25 July 2018

Cerita Kopi : Kopi Lasem


Pertama kali nyobain kopi khas Lasem. Terus terang aku jarang dengar kalau Lasem punya kopi yang khas, meskipun dulu sering mondar-mandir melewati tempat ini waktu masih ada kerjaan di Tuban. Jelas, dibanding Aceh, Lampung, Toraja, atau Wamena, kopi ini mungkin kurang populer. Tapi ternyata ada yang unik waktu aku pertama mencobanya.

Pertama kali membuka bungkus, tercium aroma kopi yang berbeda. Hampir semua jenis kopi yang pernah aku coba memiliki aroma yang mirip, harum kopi yang khas dan menyenangkan.Tapi aroma kopi Lasem ini terasa berat, seperti ada campuran rempah, agak lembab/apek, tapi di sisi lain justru membuatku teringat akan suasana pedesaan. Seingatku Lasem sendiri bukan kota besar, jadi suasana pedesaannya masih sangat terasa.


Soal rasa, ya gak jauh-jauh dengan pahit. Yang aku beli ini 100% robusta, dan belakangan aku sadari ternyata toh robusta tidak se-asam yang aku bayangkan. Sampai saat ini, aku belum juga bisa membedakan berbagai jenis rasa kopi, jadi ya dinikmati saja. Kopi Lasem ini, menurutku ada seperti sedikit rasa rempat, meskipun tidak terlalu kentara.

Aku coba browsing soal kopi Lasem, hampir semua bercerita tentang tradisi nge-lelet yang menjadi ciri khas Lasem, yang bisa dibilang sebagai seni gabungan antara kopi, rokok dan batik. Tidak banyak yang bercerita tentang aroma kopi yang unik ini. Aku hanya sempat menemukan satu artikel tentang proses pengolahan kopi ini, yang memang sengaja khusus agar pas dengan tradisi lelet, salah satunya menyebutkan proses penggorengan kopi yang berulang-ulang, cukup lama. Nah, mungkin ini yang membuat aroma dan rasanya berbeda, meskipun bahannya 100% kopi tanpa campuran.


Btw, sempat ada sedikit kehebohan terkait pengiriman kopi ini. Secara tidak sengaja aku beli kopi ini lewat Bukalapak, karena ada promo Badai Flash sehingga aku bisa dapat harga 10 ribu saja, termasuk subsidi ongkos kirim 10 ribu, jadi total cuma bayar 20 ribu untuk 250gram kopi, yang normalnya dibandrol harga 70 ribu.

Nah hari Minggu lalu, sepulang dari gereja, mendadak ada pesan pemberitahuan bahwa paket sudah diterima. Loh ... aku sendiri gak ngerasa nerima. Aku cari-cari di teras rumah dan cek ke tetangga, tidak ada paket itu. Akhirnya aku kirim keluhan ke pihak kurir, dan juga lewat Bukalapak.

Akhirnya pihak pelapak yang membantuku menanyakan langsung ke kurir, dan dapat info kalau barang dititipkan ke security bernama Ozi. Langsung aku cek ke sana, kebetulan ada Aming. Saat aku tanya-tanya soal paket, sempat tidak ada jawaban langsung. Untung akhirnya dia menyebut soal paket berisi kopi, yang saat itu dia simpan di motor. Alasannya tidak ada nama yang tertera di bungkus paket itu. Aneh juga.

Sore hari aku kembali ke pos security karena kali ini yang jaga Ozi. Aku tanya soal paket, dia mengaku tidak tahu. Lhooo... Akhirnya aku cecar terus, termasuk dengan info dari pihak kurir, dia ingat ada paket, tapi tak tahu isinya. Paket itu dia tinggal di meja security dan dia sempat bingung karena sudah tidak ada. Ah, rupanya mereka cukup teledor dan tidak ada koordinasi.

Akhirnya aku berpesan ke security yang masih muda itu, supaya mulai mencatat kalau ada yang menitipkan paket. Juga kalau ada paket yang tidak jelas kepemilikannya, lebih baik diserahkan ke pengurus, dan JANGAN membuka paket kecuali memang ada kecurigaan yang masuk akal. Semoga saja ini jadi pelajaran berharga bagi semua.

15 July 2018

Nonton Bareng Final Piala Dunia 2018


Ini saat menyaksikan pertandingan perebutan juara ke-3 antara Belgia vs England di rumah pak Reza, dengan layar tembok garasi dan tayangan dilakukan dengan streaming online. Hasilnya cukup memuaskan, gambar cukup jelas meskipun temboknya tidak putih, dan streamingnya juga mulus lancar.



Gagasan untuk mengadakan nonton bareng final piala dunia ini bukan digagas oleh pengurus, melainkan oleh beberapa warga terutama anak-anak remaja saat acara halal-bi-halal terakhir. Kebetulan Andre bisa membawa pulang InFocus dari kantornya, dengan kualitas yang lumayan.


Serba mendadak, acara ini dilakukan ala kadarnya. Pengumuman hanya disebarkan lewat grup WA, dan syukurlah dapat perhatian cukup banyak dari warga. Tempat yang sempat itu lumayan penuh, lha wong pemilihan tempat juga darurat. Awalnya ada beberapa alternatif, salah satunya adalah di lapangan. Tapi akan terkendala dengan jaringan internet, juga hari sebelumnya sempat hujan deras - jadi riskan.

Aku sendiri baru bisa bergabung saat pertandingan sudah memasuki babak kedua, soalnya El dan Fe masih juga ngajak begadang. Lumayan seru juga kalau nonton bareng begini.

08 July 2018

Pemilihan Pengurus RT


Selain buka puasa bersama, acara tahunan yang rutin diadakan di perumahan adalah halal bi halal. Untuk tahun ini, acara digabung dengan acara pergantian pengurus RT (mungkin lebih tepatnya sih pengurus kompleks, karena satu kompleks belum mencukupi untuk menjadi satu RT mandiri, jadi masih digabung dengan kampung sebelah). Tahun ini yang hadir tidak terlalu banyak, masih lebih banyak waktu acara buka puasa bersama lalu.


Pak Hartono mewakili pengurus sebelumnya menyampaikan laporan pertanggungjawaban setelah menjabat sebagai pengurus selama 2 tahun.

Jabatan pengurus RT bukanlah jabatan yang diinginkan warga. Alih-alih berlomba untuk jadi pengurus, bisa dipastikan setiap warga memilih untuk menghindarinya. Selain tidak punya gaji atau tunjangan, malah sering nombok, dan yang jelas waktu dan tenaga bakal tersita sebagian. Keuntungannya hanyalah kesempatan untuk melakukan pengabdian masyarakat.

Itulah salah satu alasan, pemilihan pengurus kali  ini menerapkan aturan baru, bahwa keputusan tetap berlaku meskipun orang yang dipilih tidak hadir dalam acara ini. Soalnya kalau kehadiran bersifat wajib, ya orang yang gak mau jadi pengurus tinggal mangkir saja dari acara. Sempat terjadi diskusi soal hal ini, untunglah akhirnya semua sepakat.



Ada pula yang sempat mengusulkan kalau pengurusnya tidak selalu bapak-bapak, tapi bisa juga ibu-ibu. Yang memberi usul ini jelas naif, karena selama ini, yang jadi pengurus sudah pasti sepasang suami istri. Meskipun yang menjabat adalah pak RT, tapi sudah pasti ibu RT ikutan repot, jadi dibolak-balik ya nggak ngaruh. Beda dengan jabatan di pemerintahan yang sering rebutan, bahkan antar sesama keluarga hehehe.


Rombongan ibu-ibu yang selalu sadar kamera, bahkan lebih sering "menyadarkan" kamera ... minta difoto mulu hehehe.


Syukurlah akhirnya bisa juga terbentuk pengurus baru, meskipun dari semua kandidat dan yang terpilih tidak hadir dalam acara ini. Ketua RT yang terpilih kebetulan sedang sakit, jadi serahterima diwakili oleh sang istri.

Selamat bertugas!

07 July 2018

Pernikahan Dhimas


Pertama kali aku mengunjungi masjid At-Tin di TMII, Jakarta, karena ada tetangga dekat yang mengadakan resepsi pernikahan anaknya di sini. Banyak tetangga yang menggerutu karena perjalanan menuju tempat ini, apalagi di akhir pekan, macet parah. Udah gitu kalau sempat salah ambil jalur, bisa muter jauh ... dan lama tentu saja.


Ayah dari mempelai pria yang bisa dibilang jadi salah satu tetua di kompleks, meskipun usianya belum terlalu tua - tapi ya udah punya cucu sih. Btw, ini adalah pernikahan anak sulungnya, sementara anak keduanya sudah menikah terlebih dahulu.


Selain menggunakan jasa fotografer profesional untuk mengabadikan momen penting seperti ini, ada baiknya juga punya cadangan fotografer candid. Terus terang, seringkali fotografer sewaan hanya fokus pada foto-foto "resmi" dengan sudut yang baku, dan tentu saja jumlah foto yang terbatas - termasuk di era digital. Adanya fotografer candid seperti ini, bisa teman atau tetangga, bisa menambah koleksi kenangan.



Pernikahan dilakukan dengan adat Jawa, meskipun proses yang dilakukan agak beda dengan yang dulu aku lakukan saat menikah. Ya mungkin karena aku datang agak terlambat sih, meskipun masih lumayan karena masih bisa menyaksikan prosesi masuknya pengantin.


Namanya juga anak-anak, wajar kalau hobinya bermain, termasuk di acara yang cukup resmi dan sakral ini. Tingkah polah mereka yang lucu justru membuat acara makin meriah, di tengah acara yang resmi dan kaku.


Selamat buat pasangan Dhimas dan Thita, selamat memulai lembaran hidup yang baru, semoga berbahagia selalu.


Setelah kedua mempelai dan orangtua duduk di pelaminan, ada  pertunjukan tarian Gatotkaca Gandrung, yang menampilkan kisah cinta Gatotkaca dengan Dewi Pergiwa. Entahlah mengapa sosok tokoh ini yang ditampilkan, diantara banyaknya kisah cinta dalam dunia pewayangan.


Rombongan ibu-ibu yang selalu nempel dan tak pernah lepas dari tongsis. Kayaknya hampir setiap saat aku perhatikan mereka sedang berswafoto rame-rame, dan sesekali mengajak para bapak-bapak ikut serta.


Antrian salaman dengan pengantin yang udah mirip antrian sembako :D atau antri jumpa artis. Oh ya, kalau saja pak Munir belum pensiun, bisa dipastikan bakal banyak artis yang nongol. Tapi kali ini kok aku gak nemuin, mungkin juga karena penyelenggaranya dari  pihak wanita, jadi undangan dari pihak   pria tidak terlalu dominan.


Salah satu menu yang jadi rebutan di acara resepsi - kambing guling. Sebelum acara makan-makan dimulai, aku sudah bersiaga di dekatnya dan langsung antri saat awal, takut kehabisan. Eh, rupanya tetap saja ada yang menyerobot, terutama emak-emak. Meski sudah cukup dekat dengan meja, butuh waktu hampir 10 menit sebelum bisa menikmati hidangan ini.


... yang penting happy :)


... sesekali selfie mumpung sepi... btw, dah lama gak pakai pakaian + sepatu resmi gini.


Tetangga baru saja foto di gerai photobooth yang disediakan panitia, sampai-sampai mereka ketinggalan sesi foto bersama pengantin. Aku sendiri enggan ikutan foto di sini, karena melihat hasilnya yang kurang istimewa.

Acara berakhir hampir jam 10 malam. Saat berangkat aku nebeng pak Said, sementara pulangnya nebeng bu Diana bersama pak+bu Andien.

Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...