangnya, kualitas makanan tidak sebanding dengan harganya. Ya, tipikal tempat-tempat makan di areal wisata. Harga makanan setara dengan harga makanan di mall, jadi ya jangan kaget.
... santai sebentar dan bermain ...
Waktu datang tidak sempat foto di tempat ini karena ramai oleh pengunjung yang foto-foto. Untunglah saat pulang tempat ini sepi, jadi bisa menyempatkan diri foto sebentar. Jam 2 siang kami sudah pulang dan perjalanan menuju Bintaro lumayan lancar lewat tol, seperti saat berangkat.
Meskipun tidak banyak menikmati wahana yang ada, kalau dihitung-hitung termasuk rugi, tapi kami tetap melewatkan waktu kebersamaan yang berkualitas. Quality time with family. Puji Tuhan.
16 March 2017
Bentara Keroncong di BBJ
Orkes Keroncong Irama Jakarta sedang memainkan lagu-lagu keroncong khas Jakarta dalam acara Bentara Keroncong di BBJ malam ini. Acara ini digagas bersama oleh BBJ dan Yayasan Tjroeng (http://www.tjroeng.com), dan rencananya akan diadakan rutin setiap bulan, dengan grup keroncong yang berbeda-beda.
Terus terang aku sudah lama gak ikutan ngumpul-ngumpul di komunitas keroncong. Malam ini spontan aku nonton acara ini, mumpung lokasinya mudah dijangkau dengan Commuter Line dan pas ada waktu juga. Sempat hampir batal waktu gerimis turun dalam perjalananku ke stasiun, tapi ternyata cuaca sangat cerah, bahkan gerah, di BBJ dan acara bisa berlangsung sukses.
Setelah OK Irama Jakarta ini, ada satu lagi yang tampil yaitu JJOK (Jempol Jentik OK) dari Bandung. Sayangnya aku tidak sempat memotret penampilan mereka, karena waktu itu aku ngobrol agak jauh dengan Kuwat, teman SMP yang kerja di Gramedia dan tinggal tak jauh dari BBJ.
Sedikit ngobrol dengan para anggota Yayasan Tjroeng setelah acara berakhir. Tantangan yang ingin dicapai adalah bagaimana membuat musik keroncong bisa mendunia, diakui sebagai warisan dunia dan bisa dinikmati oleh setiap kalangan dan di dunia internasional. Acara seperti ini diharapkan bisa menjadi salah satu cara lebih mempopulerkan musik keroncong ke setiap kalangan, terutama generasi muda.
Saat pulang dari St. Palmerah, baru sadar kalau malam ini hampir bulan purnama dan langit sangat cerah. Pertunjukan keroncong di gedung BBJ yang bergaya tradisional, di bawah naungan bulan purnama, seharusnya bisa sangat berkesan. Sayangnya sekarang di belakang gedung sudah berdiri megah gedung bertingkat menjulang, "menutupi" langit di atas BBJ #lebay.
18 February 2015
Langgam Untuk Dunia
Malam menjelang tahun baru Imlek ada ajakan untuk nonton konser tunggal Indra Utami Tamsir di Gedung Kesenian Jakarta. Konser ini bertajuk Langgam Untuk Dunia, sebuah judul yang menunjukkan mimpi dari penyelenggara agar langgam (dan terutama keroncong) bisa mendunia dan bersaing dengan musik pop dunia. Waktu aku tiba di GKJ, sudah ada rekan-rekan dari Yayasan Tjroeng, - Mbak Isna, Mbak Clara dan Pak Bambang. Mas Harris datang menyusul.
Ini pertama kali aku nonton konser di GKJ, dan ada yang bilang gedung ini punya tata suara yang paling bagus dibanding gedung pertunjukan lain. Aku sendiri kurang paham karena jarang nonton konser. Acara dibuka oleh pembawa acara dengan cukup resmi, termasuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Heh? Ini konser kenegaraan kah?
Keherananku berlanjut saat sebelum konser kami disuguhi deretan kata sambutan. Pertama dari ketua yayasan penyelenggara, terus dari Prof Tilaar (yang promo buku soal Ki Hajar Dewantara) dan terakhir dari Bapak Basuki, Menteri PU yang baru. Untunglah pidato pak menteri cukup singkat dan dia berujar "Saya percaya ini konser musik bukannya lomba pidato, jadi saya cukupkan sekian saja". Wah, langsung aku tepuk tangan, dalam hati.
MC untuk konser tunggal ini dilakukan oleh salah satu tokoh keroncong, Tuti Maryati. Di awal sambutan beliau sempat sedikit memberi penjelasan singkat tentang sejarah musik keroncong. Dalam kesempatan ini dia ikut sedikit menyumbang suara, dengan menyanyikan lagu Bengawan Solontapi dalam cengkok suara penyanyi sunda. Keren.
Lagu pertama yang dinyanyikan adalah Penganten Agung, yang dibawakan dengan cukup megah dengan iringan dari OK Pesona Jowa pimpinan Koko Thole. Selanjutnya adalah salah satu lagu dalam album keduanya yang membawanya memenangkan penghargaan AMI Awards 2013, Nggayuh Katresnan.
Selama sekitar dua jam Indra membawakan berbagai lagu langgam dan keroncong, seperti Caping Gunung, Roda Dunia, Segenggam Harapan, St. Baju Biru, Entit dll. Suaranya benar-benar bagus dan powerful. Bahkan tanpa mikrofon pun mungkin suaranya masih bisa memenuhi ruanagan dengan merdu. Cara dia mengisi jeda antar lagu dan berinteraksi dengan penonton juga cukup asyik, ramah dan sedikit kemayu, membuat pertunjukan jauh dari rasa bosan.
Dalam kesempatan ini, pak menteri Basuki juga ikut menyumbang satu lagu keroncong. Beliau menyanyikan lagu Hanya Engkau, yang pernah dipopulerkan oleh Koes Plues. Apakah suaranya bagus? Ya cukup bagus untuk ukuran pejabat dan birokrat, tapi ga cukup bagus lah untuk ukuran biduan. Setidaknya yang perlu diapresiasi adalah kepedulian beliau untuk perkembangan musik keroncong.
Pas tengah acara baterei kamera habis, jadi aku tidak bisa mendokumentasikan acara konser sampai tuntas. Termasuk jeda "iklan" yang menampilkan ketiga putri Indra yang cantik-cantik, yang berkolaborasi menyanyikan lagu untu mama. Cukup bagus, dengan iringan band anak muda (kok ga pakai keroncong sekalian hehehehe).
Salah satu catatan kurang baik soal konser ini, selain soal pidato dan selingan iklan remaja, adalah persiapan alat musik. Pas awal mic bermasalah. Selanjutnya kabiola yang dipakai juga sempat tidak ada suaranya karena gangguan kabel. Juga latarbelakang animasi di panggung yang kadang kurang nyambung dengan lagu dan ala kadarnya. Mbak Isna sampai nyeletuk, kayaknya mendingan gak pakai animasi background deh.
31 January 2015
Festival Paduan Suara ITB 2015
Nah, sebenarnya tujuan utama kunjunganku ke Bandung di akhir pekan ini adalah buat nonton lomba paduan suara di ITB. Kebetulan keponakanku yang ada di Semarang ikutan untuk kategori B, yang setingkat dengan sekolah menengah pertama (SMP). Kakakku sempat nelpon kira-kira aku bisa mendampingi atau tidak, soalnya mereka belum tentu bisa cuti. Ya udah, sekalian aja refreshing, mumpung dah agak lama gak ke Bandung.
Hampir 6 tahun aku kuliah di sini, belum pernah sekalipun aku nonton lomba seperti ini, apalagi kalau pakai acara bayar segala. Baru kali ini aku beli tiket pertunjukan di ITB, langsung aja beli yang VIP toh selisih harga "hanya" 20 ribu.
Ini sebagian dari peserta lomba paduan suara tingkat SMA. Rupanya untuk tampil di lomba ini kostum juga mendapat perhatian khusus. Meski yang dilombakan adalah suara, tapi gak bisa pakai kostum sembarangan. Entah apakah kostum juga masuk ke salah satu penilaian atau tidak.
Nah kalau yang ini kostum dari beberapa peserta tingkat SMP yang sempat aku jumpai. Aku paling suka yang kostum batik dengan kombinasi ungu itu, tampak menarik. Kostum biru yang dipakai oleh sekolahan keponakanku juga lumayan bagus, juga dengan ada nuansa batik di bajunya. Keren lah.
Ini adalah penampilan dari keponakanku, tim sekolah Domsav Semarang. Mereka membawakan lagu Bunda (wajib), Musica Dei (pilihan wajib) dan Katoba Asobi Uta (pilihan bebas). Lagu terakhir itu katanya berkisah soal mabok sake, dalam bahasa Jepang tentunya. Agak aneh mendengar lagunya meskipun menarik.
Ternyata kakakku bisa cuti hari ini, dan menyusul ke Bandung untuk nonton penampilan anaknya, meskipun pulak, datang pagi, sorenya langsung cabut pulang. Selesai pertandingan Ester sempat terjatuh dan kakinya agak terkilir. Setidaknya perjuangannya berlatih berbulan-bulan tidaklah sia-sia, penampilannya bagus, dan dia bisa jalan-jalan di Bandung bersama teman-temannya.
Hasil akhirnya, tim Domsav jadi juara 1 kategori B. Selamat ya, Ester!
Subscribe to:
Posts (Atom)
Bintaro View From Gramedia Building
Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...

-
Patung khas suku Asmat (kalau gak salah) terlihat berdiri kokoh dari gerbang keberangkatan terminal 2D bandara Soekarno Hatta Cengkaren...
-
Pagi ini perlu menjadi saksi dalam sidang perceraian kakakku di daerah Cibinong, dan biar hemat aku putuskan naik kereta api. Sebenarnya ...
-
Sejak tinggal di Cikarang hampir 10 tahun lalu, aku sudah sering mendengar tentang kawasan Sentul, tapi baru kali ini sempat mampir. Rup...