29 March 2017

PT KAI dan UMKM

Gerai Alfa Express yang ada di St. Jurangmangu, Tangsel

Harus diakui, reformasi yang terjadi dalam instansi PT Kereta Api dalam 10 tahun terakhir ini sangat luar biasa. Tapi ada satu kebijakan yang menurutku masih kurang bagus.

Perusahaan ini terkesan hanya memberi fasilitas bagi pemilik modal besar, seperti jaringan minimarket ini. Aku setuju adanya penertiban pedagang asongan dan kaki lima di dalam dan sekitar stasiun. Lingkungan jadi bersih, penumpang juga merasa lebih nyaman.

Tapi ada baiknya PT KAI juga memberi kesempatan bagi mereka untuk tetap berdagang dengan tertib. Jangan kok hanya memberi kesempatan pada minimarket atau jaringan waralaba yang bermodal besar. Kalau toh akhirnya dibangun lapak khusus buat berniaga, berilah sedikit lahan/lapak untuk UMKM, syukur-syukur bisa dalam jumlah banyak.

Soal ketertiban, saya yakin asal ada pembinaan dan ketegasan yang masuk akal, para pedagang kecil itu bisa tertib. Toh pengguna layanan kereta api juga ada dari kalangan bawah. Syukur-syukur kalau bisa ikut mengembangkan industri pariwisata, misal dengan adanya lapak oleh-oleh atau barang-barang khas tiap daerah.

Hitung-hitung sebagai salah satu bentuk CSR. Moga saja PT KAI sudah mempertimbangkan hal ini.

28 March 2017

Stasiun Kebayoran Lama


Untuk pertama kali aku masuk ke dalam gedung baru Stasiun Kebayoran Lama yang diresmikan bulan Mei 2016 lalu. Cukup lama juga aku tidak bepergian ke Kebayoran Lama dengan kereta, padahal sebelumnya lumayan rutin. Mungkin memang dasarnya setahun terakhir ini aku jarang pergi-pergi.


Seingatku stasiun ini mulai direnovasi setelah selesainya renovasi St. Palmerah yang megah. Sekarang St. Kebayoran Lama ini sama megahnya dengan St. Palmerah, dengan konsep yang aku rasa mirip. Tapi bentuk St. Palmerah lebih menarik buatku, mungkin karena lengkungan atapnya membuat lebih unik dan "modern".


Stasiun ini termasuk stasiun yang lumayan padat, dan panjang stasiunnya ditambah lebih ke utara. Makanya jalanan yang dulu menghubungkan Pasar Kebayoran Lama dengan Pasar Impres dibuat berkelok. Akibat renovasi ini juga, jalan pintas yang ada di bawah kolong jalan layang juga ditutup. Jadi kalau dari arah Jl. Arteri mau ke pasar terpaksa harus agak jauh mengitari stasiun.


Mungkin karena hari libur, stasiun lumayan sepi saat aku datang dan pergi. Oh ya, tidak seperti St. Palmerah yang seingatku hanya berisi 2 peron, di sini ada 3 peron. Peron 1 dan 3 untuk Commuter Line, sementara peron 2 yang di tengah untuk kereta ekonomi jarak jauh. Aku sempat salah turun dan bingung waktu mau pulang.


Pas mau pulang, ternyata kereta lumayan penuh meskipun tidak jenuh. Meskipun banyak penumpang yang berdiri, tapi aku masih dengan mudah masuk ke dalam gerbong. Dengan perbaikan kinerja dan fasilitas kereta api, peminat transportasi umum ini juga makin meningkat, tapi masih perlu lebih ditingkatkan lagi.

Katanya selain St. Kebayoran Lama, ada dua stasiun lagi yang bersamaan diresmikan yaitu St. Maja dan St. Parungpanjang. Wah, kayaknya perlu atur jadwal buat jalan-jalan ke sana.

27 March 2017

Taman Tanpa Konsep


Pohon Kamboja yang aku tanam 2 tahun lalu, cuma dengan menancapkan satu batang pendek ke tanah, akhirnya berbunga juga. Jenis Kamboja ini lumayan unik, karena memiliki 10 kelopak. Kebanyakan bunga Kamboja memiliki 5 kelopak, dan kalau tidak 5 biasanya ganjil.


Taman di depan rumah sangatlah kecil, hanya ada kurang dari 3x2 meter luasnya, itupun hampir separuh kosong karena berisi batu. Tapi aku coba manfaatkan dengan menanam beragam tanaman sebisa mungkin, tanpa konsep yang jelas.


Semula ini adalah pohon mangga, yang sudah lama ditebang tapi tetap dipertahankan batangnya. Saat ini dia jadi rambatan bagi tanaman merambat yang sangat subur ini, entah apa namanya, yang semakin tinggi daunnya akan semakin besar. Awalnya aku senang karena daunnya cukup lebat, tapi lama-lama terkesan tidak rapi, jadi kemarin aku coba pangkas sebagian besar batangnya. Mungkin perlahan aku akan hilangkan dan ganti dengan tanaman lain.


Beberapa bulan lalu aku iseng menancapkan sisa umbi ubi jalar ke dalam tanah. Ternyata tumbuh sangat subur dan sekarang menjalar kemana-mana, wajar kalau diberi nama ubi jalar. Sayangnya aku kurang paham perawatannya, jadi sementara aku biarkan saja menutupi taman yang sempit ini.


Pohon cabe ini tumbuh di tepian taman, bahkan tidak pas di tanah melainkan di pagar. Heran juga dia bisa tetap tumbuh subur dan sudah mulai berbunga. Dulu sempat ada pohon cabe yang berbuah lebat, sebelum akhirnya mati setelah hampir berumur setahun. Entah ini akan bertahan berapa lama.


Salah satu bunga andalanku yang sekarang masih lebat dan rutin berbunga, bunga kupu-kupu.


Kembali kami kedatangan tamu yang numpang makan di taman, kali ini belalang yang cukup besar dan sedang asyik melahap daun ubi jalar.

16 March 2017

Bentara Keroncong di BBJ


Orkes Keroncong Irama Jakarta sedang memainkan lagu-lagu keroncong khas Jakarta dalam acara Bentara Keroncong di BBJ malam ini. Acara ini digagas bersama oleh BBJ dan Yayasan Tjroeng (http://www.tjroeng.com), dan rencananya akan diadakan rutin setiap bulan, dengan grup keroncong yang berbeda-beda.


Terus terang aku sudah lama gak ikutan ngumpul-ngumpul di komunitas keroncong. Malam ini spontan aku nonton acara ini, mumpung lokasinya mudah dijangkau dengan Commuter Line dan pas ada waktu juga. Sempat hampir batal waktu gerimis turun dalam perjalananku ke stasiun, tapi ternyata cuaca sangat cerah, bahkan gerah, di BBJ dan acara bisa berlangsung sukses.

Setelah OK Irama Jakarta ini, ada satu lagi yang tampil yaitu JJOK (Jempol Jentik OK) dari Bandung. Sayangnya aku tidak sempat memotret penampilan mereka, karena waktu itu aku ngobrol agak jauh dengan Kuwat, teman SMP yang kerja di Gramedia dan tinggal tak jauh dari BBJ.


Sedikit ngobrol dengan para anggota Yayasan Tjroeng setelah acara berakhir. Tantangan yang ingin dicapai adalah bagaimana membuat musik keroncong bisa mendunia, diakui sebagai warisan dunia dan bisa dinikmati oleh setiap kalangan dan di dunia internasional. Acara seperti ini diharapkan bisa menjadi salah satu cara lebih mempopulerkan musik keroncong ke setiap kalangan, terutama generasi muda.


Saat pulang dari St. Palmerah, baru sadar kalau malam ini hampir bulan purnama dan langit sangat cerah. Pertunjukan keroncong di gedung BBJ yang bergaya tradisional, di bawah naungan bulan purnama, seharusnya bisa sangat berkesan. Sayangnya sekarang di belakang gedung sudah berdiri megah gedung bertingkat menjulang, "menutupi" langit di atas BBJ #lebay.

11 March 2017

Foto Keluarga di Mall Summarecon Serpong


El berjalan-jalan menjelajahi sudut etalasi studio foto Jonas yang ada di mal Summarecon Serpong, sementara bundanya mengurus pendaftaran. Hari ini kami ingin melakukan foto studio keluarga, termasuk bareng Andre. El yang lagi senang-senangnya berjalan gak bisa diajak tenang dan mondar-mandir kesana-kemari, termasuk celah-celah yang sempit.


Meskipun tampak tidak terlalu penuh, ternyata kami harus mengantri dan waktu tunggu hampir 2 jam. Jadi kami putuskan untuk makan siang terlebih dahulu, dan pilihan kami adalah Mujigae, restoran masakan Korea yang harganya terjangkau. Menurutku harganya mirip dengan Hokben, termasuk menunya, tapi rasanya menurutku lebih enak di sini, lebih pas. Untunglah saat makan El mau duduk di kursi balita ini dan tidak terlalu heboh. Tentu kami perlu memberinya beberapa mainan untuk menyibukkannya, yang paling gampang adalah sedotan plastik :D


Ternyata warna pintu studionya "matching" dengan warna bajunya El hehehe. Saat sesi pemotretan, sangat susah mengarahkan gaya El. Dia belum paham berekspresi dan karena berhadapan dengan orang baru, dia cenderung diam atau menggigit jari. Selain itu dia juga tidak mau lepas dari orangtua, padahal kami ingin ada satu foto El sendirian. Cukup lama menunggu dia bergaya cukup bagus dan susah memintanya tersenyum di studio.


Selesai pemotretan kami baru sadar kalau topi El ketinggalan di Mujigae. Jadi sebelum pulang kami coba mampir ke sana lagi, untunglah masih disimpan oleh pegawainya.

Terus terang, membawa El jalan-jalan ke mall saat ini membutuhkan perjuangan ekstra, dibanding saat dia hanya mau digendong atau memakai stroller. Sekarang dia hampir sama sekali tidak mau pakai stroller, dan selalu ingin menjelajah sendiri, termasuk ke tempat-tempat yang agak berbahaya seperti tangga dan eskalator. Kalau dilarang dia akan jengkel dan melawan. Barulah saat dia mulai lelah dan mengantuk, dia mau aku "paksa" duduk di stroller. Saat aku tinggal sebentar untuk beli roti, dia tertidur.

06 March 2017

Ulat Bulu dan Ngengat


Kayaknya sudah cukup lama gak lihat ulat bulu lebat seperti ini. Aku gak berani mendekat karena biasanya kalau cakep dan berbulu lebat begini gatalnya minta ampun. Aku juga kuatir kalau ini ulat matahari (uler srengenge) yang sengatannya gak cuma gatal tapi juga panas. Aku ingat waktu SMP pernah menginjak ulat srengenge ini, meskipun di telapak kaki, tapi sengatan panasnya benar-benar menyakitkan.


Jarang sekali aku menemukan ngengat yang warnanya menarik, apalagi yang memiliki pola yang indah seperti ini. Biasanya ngengat yang aku temui hanya berwarna coklat, pokoknya kalau jauh dibanding kupu-kupu paling sederhana sekalipun. Tapi ini warnanya bagus dan polanya unik. Sayang aku tidak bisa mendapat foto yang tajam karena sudut posisi sedang menggendong bocah.

05 March 2017

Mancing Di Kolam Tak Bertuan


Pak Aman lagi serius menyiapkan umpan pancingnya, entah dari bahan apa saja. Beliau memang hobi memancing dan hari ini mengundang teman-teman, masih warga sekitar kompleks juga, untuk mancing bersama di kolam bekas pemancingan yang sudah lama tutup. Meskipun masih ada ikannya, tapi untuk kegiatan ini katanya sengaja ditebar beberapa ekor ikan, biar aktivitas memancing lebih menarik.


Meskipun tidak terlalu ramai, tapi peserta mancing ini lumayan juga, kayaknya lebih dari 10 orang, termasuk anak-anak. Oh ya, sebelumnya kolam ini sempat dipakai untuk berenang bocah-bocah kampung entah dari mana, tapi belakangan sudah mulai jarang ada yang berenang di sana.


Pak Aman menawariku ikutan memancing, tapi sejak kecil aku memang kurang tertarik dengan kegiatan ini. Mungkin karena dulu aku biasanya memancing di sungai, yang notabene agak susah mendapatkan hasilnya, sehingga terasa sangat membosankan. Mungkin akan beda kalau aku terbiasa memancing di kolam ikan, karena satu-satunya kenikmatan memancing yang aku rasa ya pas dapat ikan.


Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...