Showing posts with label Festival. Show all posts
Showing posts with label Festival. Show all posts

26 October 2019

Pesta Rakyat Situ Bungur 2019


Warga sekitar Situ Bungur, dikomandoi oleh komunitas Under Child kembal mengadakan festival Pesta Rakyat Situ Bungur,ajang tahunan yang biasa diadakan di bulan Oktober/November. Pertama kali aku nonton acara ini tahun 2014. Selanjutnya selalu absen meski sebenarnya lokasinya dekat rumah.


Nah tahun ini untunglah aku berkesempatan untuk nonto meskipun sebentar saja di hari pertama, ditemani si Upin yang ketika tiba di lokasi langsung nyari penjual sate. Sengaja aku gak ngajak El atau Fe, soalnya mereka cenderung tidak betah kalau diajak duduk saja nonton sesuatu yang mungkin tidak mereka sukai.


Dibanding dengan kali pertama aku menyaksikan ajang tahunan ini, jelas ini lebih baik dibanding sebelumnya, meski tetap dengan berbagai keterbatasan,termasuk keterbatasan luas tempat. Beberapa hal yang menjadi ciri budaya Betawi selalu ikut ditampilkan - Ondel-ondel, Dodol Betawi, Kerak Telor, Payung Cantik, dan Rumah adat betawi. Beberapa umbul-umbul menyampaikan pesan bertema lingkungan, yang sayangnya sepertiku kurang efektif melihat polah para pengunjung yang masih hobi membuang sampah sembarangan.



Meski cuma kebagian dua lagu,lumayanlah aku bisa menikmati pertunjukan Gambang Kromong yang sudah mulai jarang bisa ditemukan, kalah dengan dangdutan ataupun organ tunggal. Btw, salah satu yang meningkat dari penyelenggaraan ini adalah kualitas panggung dan tata suara, soalnya ada dukungan sponsor darn V8Sound, yang belum lama berkantor di dekat Situ Bungur.


Festival pencak silat betawi menjadi daya tarik tersendiri buatku. Untunglah si Upin juga betah nonton, malah terlalu betah sampai enggan diajak pulang. Pesertanya lumayan banyak dari berbagai perguruan di sekitar Tangsel, yang menyajikan pertunjukan dengan keunikn masing-masing. Kebanyakan penampilkan peserta anak-anak hingga remaja.

21 April 2018

Festival Kesenian Sleman 2018


Dalam kunjungan singkat ke Jogja kali ini, aku cukup beruntung bisa sedikit menikmati festival kesenian Sleman 2018, yang diadakan di lapangan Denggung, dekat rumah. Berawal dari informasi Yani soal jalan yang ditutup karena pawai bregada, aku langsung bergegas menuju lokasi.



Dari 17 peserta, yang merupakan perwakilan 17 kecamatan di kabupaten Sleman, aku hanya sempat menyaksikan sekitar 7 penampilan. Penampilan mereka rata-rata cukup singkat, kurang lebih 5 menit. Apa ga rugi ya, dandan dan latihan repot kok cuma tampil sebentar? Rupanya penampilan di lapangan Denggung ini hanya puncaknya saja. Sebelumnya mereka sudah melakukan kirab, entah dari mana.


Di antara seluruh penampilan yang aku saksikan, yang paling menarik buatku adalah Tari Edan-Edanan. Terus terang aku baru tahu ada tarian seperti ini, tarian yang katanya ditampilkan untuk mengiringi pengantin, sebagai sarana untuk menolak bala (bahaya). Tariannya dilakukan oleh pria dan wanita, yang berperan sebagai orang gila. Agak aneh juga, orang gila kok diakai untuk mengusir kesialan hehehe. Sampai saat ini aku belum menemukan referensi tentang filosofi dan asal mula tarian ini. Yang jelas dari segi kostum dan gerakan, tarian ini menarik - beda jauh dari gambaran wong edan yang menakutkan.


Ada 3 penampilan dengan nuansa wayang/ketoprak. Yang pertama aku tidak sempat mendengarkan narasinya, tapi dari kostum salah satu pemain seperti cerita Mahabarata - seperti ada logo tokoh Gatotkaca. Yang kedua ada cerita Ramayana, mengambil kisah Rama Tambak, dimana pasukan kera yang dipimpin Hanoman sedang membangun jembatan menuju Alengka. Mereka dihalangi oleh pengikut Rahwana, salah satunya rombongan Yuyu Kangkang, pasukan kepiting. 


Yang ketiga mengambil cerita dari kisah Kethek Ogleng, yang juga melibatkan karakter kera putih dan pasukan kera.


Tiga penampilan lainnya bernuansa religi - agama Islam. Ada tari Badui, tari Ulama dan Kubro Siswo. Terus terang tarian ulama ini agak membingungkan, apa memang ada atau tidak. Sepertinya mereka ingin menggambarkan peranan para Ulama, selain dalam menyebarkan agama, juga dalam perjuangan bangsa.


Saat acara berlangsung sempat diwarnai dengan turunnya hujan cukup deras, tapi tidak menyurutkan antusias peserta maupun pengunjung. Adanya beberapa tenda dan panggung yang terpasang membuat pengunjung cukup nyaman berteduh. Sementara peserta yang kebagian pentas tetap melakukan penampilan mereka di tengah hujan dengan penuh semangat, termasuk anak-anak.


Update:
Sebenarnya selain kompetisi kesenian ini, ada juga kompetisi teater, juga konser musik pada malam dan dua hari berikutnya. Menurut temanku, dari info yang aku dapat di FB, ada juga kompetisi dolanan anak, juga per kecamatan. Nah, baik kompetisi kesenian maupun kompetisi dolanan, juaranya dari Kecamatan Mlati. Bravo!

06 July 2016

Idul Fitri di Lingkungan Kompleks


Baru sekitar dua tahun aku pindah ke lingkungan kompleks kecil ini, dan sudah melewati dua kali lebaran. Tahun ini ada malam takbiran di kompleks, lengkap dengan beduk dan speaker untuk takbiran. Tidak banyak yang hadir, tapi anak-anak kecil juga banyak ikut serta, gembira karena bisa bermain sampai malam. Meskipun lokasi takbiran ini dekat rumah, tapi suaranya tidak begitu bising apalagi kalau aku di dalam rumah. Selain itu juga hanya sampai sekitar jam 10 malam.


Kalau tahun lalu aku bangun kesiangan, lebaran kali ini aku bangun tepat waktu dan bisa ikutan rombongan warga berkeliling untuk saling mengucapkan selamat Idul Fitri. Aku ikut bergabung saat rombongan baru saja melewati rumahku, sambil menggendong bocah.


Secara spontan rombongan bergerak berkeliling kompleks dan mengunjungi rumah-rumah warga yang dituakan. Warga lain segera bergabung, jadi lama-lama semakin ramai.


Meskipun banyak warga yang sudah pergi pulang kampung, tapi tetap saja suasana lebaran kali ini tampak ramai dan meriah. Masih ada separuh lebih warga yang belum pergi pulang kampung dan sebagian baru akan berangkat siang nanti.


Acara-acara spontan seperti menjadi kesempatan untuk bersilaturahmi, saling mengenal dan menyapa serta diharapkan bisa memperkuat kekompakan warga. Jadi berasa di kampung, meskipun masih tidak seheboh di kampung. Di tempat seperti ini, justru kemajemukan menjadi warna tersendiri.


Anak-anak tentu saja bergembira, karena dalam perayaan ini mereka bisa mendapat tambahan uang jajan lebih banyak. Seorang bocah yang saat berada tak jauh dari rumahnya terdengar bergembira dan berkata ke saudaranya "Baru sampai sini saja udah dapat banyak gini!". Kegembiraan yang spontan.

31 January 2015

Festival Paduan Suara ITB 2015


Nah, sebenarnya tujuan utama kunjunganku ke Bandung di akhir pekan ini adalah buat nonton lomba paduan suara di ITB. Kebetulan keponakanku yang ada di Semarang ikutan untuk kategori B, yang setingkat dengan sekolah menengah pertama (SMP). Kakakku sempat nelpon kira-kira aku bisa mendampingi atau tidak, soalnya mereka belum tentu bisa cuti. Ya udah, sekalian aja refreshing, mumpung dah agak lama gak ke Bandung.

Hampir 6 tahun aku kuliah di sini, belum pernah sekalipun aku nonton lomba seperti ini, apalagi kalau pakai acara bayar segala. Baru kali ini aku beli tiket pertunjukan di ITB, langsung aja beli yang VIP toh selisih harga "hanya" 20 ribu.


Ini sebagian dari peserta lomba paduan suara tingkat SMA. Rupanya untuk tampil di lomba ini kostum juga mendapat perhatian khusus. Meski yang dilombakan adalah suara, tapi gak bisa pakai kostum sembarangan. Entah apakah kostum juga masuk ke salah satu penilaian atau tidak.


Nah kalau yang ini kostum dari beberapa peserta tingkat SMP yang sempat aku jumpai. Aku paling suka yang kostum batik dengan kombinasi ungu itu, tampak menarik. Kostum biru yang dipakai oleh sekolahan keponakanku juga lumayan bagus, juga dengan ada nuansa batik di bajunya. Keren lah.


Ini adalah penampilan dari keponakanku, tim sekolah Domsav Semarang. Mereka membawakan lagu Bunda (wajib), Musica Dei (pilihan wajib) dan Katoba Asobi Uta (pilihan bebas). Lagu terakhir itu katanya berkisah soal mabok sake, dalam bahasa Jepang tentunya. Agak aneh mendengar lagunya meskipun menarik.


Ternyata kakakku bisa cuti hari ini, dan menyusul ke Bandung untuk nonton penampilan anaknya, meskipun pulak, datang pagi, sorenya langsung cabut pulang. Selesai pertandingan Ester sempat terjatuh dan kakinya agak terkilir. Setidaknya perjuangannya berlatih berbulan-bulan tidaklah sia-sia, penampilannya bagus, dan dia bisa jalan-jalan di Bandung bersama teman-temannya.

Hasil akhirnya, tim Domsav jadi juara 1 kategori B. Selamat ya, Ester!

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...