07 July 2018

Pernikahan Dhimas


Pertama kali aku mengunjungi masjid At-Tin di TMII, Jakarta, karena ada tetangga dekat yang mengadakan resepsi pernikahan anaknya di sini. Banyak tetangga yang menggerutu karena perjalanan menuju tempat ini, apalagi di akhir pekan, macet parah. Udah gitu kalau sempat salah ambil jalur, bisa muter jauh ... dan lama tentu saja.


Ayah dari mempelai pria yang bisa dibilang jadi salah satu tetua di kompleks, meskipun usianya belum terlalu tua - tapi ya udah punya cucu sih. Btw, ini adalah pernikahan anak sulungnya, sementara anak keduanya sudah menikah terlebih dahulu.


Selain menggunakan jasa fotografer profesional untuk mengabadikan momen penting seperti ini, ada baiknya juga punya cadangan fotografer candid. Terus terang, seringkali fotografer sewaan hanya fokus pada foto-foto "resmi" dengan sudut yang baku, dan tentu saja jumlah foto yang terbatas - termasuk di era digital. Adanya fotografer candid seperti ini, bisa teman atau tetangga, bisa menambah koleksi kenangan.



Pernikahan dilakukan dengan adat Jawa, meskipun proses yang dilakukan agak beda dengan yang dulu aku lakukan saat menikah. Ya mungkin karena aku datang agak terlambat sih, meskipun masih lumayan karena masih bisa menyaksikan prosesi masuknya pengantin.


Namanya juga anak-anak, wajar kalau hobinya bermain, termasuk di acara yang cukup resmi dan sakral ini. Tingkah polah mereka yang lucu justru membuat acara makin meriah, di tengah acara yang resmi dan kaku.


Selamat buat pasangan Dhimas dan Thita, selamat memulai lembaran hidup yang baru, semoga berbahagia selalu.


Setelah kedua mempelai dan orangtua duduk di pelaminan, ada  pertunjukan tarian Gatotkaca Gandrung, yang menampilkan kisah cinta Gatotkaca dengan Dewi Pergiwa. Entahlah mengapa sosok tokoh ini yang ditampilkan, diantara banyaknya kisah cinta dalam dunia pewayangan.


Rombongan ibu-ibu yang selalu nempel dan tak pernah lepas dari tongsis. Kayaknya hampir setiap saat aku perhatikan mereka sedang berswafoto rame-rame, dan sesekali mengajak para bapak-bapak ikut serta.


Antrian salaman dengan pengantin yang udah mirip antrian sembako :D atau antri jumpa artis. Oh ya, kalau saja pak Munir belum pensiun, bisa dipastikan bakal banyak artis yang nongol. Tapi kali ini kok aku gak nemuin, mungkin juga karena penyelenggaranya dari  pihak wanita, jadi undangan dari pihak   pria tidak terlalu dominan.


Salah satu menu yang jadi rebutan di acara resepsi - kambing guling. Sebelum acara makan-makan dimulai, aku sudah bersiaga di dekatnya dan langsung antri saat awal, takut kehabisan. Eh, rupanya tetap saja ada yang menyerobot, terutama emak-emak. Meski sudah cukup dekat dengan meja, butuh waktu hampir 10 menit sebelum bisa menikmati hidangan ini.


... yang penting happy :)


... sesekali selfie mumpung sepi... btw, dah lama gak pakai pakaian + sepatu resmi gini.


Tetangga baru saja foto di gerai photobooth yang disediakan panitia, sampai-sampai mereka ketinggalan sesi foto bersama pengantin. Aku sendiri enggan ikutan foto di sini, karena melihat hasilnya yang kurang istimewa.

Acara berakhir hampir jam 10 malam. Saat berangkat aku nebeng pak Said, sementara pulangnya nebeng bu Diana bersama pak+bu Andien.

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...