30 October 2017

Bunga Putih


Akhirnya tanaman ini berbunga juga, meski sampai sekarang aku belum tahu namanya. Ada satu tangkai memanjang dan di tangkai  itu muncul banyak biji dan bunga-bunga berwarna putih yang indah. Bunga ini mekar di siang hari dan menguncup saat malam. Semula aku pikir bunganya cepat layu, eh rupanya besok tampak mekar lagi.


Sebenarnya sudah cukup lama aku merawat bunga ini, tapi baru kali ini berbunga. Mungkin karena sebelumnya salah lokasi, aku letakkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Kurang dari dua bulan setelah aku pindah ke lokasi yang lebih memungkinkan terkena sinar matahari langsung, muncul juga bunganya. Indah!


Oh ya, bunga ini aku pungut dari selokan tak jauh dari rumah. Aku perhatikan hampir semua tetangga dekat rumah memiliki tanaman ini, jadi sayang juga melihat bunga ini terbengkalai tumbuh di selokan, dan bakalan dibuang. Makanya segera aku ambil dan letakkan di depan rumah. Ini jenis bunga yang butuh banyak air, makanya kalau di tempat tetangga selalu ditanam di pot yang airnya menggenang. Aku masih enggan membiarkan air menggenang di pot karena bisa mengundang nyamuk bertelur. Konsekuensinya ya harus rajin-rajin menyiram. Sempat lama gak disiram, daunnya cepat sekali layu.

Ada yang tahu nama bunga ini?

20 October 2017

Musim Hujan, Musim Jamur


Ya, musim hujam identik dengan banyaknya jamur yang tumbuh, karena cuaca lembab mendukung. Ya tidak selalu benar-benar banyak sih, tapi memang jadi lebih sering terlihat.


17 October 2017

Belajar Memberi Makan Merpati


Salah satu burung merpati milik pak Reza, salah satu tetangga yang gemar ngajak main El, sedang menikmati makanan biji jagung di depan rumah. El senang main ke rumah ini, apalagi sejak ada burung merpati di pekarangan rumahnya.


Hari ini dia belajar memberi makan burung, dengan biji-biji jagung. Agak bingung juga, karena tangannya juga sedang membawa makanan kucing, malah sempat hendak memberi makan burung dengan makanan kucing hehehe.

Semula ada sepasang burung di sini, satu warna putih satu lagi warna abu-abu. Katanya yang satu lagi mati karena ketabrak mobil di samping rumah. Burung itu sedang asyik makan di jalan dan cuek saja waktu ada mobil lewat dan akhirnya menabraknya sampai mati. Kasihan juga.


Sejauh ini El masih belum takut dengan burung merpati ini. Soalnya kalau dengan ayam atau menthog, dia sudah mulai agak takut kalau hewan itu mendekat, lucu juga, padahal dulu senang mengejar-ngejar mereka. Mungkin karena beberapa kali ada menthog yang seperti bersikap ingin menyerang. Jadi kalau ada menthog, dan ayam, yang mendekat, sekarang El bakal mundur dan minta gendong.

Beberapa saat setelah aku posting foto ini di FB, ada teman (senior) yang bertanya apakah ini burung milikku atau bukan. Rupanya dia sempat ingin memelihara burung dara juga, tapi oleh penjual burung justru diperingatkan agar tidak mememeliharanya karena sedang musim penyakit. Hmm...

08 October 2017

Naik Delman di Hari Minggu


Beberapa orang nampak asyik menikmati delman di siang hari yang terik ini, di jalanan sekitar Bintaro Sektor 2. Delman sudah bukan lagi moda angkutan umum, setidaknya di daerah perkotaan, dan kalau masih ada biasanya dipakai untuk piknik/wisata. Seingatku dulu di Monas ada, entah di tempat lain. Kalau di Bintaro, ada juga di Giant, Bintaro Sektor 9.


Aku masih merasa beruntung pernah menikmati angkutan tradisional ini sebagai angkutan umum. Dulu di daerah Tempel, Sleman, kalau berkunjung ke saudara pasti naik andong. Bedanya, andong rodanya ada 4, sementara delman cuma 2. Ada saudaraku yang takut naik delman, karena takut kalau terlepas bakal "njengat" :D

Sekarang aku juga berpikir ulang kali untuk naik delman, bukan karena takut, melainkan karena prihatin dengan nasib sang kuda. Beberapa waktu lalu sempat viral video kuda penarik delman yang jatuh di tengah jalan, tapi malah dipukuli oleh sang kusir. Padahal jelas kuda itu kelelahan, bukan manja atau tantrum kayak anak kecil. Akhirnya sang kuda "diadopsi" oleh kelompok pecinta binatang, dan sekarang hidup nyaman di tempat yang layak. Entahlah, apakah itu hanya kasus "oknum" atau cukup mewakili nasib para kuda lainnya.

06 October 2017

Kunjungan Budhe Atik


Sehari setelah ibu pulang dari rumah sakit, barulah Budhe Atik (kakakku dari Semarang) bisa datang. Naik bis dan sampai Jakarta sudah lumayan terang, jadi aku menjemputnya bareng El. Meskipun lama belum pernah ketemu, El sudah bisa langsung akrab.


Lumayan, meski cuma sehari, ada teman baru buat nemenin El bermain sekeliling kompleks. Mondar-mandir kesana kemari, memberi makan kucing dan juga bermain ayunan di lapangan.


Yang cukup lucu adalah kekuatiran Budhe setiap kali melihat ulah El yang "berbahaya" - naik turun meja kursi dan sebagainya. Kalau aku sudah cenderung cuek karena sudah terbiasa, tapi bagi Budhe hal-hal itu sudah lumayan bikin deg-deg an.

Moga lain kali bisa main-main lagi, syukur-syukur bisa ngajak mbak Esther biar lebih ramai.

04 October 2017

Simbah Dirawat di RS (Lagi)


Senin lalu simbah (ibuku) datang ke rumah, kunjungan rutin setiap bulan untuk menengok cucu, sekaligus ingin cerita soal rencananya pengen tinggal di Jogja. Sore harinya pulang naik Go-Car, tujuanku biar lebih bisa istirahat daripada naik ojek atau angkot. Soalnya beliau cerita kalau tadi pagi sempat merasa pusing dan meriang. Tapi ternyata naik mobil justru membuat kondisinya makin parah, selain kemacetan yang membuat tidak nyaman, juga katanya beliau lupa menyuruh supir mematikan AC.

Sekitar jam lima sore ada telepon tak dikenal yang memberitahukan kalau ibu pingsan di pasar. Waduh, aku serba salah. Mau segera menyusul tapi masih ada El yang tidak ada yang menjaga. Kalau harus mengajak El juga kasihan, karena waktu itu juga turun hujan. Akhirnya para tetangga ibu berinisiatif membawa ibu ke rumah sakit terdekat, RS Muhammadiyah Taman Puring.


Dari hasil pemeriksaan, tidak ada gejala-gejala penyakit yang serius, selain suhu tubuh  yang sempat mencapai 41 derajat celcius. Tekanan darah masih normal, begitu juga dengan kadar gula darah. Karena pernah ada riwayat sakit jantung dan stroke, perlu dilakukan EKG dan rontgent. Tapi semuanya tidak membawa hasil yang berbahaya. Dugaan dokter hanyalah gejala stroke ringan. Karena tidak ada lagi yang bisa menemani ibu, jadi malam itu aku menginap di rumah sakit. Sebelumnya aku sempat pulang untuk membawa baju ganti buat ibu, juga buatku. Karena sudah malam aku putuskan untuk naik motor saja - keputusan yang kurang pas sebenarnya.


Pagi hari sarapan di sekitar rumah sakit, cari tempat makan yang murah meriah saja. Hingga menjelang jam 8 pagi, jalanan di Gandaria masih tampak sepi, belum ada kepadatan - berbeda dengan saat sore hari ketika waktunya jam pulang kantor. Karena aku harus menjaga ibu di rumah sakit, terpaksa istriku mengambil cuti untuk momong El.

Sore harinya ada kunjungan dari pihak gereja, yang tentu sempat heran mengapa dirawat di rumah sakit ini. Mbak Dar juga sempat menjenguk malam harinya, dan dia ternyata juga sakit di waktu yang sama dan sempat dirawat sebentar di UGD, tapi menolak untuk rawat inap.


Pagi harinya ibu sempat bingung dan mengira dia dirawat di RS Murangan, Sleman :D Setelah aku jelaskan kalau dia ada di RSMTP, komentar pertamanya adalah "Kan mahal?".

Ya, rumah sakit ini tidak menerima BPJS, dan menurutku lumayan mahal, meskipun untuk kelas III biaya kamar "hanya" 150 ribu/hari. Saat dokter berkunjung sore harinya, ada dua dokter yaitu dokter syaraf dan dokter penyakit dalam, keduanya langsung menyatakan kalau sudah boleh pulang. Aku mendesak agar diijinkan pulang malam itu juga, soalnya besok istriku tidak bisa ambil cuti lagi, jadi aku bingung siapa yang akan menjaga ibu. Untunglah dokter setuju. Ibu bisa pulang malam itu juga, setelah menginap semalam+sehari di rumah sakit.

Berhubung kami pulang naik go-car lagi, motor masih aku tinggal di rumah sakit. Sampai rumah sudah hampir jam 11 malam, jadi aku malas untuk mengambilnya lagi.

Nah, besok malamnya terjadi drama menjengkelkan saat hendak mengambil motor dari rumah sakit. Pertama, tiket parkir hampir saja hilang, ternyata sempat aku buang di tempat sampah. Untung saja masih bisa ditemukan. Karena aku fokus di tiket parkir dan surat bukti pembayaran (ada fasilitas parkir gratis untuk penunggu pasien), aku lupa membawa kunci motor. Apalagi saat itu El rewel ingin ikut keluar rumah, sementara tukang ojek sudah siap mengantar. Aku baru sadar kalau lupa kunci pas hendak mengendarai motor. Sialan.

Awalnya aku masih tenang, aku coba minta kunci motor dikirim pakai Go-Send. Tapi ternyata mendadak jaringan internet XL bermasalah. Sinyal penuh 4 bar, tapi tidak ada tulisan 4G, 3G ataupun sekedar G. Aku coba restart berkali-kali tetap tidak bisa. Padahal kemarin lancar-lancar saja, tidak ada masalah dengan internet. Aku coba berjalan mondar-mandir sejauh hampir 500 meter, tetap saja gagal. Setelah hampir satu jam tidak ada perkembangan, aku putuskan untuk pulang naik kereta api. Sepanjang perjalanan dengan kereta api, jaringan internet juga masih tidak bisa.

Barulan ketika dalam perjalanan pulang dari stasiun ke rumah, internet kembali normal. Kacau benar. Akhirnya aku kembali ke RS naik Go-Jek lagi, dan sampai rumah sudah hampir jam 12 malam. Masih untung malam itu gak hujan.

Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...