31 December 2022

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu.

Ini pemandangan kawasan Bintaro Sektor 9 yang bisa disaksikan dari lantai 3 gedung Gramdia. Sayangnya gak bisa dapat pemandangan yang mengarah ke barat untuk bisa menikmati sunset. Meski demikian, tetaplah pemandangan yang bagus.


 Sudah lama aku gak beli buku, apalagi karena lebih sering baca-baca artikel, berita atau obrolan absurd di sosial media, jadi daya tarik buku sempat berkurang. Ditambah lagi dengan berbagai tontonan dan film yang banyak tersedia di internet. Tapi kali ini aku pengen mulai beli buku lagi dan membaca, mulai dari yang ringan-ringan saja dulu, sesuai minatku. Yang penting bisa enjoy untuk mengisi waktu luang, yang sekarang lebih banyak sendirian.

27 December 2022

Mudik Kilat 2022 - Kembali Ke Jakarta

Baru tadi pagi aku tiba dari Jakarta di stasiun ini, dan malam ini aku sudah ada di St. Lempuyangan lagi untuk kembali ke Jakarta. Yah, namanya juga mudik kilat dadakan. Sengaja aku beli tiket pulang tengah malam, selain biar bisa santai berangkatnya, juga sampai Jakarta sudah terang dan bisa naik commuter line, gak perlu pakai taksi segala.

Lepas maghrib aku sudah berangkat dari Prambanan ke St. Lempuyangan pakai Commuter Line, terus nunggu Ester biar sama-sama mampir ke rumah Budhe (Simak) di Gendenk. Ternyata hujan deras, dan Ester basah kuyup pakai motor, makanya pas tiba di dekat stasiun aku ajak makan malam dulu, barulah ke rumah Simak. Kami ngobrol lumayan lama, jam 11 barulah aku diantar lagi ke stasiun ini, sementara Ester kembali ke kosnya lagi.

Pas mau pergi dari rumah Simak, aku sempat kena sengat tawon. Tidak kelihatan karena gelap, tapi terasa sekali ada yang menyengat punggung tangan kananku. Waktu digigit tidak terasa sakit, cuma kaget, kayak disuntik. Tapi setelah itu cenat-cenut gak hilang-hilang. Nah waktu di stasiun aku sengaja mencari klinik stasiun dan ketemu. Tapi kata petugas dia gak punya es batu buat ngompres, katanya pertolongan pertama hanyalah dengan dikompres untuk mengurangi rasa sakit. Petugas klinik juga menyarankan obat pembunuh nyeri (pain killer), tapi itu bukan untuk menyembuhkan bekas gigitan, hanya menghilangkan nyeri. Aku gak mau, jadi ya sudah gak dapat obat apa-apa. Aku tahan saja. Memang awet juga rasa sakitnya.

Kereta berangkat sekitar jam setengah 1 dini hari. Tempat duduknya lebih tidak nyaman dibanding kemarin karena terlalu tegak, ya maklum lah kereta kelas ekonomi, dan AC-nya juga terlalu dingin. Syukurlah setelah beberapa jam bisa terlelap juga, agak susah memang, ditambah lagi dengan nyeri bekas gigitan tawon.

Matahari sudah bersinar terang waktu kereta api melintasi daerah Cirebon - Indramayu yang penuh dengan areal persawahan dan latar belakang pemandangan gunung.

Kalau jaman dulu, sebelum KAI berbenah total, aku sudah pasrah bisa-bisa sampai Jakarta lewat tengah hari. Tapi kali ini aku percaya kalau kereta akan tiba di tujuan tepat waktu. Jadi nikmati saja perjalanan dan pemandangan yang ada.



 Benar, jam 9 kurang kereta sudah tiba di tujuan akhir Stasiun Pasar Senen. Aku keluar stasiun dulu buat sarapan, terus masuk lagi untuk naik commuter line ke arah Tanah Abang, dan kembali ke Bintaro.

Travelling singkat, sendirian dan dengan biaya seirit mungkin. Oh ya, sampai siang bekas gigitan tawon masih terasa nyeri cenat-cenut, untung gak fatal, cuma sakit saja.

26 December 2022

Mudik Kilat 2022 - Ziarah

Sebelum jam 8 pagi kereta sudah sampai St. Lempuyangan, tepat waktu sesuai jadwal. Sudah cukup lama aku gak ke stasiun ini, terutama karena pandemi, tapi memang lama juga gak pulang kampung naik kereta ekonomi.


Meski sempat baca kalau dari sini bisa langsung naik KRL dan turun di Prambanan, tapi aku masih ragu, jadi aku ikut arus penumpang turun saja, ikut keluar stasiun. Soalnya kalau di Jakarta juga begitu seingatku, jadi harus tap-in untuk naik KRL dari luar. Setelah keluar, barulah masuk kembali ke stasiun lewat jalur khusus penumpang KRL.

Dulu agak malas naik kereta Prameks (Prambanan Express) karena selain tidak praktis karena harus beli tiket dulu (antri) dan sering kehabisan, juga jumlah keretanya terbatas. Tapi sejak berubah jadi Commuter Line dan dibuat seperti model KRL di Jakarta (meskipun belum pakai listrik), aku rasa jadi lebih nyaman. Selain jadwal keberangkatan lebih pasti, juga lebih mudah untuk naik karena cukup pakai kartu elektronik, gak perlu beli tiket di loket. Selain itu gak perlu tiket tempat duduk, kalau gak kebagian ya bisa berdiri, yang bagiku sih gak masalah.

Di dalam kereta, tampak beberapa penumpang dengan santainya duduk sambil menyalakan laptop, entah kerja atau mengerjakan tugas kuliah, benar-benar rajin. Kalau aku sih milih istirahat saja, gak bisa fokus kalau kerja di kereta begini. Apalagi kereta di sini tidak stabil gerakannya.



Tiba di Stasiun Brambanan, alias Prambanan. Entah mengapa namanya jadi Brambanan dan bukan Prambanan, karena aku gak gitu paham daerah ini. Tapi stasiun ini berada di kecamatan Prambanan Klaten, dan dari Candi Prambanan yang terkenal jaraknya juga cuma sekitar 1km. Aku ingat dulu pernah debat dengan teman yang mau booking tiket ke Jogja dan dia menyebut Brambanan langsung aku protes, eh ternyata memang benar nama stasiunnya itu. Aneh.

Yang jelas ini pertama kali aku berada di stasiun ini. Jarak tempat ini dari tanah leluhurku (kakek/nenek baik dari pihak ibu maupun bapak) sekitar 1 km, dan aku hanya sesekali saja berkunjung ke sana waktu kecil dulu saat liburan. Jadi tidak terlalu menjelajah dan mengenal daerah sekitar ini.


Ternyata banyak juga penumpang yang turun di stasiun ini.


Dari stasiun ke rumah kami yang baru di daerah Beji tidak ada angkutan umum, jadi ya harus pakai ojek. Tapi karena jaraknya hanya sekitar 1 kilometer, dan aku juga pergi sendirian saja bawa satu tas, aku milih jalan kaki. Selain olahraga, juga refreshing menikmati suasana pedesaan yang udaranya masih lumayan segar. Cuma agak serem aja pas nyeberang jalan raya Jogja-Solo yang lumayan ramai.


Rumah-rumah di sekitar ini bervariasi, ada yang sudah dibangun dengan gaya modern, tapi ada juga yang masih mempertahankan atau membiarkan bangunan gaya lama atau kuno. Ditambah lagi atap tradisional dan cat yang warnanya sudah kusam menambah nuansa klasik  pedesaan ini.


Sampai juga di lapangan Beji yang persis di sebelah sekolah dasar. Rumah keluarga besar bapakku ada di samping lapangan ini dan keluarga kami mendapat secuil petak tanah warisan yang tahun ini kami gunakan untuk membangun rumah yang kemudian dipakai untuk tinggal ibu dan kakakku. Syukurlah, masih ada rejeki untuk bisa membangun rumah meskipun sangat sederhana, setidaknya bisa untuk tempat berteduh tanpa harus menumpang atau kontrak.


Tembok bagian luar rumah bahkan masih berbentuk batako, belum dirapikan apalagi dicat. Tetap bersyukur.


Aku memang tidak memberitahu rencana kepulanganku ke ibu, jadi memang ini rencana dadakan dan ibu juga gak nunggu-nunggu. Makanya pas aku sampai di rumah, ibu masih tidur nyenyak, sementara mbak Rin sedang pergi membeli sarapan.


Menikmati sarapan sederhana di depan rumah.
Dulu waktu liburan sekolah memang aku sering bermain ke rumah kakek/nenek di sini, bersama sepupu-sepupuku yang sebagian juga merantau di luar kota. 

Dulu lapangan ini sering dijadikan tempat pacuan kuda yang sangat ramai. Untuk menonton ada tiket masuknya, tapi karena rumah kami persis di samping lapangan, kami bisa masuk dengan gratis. Selain itu keluarga besar juga punya kesempatan untuk jualan di samping rumah, dan lumayan laris karena pengunjungnya ramai - jualan bakso, es kelapa muda, es campur dan berbagai minuman. Yang sempat bikin aku kaget adalah, air yang dipakai buat bikin minuman, kadang-kadang langsung diambil dari air sumur (mentah), tanpa dimasak dulu - lebih hemat dan praktis tentunya. Tapi ya sepertinya praktek ini lumayan umum dilakukan di daerah ini dulu, dan jaman dulu air tanah di sini masih lumayan bersih lah. Tapi tetap saja sejak tahu itu aku gak mau minta jajan di sana hehehe.


Meski hanya sebentar, setidaknya aku bersyukur bisa berkumpul dengan keluarga seadanya, masih bisa menjenguk ibu dan ngobrol ala kadarnya.


 Setelah sarapan dan istirahat bentar barulah aku ziarah ke makan Bapak yang tak jauh dari rumah, menjadi satu dengan makan keluarga besar kami. Baru kali ini aku kesampaian untuk ziarah sejak Bapak meninggal kurang lebih 3 tahun lalu, akibat pandemi dan sebagainya jadi gak sempat pergi-pergi. Sudah ada batu nisan yang dipasang saat 1000 hari setelah Bapak meninggal sesuai tradisi pada umumnya.

Ada sedikit penyesalan mengapa dulu aku jarang pulang kampung dan menemui Bapak setelah aku lulus kuliah dan merantau di Jabodetabek. Memang sejak lulus SMA hubunganku dengan beliau tidak terlalu akrab, meski karena waktu juga akhirnya kami berbaikan, tapi aku tidak merasa perlu untuk sering-sering pulang ataupun menelpon. Ya seperlunya saja. Tapi setelah Bapak tidak ada, aku jadi berasa kehilangan teman ngobrol, meskipun kalau kami ngobrol biasanya obrolan yang tidak terlalu berisi, hanya cerita sana-sini diselingi gosip sekedar membuat waktu. Tapi apa yang jarang aku lakukan sekarang terasa berharga dan aku merindukan saat2 itu. Tanpa adanya bapak, pulang kampung jadi terasa berbeda.

Setelah ziaran di makan Bapak, aku sempatkan buat ziarah bentar di makan kakek dan nenek yang masih ada di lokasi pemakaman yang sama. Juga sempat membersihkan gulma yang ada di sekitar makam itu, semampuku karena terlalu banyak dan aku gak bawa parang atau arit. Habis ziarah aku istirahat dan tidur siang sebentar.

25 December 2022

Mudik Kilat 2022 - Berangkat

Suasana malam di Stasiun Angke, waktu aku menunggu kereta untuk ke Stasiun Pasar Senen. Karena tidak buru-buru, aku sengaja berangkat naik kereta saja. Sudah malam jadi sudah lumayan sepi, apalagi ini sudah termasuk hari libur.

Beberapa waktu lalu aku sempat heran pas sedang menunggu kereta api di Stasiun Sentiong, mengapa ada penumpung yang turun dari kereta api, terus menyeberang dan naik ke kereta api arah berlawanan. Malam ini baru ketemu jawabannya. Ternyata kereta dari arah Kampung Bandan tidak berhenti di Stasiun Pasar Senen, jadi penumpang yang mau ke sini harus turun di Sentiong, baru naik kereta lagi ke arah Pasar Senen. Merepotkan memang.

Untunglah aku masih ada waktu 1 jam pas sampai di St. Pasar Senen.

Masih sempat makan malam biar gak masuk angin, seadannya saja yang ada di stasiun.

Aku naik kereta ekonomi saja yang murah-meriah, toh ini mudik yang tidak direncanakan dan syukurlah masih kebagian tiket. Apalagi aku bepergian seorang diri dan tidak bawa banyak bawaan, jadi lebih santai.



 Gerbong cukup kosong waktu berangkat. Meskipun kelas ekonomi, tapi harga tiketnya tidak murah dan ini dikompensasikan dengan adanya AC dan tempat duduk yang "sedikit" nyaman dibanding jaman dulu, tapi tetap tidak senyaman tempat duduk di kelas bisnis. Soalnya rata-rata tempat duduk kelas ekonomi sifatnya tetap, tidak bisa disenderkan, jadi kalau lama-lama ya pegel juga. Untunglah, kenaikan harga ini juga didukung dengan ketepatan waktu yang dulu susah didapatkan dari kereta kelas ekonomi yang identik dengan kereta baik hati, karena selalu mengalah.

24 December 2022

Olahraga Santai ke Pasar Modern Sektor 2

Hari libur dan sendirian saja di rumah, yang lain sedang pulang kampung buat Natalan, aku putuskan buat olahraga santai sambil nyari sarapan. Dari rumah jogging saja menuju Pasar Modern Sektor 2 Bintaro, lewat daerah Rengas, jalan kampung yang relatif sepi dan kendaraan bermotor.

Bangunan yang cukup unik, cocok untuk cafe, tapi kayaknya belum selesai.

Lewat lapangan Rengas, sudah ada anak-anak yang berlatih sepakbola di sini. Sejak pelonggaran masa pandemi, sepertinya aktivitas seperti ini mulai dilakukan lagi. Kayaknya ini bukan dari sekolahan tapi mungkin dari klub sepakbola, soalnya kan hari libur. Entahlah.

Sampai pasar langsung sarapan di warung favorit, kupat tahu khas Gunung Kidul, lengkap dengan telur dadar.

Habis sarapan, mampir dulu buat ngopi dan ngemil donat sebentar di dekat Masjid Jami Bintaro.


 Baru saja kopi mau selesai, turun hujan deras, jadinya lanjut istirahat nunggu hujan agak reda. Cukup lama, hampir setengah jam.

Setelah itu jalan kaki saja pulang, dengan jarak lumayan juga, hampir 4 km. Tapi karena pulangnya lewat kompleks Pertamina yang notabene ambil jalan pintas, jadi terasa lebih dekat dibanding pas berangkat.

20 December 2022

Jalan pagi ke Situ Bungur

Pagi yang cerah, cocok buat jalan-jalan di danau sambil berjemur dan menikmati pemandangan sederhana.

Biar gak jenuh, aku dan Fe pergi jalan-jalan sebentar di danau berdua saja, El gak ikutan. Kami jalan kaki saja dari rumah, terus berkeliling satu kali putaran, dan lanjut pulang.



 Anjing yang cukup ramah yang ada di sekitar danau.

18 December 2022

Hari Minggu di Pondok Indah

Minggu ini aku kembali ke gereja bersama El dan Fe naik kereta api. Turun di stasiun Kebayoran Lama, istirahat bentar buat jajan, terus lanjut naik bis TJ ke Lebak Bulus.

Foto-foto dulu sebelum pulang dari gereja dan pergi jalan-jalan, terutama di sekitar dekorasi natal yang ada di halaman gereja.


Hari ini berencana mengajak anak2 main ke Mall Pondok Indah, pertama kali aku mengajak mereka ke sini. Dari Lebak Bulus naik TransJakarta, turun di halte PIM 2. Dari halte ini bisa langsung ke mall lewat tangga ini. Meskipun menanjak dan tidak terlalu tinggi, tapi El merasa takut dan berjalan pelan-pelan sambil memegang pagarnya. Sementara Fe tampak santai. Agak heran memang, dulu El terkenal gak kenal takut, tapi makin ke sini malah makin "perhitungan" dan kelihatan kalau dia takut ketinggian. Aku tidak mempermasalahkan itu, tapi sebisa mungkin aku kasih semangat agar dia bisa lebih berani.

Sebelum bermain aku ajak anak-anak makan dulu, dan biar mereka berdua mau makan juga ya pilihannya adalah makan mie.  Fe juga mau makan meskipun gak habis satu porsi, kalau El bisa habis satu porsi.

Kami main di FunWorld PIM 1, aku biarkan mereka memilih mainan apa saja. El lebih suka main pancing memancing, sementara Fe ikut-ikutan sesekali. Fe sebenarnya lebih suka mainan yang santai seperti mobil-mobilan



 Terakhir mereka berdua sempat bermain komidi putar yang ada di lokasi tersebut.

Pulang ke rumah aku ajak naik taksi saja, meskipun Fe sempat menolak dan pengen naik kereta lagi, tapi karena sudah capek aku sarankan naik taksi saja. Sepanjang jalan dia memilih tidur, sementara El ngobrol terus sampai capek dan baru tidur pas hampir sampai rumah.

17 December 2022

Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan.

Air danau tampak berkurang, padahal bukan musim kemarau juga, tapi mungkin memang hujan sedang jarang turun.

Sungai di ujung danau juga tampat kering, tersisa aliran kecil, Kalau niat bisa nyari ikan di sana, pasti ada.



Pemandangan senja yang ditunggu, dengan siliuet peopohnan dan tower BTC menjadi salah satu ciri khas danau ini.




 Jalan setapak sekeliling danau sudah tampak rapi meskipun kecil, setelah direnovasi beberapa waktu lalu. Lumayan nyaman buat jogging keliling.

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...