Showing posts with label Culture. Show all posts
Showing posts with label Culture. Show all posts

03 September 2022

Mampir ke Suryakencana Bogor

Mumpung lewat, sekalian saja mampir ke kawasan Suryakencana, yang aku pikir merupakan kawasan "chinatown" di Bogor. Sering dengar banyak kuliner enak di sini, tapi belum sempat mampir,  hanya beberapa kali lewat. 

Lebih tertarik lagi melihat prasasti berisi informasi tentang revitalisasi kawasan ini, jadi penasaran. Sayangnya pas sampai sini sudah lumayan capek dan tidak banyak waktu, jadi hanya jalan-jalan sepanjang jalan utama saja.

Layaknya kawasan Pecinan pada umumnya, gak akan lengkap tanpa adanya rumah ibadat seperti kelenteng atau vihara.

Nah ini yang cukup menarik, ada peta wisata yang dilukis sebagai mural di salah satu gang, cukup lengkap dengan tempat-tempat yang populer di sini, terutama tempat makan yang terkenal. Bagus sih, tapi kalau ada perubahan tempat, ya bakal repot mengubah mural ini hehehe.

Salah satu gang yang dirapikan, enak buat dilalui dan tentu saja "instagramable", cocoklah bagi penggila selfie. Kapan2 pengen menjelajah tiap gang, sampai ujungnya. Untuk kali ini, lewat saja dulu.

Bingung milih makan apa, akhirnya aku cuma nyobain beli sate di sini, warung yang menempati gang sempit yang entah apakah buntu atau tidak. Agak ragu juga pas beli, jadinya milih beli bungkus. Ada banyak tempat makan lain sebenarnya, tapi ya gak ada teman, agak malas nyoba-nyoba.


 Satu benang merah dari beberapa pecinan yang aku kunjungi adalah lampion. Entah sengaja atau tidak, sepertinya selalu ditampilkan.

07 August 2022

Bulan Budaya dan Kebangsaan 2022

 

Hari ini ada acara untuk membuka kegiatan Bulan Budaya dan Kebangsaan 2022 di GKJ Nehemia Jakarta. Aku kurang paham detil acaranya apa, tapi nuansa tradisional kental sekali ditampilkan dalam ibadah hari Minggu ini, termasuk penggunaan gamelan untuk mengiringi ibadah.

Aku cukup tertarik dengan gunungan yang bernuansa Kristen ini, sebagai simbol budaya dan kebangsaan. Biasanya dalam wayang kulit, gunungan digunakan sebagai tanda memulai dan mengakhiri suatu pertunjukan.





26 October 2019

Pesta Rakyat Situ Bungur 2019


Warga sekitar Situ Bungur, dikomandoi oleh komunitas Under Child kembal mengadakan festival Pesta Rakyat Situ Bungur,ajang tahunan yang biasa diadakan di bulan Oktober/November. Pertama kali aku nonton acara ini tahun 2014. Selanjutnya selalu absen meski sebenarnya lokasinya dekat rumah.


Nah tahun ini untunglah aku berkesempatan untuk nonto meskipun sebentar saja di hari pertama, ditemani si Upin yang ketika tiba di lokasi langsung nyari penjual sate. Sengaja aku gak ngajak El atau Fe, soalnya mereka cenderung tidak betah kalau diajak duduk saja nonton sesuatu yang mungkin tidak mereka sukai.


Dibanding dengan kali pertama aku menyaksikan ajang tahunan ini, jelas ini lebih baik dibanding sebelumnya, meski tetap dengan berbagai keterbatasan,termasuk keterbatasan luas tempat. Beberapa hal yang menjadi ciri budaya Betawi selalu ikut ditampilkan - Ondel-ondel, Dodol Betawi, Kerak Telor, Payung Cantik, dan Rumah adat betawi. Beberapa umbul-umbul menyampaikan pesan bertema lingkungan, yang sayangnya sepertiku kurang efektif melihat polah para pengunjung yang masih hobi membuang sampah sembarangan.



Meski cuma kebagian dua lagu,lumayanlah aku bisa menikmati pertunjukan Gambang Kromong yang sudah mulai jarang bisa ditemukan, kalah dengan dangdutan ataupun organ tunggal. Btw, salah satu yang meningkat dari penyelenggaraan ini adalah kualitas panggung dan tata suara, soalnya ada dukungan sponsor darn V8Sound, yang belum lama berkantor di dekat Situ Bungur.


Festival pencak silat betawi menjadi daya tarik tersendiri buatku. Untunglah si Upin juga betah nonton, malah terlalu betah sampai enggan diajak pulang. Pesertanya lumayan banyak dari berbagai perguruan di sekitar Tangsel, yang menyajikan pertunjukan dengan keunikn masing-masing. Kebanyakan penampilkan peserta anak-anak hingga remaja.

07 July 2018

Pernikahan Dhimas


Pertama kali aku mengunjungi masjid At-Tin di TMII, Jakarta, karena ada tetangga dekat yang mengadakan resepsi pernikahan anaknya di sini. Banyak tetangga yang menggerutu karena perjalanan menuju tempat ini, apalagi di akhir pekan, macet parah. Udah gitu kalau sempat salah ambil jalur, bisa muter jauh ... dan lama tentu saja.


Ayah dari mempelai pria yang bisa dibilang jadi salah satu tetua di kompleks, meskipun usianya belum terlalu tua - tapi ya udah punya cucu sih. Btw, ini adalah pernikahan anak sulungnya, sementara anak keduanya sudah menikah terlebih dahulu.


Selain menggunakan jasa fotografer profesional untuk mengabadikan momen penting seperti ini, ada baiknya juga punya cadangan fotografer candid. Terus terang, seringkali fotografer sewaan hanya fokus pada foto-foto "resmi" dengan sudut yang baku, dan tentu saja jumlah foto yang terbatas - termasuk di era digital. Adanya fotografer candid seperti ini, bisa teman atau tetangga, bisa menambah koleksi kenangan.



Pernikahan dilakukan dengan adat Jawa, meskipun proses yang dilakukan agak beda dengan yang dulu aku lakukan saat menikah. Ya mungkin karena aku datang agak terlambat sih, meskipun masih lumayan karena masih bisa menyaksikan prosesi masuknya pengantin.


Namanya juga anak-anak, wajar kalau hobinya bermain, termasuk di acara yang cukup resmi dan sakral ini. Tingkah polah mereka yang lucu justru membuat acara makin meriah, di tengah acara yang resmi dan kaku.


Selamat buat pasangan Dhimas dan Thita, selamat memulai lembaran hidup yang baru, semoga berbahagia selalu.


Setelah kedua mempelai dan orangtua duduk di pelaminan, ada  pertunjukan tarian Gatotkaca Gandrung, yang menampilkan kisah cinta Gatotkaca dengan Dewi Pergiwa. Entahlah mengapa sosok tokoh ini yang ditampilkan, diantara banyaknya kisah cinta dalam dunia pewayangan.


Rombongan ibu-ibu yang selalu nempel dan tak pernah lepas dari tongsis. Kayaknya hampir setiap saat aku perhatikan mereka sedang berswafoto rame-rame, dan sesekali mengajak para bapak-bapak ikut serta.


Antrian salaman dengan pengantin yang udah mirip antrian sembako :D atau antri jumpa artis. Oh ya, kalau saja pak Munir belum pensiun, bisa dipastikan bakal banyak artis yang nongol. Tapi kali ini kok aku gak nemuin, mungkin juga karena penyelenggaranya dari  pihak wanita, jadi undangan dari pihak   pria tidak terlalu dominan.


Salah satu menu yang jadi rebutan di acara resepsi - kambing guling. Sebelum acara makan-makan dimulai, aku sudah bersiaga di dekatnya dan langsung antri saat awal, takut kehabisan. Eh, rupanya tetap saja ada yang menyerobot, terutama emak-emak. Meski sudah cukup dekat dengan meja, butuh waktu hampir 10 menit sebelum bisa menikmati hidangan ini.


... yang penting happy :)


... sesekali selfie mumpung sepi... btw, dah lama gak pakai pakaian + sepatu resmi gini.


Tetangga baru saja foto di gerai photobooth yang disediakan panitia, sampai-sampai mereka ketinggalan sesi foto bersama pengantin. Aku sendiri enggan ikutan foto di sini, karena melihat hasilnya yang kurang istimewa.

Acara berakhir hampir jam 10 malam. Saat berangkat aku nebeng pak Said, sementara pulangnya nebeng bu Diana bersama pak+bu Andien.

21 April 2018

Festival Kesenian Sleman 2018


Dalam kunjungan singkat ke Jogja kali ini, aku cukup beruntung bisa sedikit menikmati festival kesenian Sleman 2018, yang diadakan di lapangan Denggung, dekat rumah. Berawal dari informasi Yani soal jalan yang ditutup karena pawai bregada, aku langsung bergegas menuju lokasi.



Dari 17 peserta, yang merupakan perwakilan 17 kecamatan di kabupaten Sleman, aku hanya sempat menyaksikan sekitar 7 penampilan. Penampilan mereka rata-rata cukup singkat, kurang lebih 5 menit. Apa ga rugi ya, dandan dan latihan repot kok cuma tampil sebentar? Rupanya penampilan di lapangan Denggung ini hanya puncaknya saja. Sebelumnya mereka sudah melakukan kirab, entah dari mana.


Di antara seluruh penampilan yang aku saksikan, yang paling menarik buatku adalah Tari Edan-Edanan. Terus terang aku baru tahu ada tarian seperti ini, tarian yang katanya ditampilkan untuk mengiringi pengantin, sebagai sarana untuk menolak bala (bahaya). Tariannya dilakukan oleh pria dan wanita, yang berperan sebagai orang gila. Agak aneh juga, orang gila kok diakai untuk mengusir kesialan hehehe. Sampai saat ini aku belum menemukan referensi tentang filosofi dan asal mula tarian ini. Yang jelas dari segi kostum dan gerakan, tarian ini menarik - beda jauh dari gambaran wong edan yang menakutkan.


Ada 3 penampilan dengan nuansa wayang/ketoprak. Yang pertama aku tidak sempat mendengarkan narasinya, tapi dari kostum salah satu pemain seperti cerita Mahabarata - seperti ada logo tokoh Gatotkaca. Yang kedua ada cerita Ramayana, mengambil kisah Rama Tambak, dimana pasukan kera yang dipimpin Hanoman sedang membangun jembatan menuju Alengka. Mereka dihalangi oleh pengikut Rahwana, salah satunya rombongan Yuyu Kangkang, pasukan kepiting. 


Yang ketiga mengambil cerita dari kisah Kethek Ogleng, yang juga melibatkan karakter kera putih dan pasukan kera.


Tiga penampilan lainnya bernuansa religi - agama Islam. Ada tari Badui, tari Ulama dan Kubro Siswo. Terus terang tarian ulama ini agak membingungkan, apa memang ada atau tidak. Sepertinya mereka ingin menggambarkan peranan para Ulama, selain dalam menyebarkan agama, juga dalam perjuangan bangsa.


Saat acara berlangsung sempat diwarnai dengan turunnya hujan cukup deras, tapi tidak menyurutkan antusias peserta maupun pengunjung. Adanya beberapa tenda dan panggung yang terpasang membuat pengunjung cukup nyaman berteduh. Sementara peserta yang kebagian pentas tetap melakukan penampilan mereka di tengah hujan dengan penuh semangat, termasuk anak-anak.


Update:
Sebenarnya selain kompetisi kesenian ini, ada juga kompetisi teater, juga konser musik pada malam dan dua hari berikutnya. Menurut temanku, dari info yang aku dapat di FB, ada juga kompetisi dolanan anak, juga per kecamatan. Nah, baik kompetisi kesenian maupun kompetisi dolanan, juaranya dari Kecamatan Mlati. Bravo!

15 November 2014

Mengintip Sejenak Festival Palang Pintu Situ Bungur


Bagi orang luar Jakarta atau yang belum paham tentang budaya Betawi, waktu mendengar tentang festival palang pintu, mungkin yang dibayangkan adalah festival furniture atau yang berurusan dengan pintu. Mungkin beragam jenis pintu dari berbagai daerah dan berbagai jenis.

Buka Palang Pintu, adalah salah satu bagian dari prosesi pernikahan adat Betawi, dimana akan ada adu silat dan adu pantun antara pihak mempelai pria dengan mempelai wanita. Tujuannya sebagai simbol kegigihan pria untuk mempersintung sang wanita. Kurang lebihnya begitulah hehehe....


Acara Festival Palang Pintu yang diadakan di Situ Bungur ini adalah puncak dari rangkaian acara Pesta Rakyat Situ Bungur 2014, sebagai bagian dari perayaan HUT Tangsel. Acara kali ini sudah dimulai sejak pagi, tapi aku baru sempat mampir sore hari sekitar jam 3an, pas acara intinya dah selesai alias datang telat. Jadi gak sempat nonton acara lomba palang pintunya.


Sebenarnya jam 11an aku sempat ingin mampir, apadaya mendadak ban motor bocor (lagi). Jadi aku putuskan untuk ganti ban motor dulu. Selepas jam 12, cuaca sempat mendung dan di rumah gerimis sebentar jadi aku memilih tidur siang hehehe. Barulah jam 3 aku berangkat setelah gerimis reda. Herannya, di lokasi acara tidak tampak sisa-sisa hujan. Wah, pawang hujannya mantap nih hehehe...


Salah satu masalah dalam setiap kegiatan yang melibatkan banyak orang seperti ini adalah masalah sampah. Yup, soal ketertiban dalam membuang sampah, harus diakui masyarakat Indonesia masih sangat kurang disiplin. Bukan hanya soal hukum atau peraturan yang berlaku, tapi lebih ke masalah budaya.

Sayangnya, hal ini juga terjadi dalam pesta rakyat di danau kecil ini. Agak ironis karena salah satu tujuan kegiatan, selain melestarikan budaya lokal, juga untuk ikut mempromosikan pelestarian Situ Bungur. Aku perhatikan, tidak ada tempat sampah khusus yang disediakan pihak penyelenggara. Meskipun ada tempat-tempat sampah di rumah-rumah sekitar danau, tapi malah tampak kosong, sementara sampah berserakan di jalanan, di bawah kursi dan di tepi danau.


Yang cukup menggembirakan dalam festival ini menurutku adalah keterlibatan anak-anak dan kaum muda. Ini artinya bakal ada generasi muda yang punya bekal untuk melestarikan budaya Betawi, dalam hal ini budaya Palang Pintu dan Pencak Silat Betawi.


Festival atau pesta rakyat tidak akan seru tanpa orang jualan, termasuk di sini. Dari mulai jualan berbagai makanan, pakaian hingga perabotan rumah tangga.


Yup, penjual kerak telor tidak boleh dilewatkan. Perkara penjualnya orang betawi atau bukan, itu tidak terlalu penting :)


Meskipun aku datang terlambat dan acara inti sudah selesai, bukan berarti aku gak kebagian acara apapun. Setidaknya masih ada penampilan pencak silat dari beberapa perguruan. Yang unjuk kebolehan tidak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak dan juga perempuan. Terlepas dari kurang kompaknya bocah-bocah ini, ditambah ada yang tampak kurang hafal dengan gerakannya, semangat mereka patut diacungin jempol.



Hmm... melihat aksi para "jawara" ini, jadi kepikiran, apakah ada festival pencak silat dan termasuk lomba khusus pencak silat? Sepertinya akan seru, termasuk melestarikan budaya asli Nusantara juga.


Lomba koreografi pertunjukan silat, misalnya, akan bisa menarik bagi penggemar beladiri ataupun penggemar film aksi. Aku yakin sudah banyak yang punya ide seperti ini, moga aja ada yang mewujudkannya di Situ Bungur :) Siapa tahu bisa jadi ajang pencarian bakat bagi para sinemator atau produser film laga untuk kembali membangkitkan film-film silat Indonesia.


Lumayan, kebagian juga ndengerin beberapa lagu Betawi dengan iringan tanjidor (atau gambang kromong ya?? malu juga belum bisa mbedain).


Sebagai acara puncak, hari ini (malam harinya) juga dilakukan pengumuman dan penyerahan piala bagi pemenang lomba, termasuk lomba-lomba yang diadakan waktu Pesta Rakyat.


... menutup acara ....


... bersiap pulang ....


Kurang lebih jam 5 sore kegiatan berakhir, dan akan dilanjutkan malam harinya dengan acara dangdutan dan penyerahan hadiah. Beberapa bocah tampak kecewa karena mereka tidak kebagian naik perahu karet mengelilingi danau.

Malam hari aku gak sempat nonton lagi acaranya. Selain kecapekan, juga banyak kerjaan euy ... malam minggu waktunya mberesin kerjaan rumah, masa jalan-jalan di malam minggu sudah usai hehehe.

Note : foto-foto di sini diolah terlebih dulu dengan #Instagram

#betawi #tangerang #festival #martialart #art #kids #show #boat #snapshot #people #lake #music #tradisional

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...