Showing posts with label Tangerang. Show all posts
Showing posts with label Tangerang. Show all posts

27 August 2022

Pasar Lama Kota Tangerang

Masinis kereta Bandara sedang bersiap-siap memberangkatkan keretanya di St. Duri, Jakarta. Hari ini aku ingin menjelah kota Tangerang dengan naik Commuter Line dari St. Duri, cukup sekali langsung sampai ujung tujuan.

Mungkin karena hari Sabtu pagi, kereta arah ke Tangerang agak sepi, jadi aku bisa menikmati perjalanan yang cukup lama tanpa terlalu capek. Seingatku, ini pertama kali aku naik kereta sampai ke St. Tangerang. Agak mengejutkan, sebagai stasiun di kota besar (ibukota provinsi), bangunan stasiun ini tidak terlalu megah. Dibanding dengan stasiun-stasiun yang sudah direnovasi seperti Kebayoran Lama atau Palmerah, jauh kalah megah. Terlalu sederhana.

Padahal kalau dari catatan ini, stasiun ini sudah berusia lebih dari 100 tahun, jauh sebelum republik ini berdiri. 

Ah, aku seperti de javu melihat jembatan ini. Entah kapan, samar-samar aku ingat pernah mengunjungi tempat ini, dan nyaris tidak ada perubahan. Aku ingat bentuk jembatan, serta masjid di sebelahnya. Mungkin ini kenangan saat aku pertama kali ke  daerah Tangerang untuk test masuk ke Politeknik Gajah Tunggal di daerah Cikokol, setelah lulus SMA. Sayangnya waktu itu gak punya kamera, juga belum ada ponsel, untuk mengabadikan perjalananku, tapi samar-samar aku ingat soal jembatan ini. Yang khas menurutku adalah adanya beberapa persimpangan dalam JPO ini. Ya, aku yakin pernah berkunjung ke kota ini, meskipun tidak naik kereta. Detailnya sih lupa.

Tanpa tujuan yang jelas, aku jalan kaki saja, memandang jalanan semrawut dari atas jembatan penyeberangan dan dari atas tampak jembatan yang melintang di Sungai Cisadane. Akhirnya aku putuskan untuk jalan kaki  menuju Pasar Lama Kota Tangerang, yang katanya cukup populer.

Sekilas melihat jalanan ini mengingatkanku pada jalan malioboro, deretan toko. Tapi adanya dekorasi lampion, meskipun bukan musim Imlek, agak mengingatkanku dengan jalanan di Chinatown, Singapore, meski dalam versi lebih sederhana. 

Karena siang hari, tidak banyak yang berjualan di pinggir jalan. Aku jalan kaki saja menyusuri jalanan ini, tanpa tujuan, cuma menjelajah. Meski tidak banyak, tapi tampak juga beberapa pejalan kaki yang sepertinya juga "turis lokal" sepertiku.

Aku memilih belok ke jalan ini, yang menghubungkan jalanan utama tadi ke jalanan di tepi sungai Cisadane. Ada warung kopi di samping tikungan, sepertinya nyaman buat nongkrong dengan bangunan yang masih tampak seperti jaman kolonial. Kapan-kapan lah.

Kali Cisadane yang tampak lebar ini kelihatan tenang. 

Di daerah ini, kita bisa jumpai beragam rumah ibadah seperti kelenteng dan vihara dengan arsitektur gaya lama ,.. dan tentu saja ada masjid dan gereja.

Beberapa rumah dihias dengan mural yang cantik, tapi tak sedikit juga, terutama di bagian agak dalam, bisa dijumpai rumah-rumah yang sudah rusak tak terawat.

Kuil Boen Tek Bio, salah satu bangunan bersejarah.

Penasaran dengan kuliner di sekitar kuil Boen Tek Bio, aku nyoba nasi campur yang dijual di Kedai Khoe, tak jauh dari tempat itu. Sederhana, tapi tetap enak. Tidak semewah nasi campur di mal Central Park yang dulu sering aku makan, tapi justru rasanya terkesan "otentik", seperti khas kampung. Warungnya agak sempit dan waktu aku datang, meski masih ada bangku kosong, tapi penjualnya sibuk sekali, jadi nunggu agak lama.

Tidak hanya bangunan kuil/klenteng yang memiliki nilai sejarah, tapi masjid di Kalipasir juga memiliki nilai sejarah karena dibangun sekitar abad 16, dan dianggap sebagai masjid tertua di Kota Tangerang.

Berjalan di sepanjang sungai ini jadi membayangkan sungai ini dimaksimalkan sebagai tempat wisata, tentu harus dijaga kebersihannya. Kalau di Singapura bisa ada wisata menjelajah sungai Singapura, mungkinkah bisa ditiru di sini? Atau sudah pernah dilakukan tapi kurang dikelola dengan baik? Soalnya sempat lihat ada dermaga juga, tapi sepi.

Mungkinkah bisa dibuat semacam transportasi umum dengan memanfaatkan sungai ini, sebagai alternatif transportasi darat yang rawan macet? Entahlah.



Masih belum puas menjelajah kota ini, setidaknya kapan-kapan mungkin bakal menjelajah ada apa di sekitar sungai di sebelah utara dari jembatan "pelangi" ini. Untuk kali ini, sudah capek, jadi aku segera balik ke stasiun Tangerang dan kembali ke rumah pakai commuter line yang murah meriah, meski waktunya lebih lama karena memutar ke Jakarta.


 

02 November 2019

Ke Cisauk (Lagi)


Setelah berkalli-kali merengek tiada henti, akhirnya bocah ini kembali sumringah saat aku ajak naik kereta api (Commuter Line). Tujuannya gak jauh-jauh, lagi-lagi ke Cisauk. Sebenarnya karena aku juga pengen nyobain makan di foodcourt sana.


Baru sampai masih ceria. Seperti sebelumnya, minta dibeliin teh kotak di kios yang ada di jalan penghubung antara St. Cisauk dan Pasar Intermoda.



Sampai di pasar modern, langsung merengek minta mainan. Aku jadi lebih mudah menolak karena sebelumnya sudah "sepakat" untuk tidak beli mainan termasuk mobil-mobilan. Tapi untuk bermain menaiki mobil mainan aki seperti ini, aku ijinkan. Toh sekali main cuma 10 ribu, dan bakal jadi pengalaman yang bagus juga.

El masih kurang mahir memainkan stir, jadi harus aku arahkan. Tidak lama, mungkin cuma 5 menit, dia sudah bosan.


Akhirnya, terobati rasa penasaran mencoba nasi campur di foodcourt sini, tepatnya di warung Nasi Campur Pang's. Harganya tidak murah,40 ribu, dan rasanya hmm... masih standard, bukan rasa yang bikin ketagihan. Berikutnya penasaran nyobain lapo di sebelahnya.


Meski sempat berdebat, El mau juga diajak pulang. Jalan penghubung yang sebenarnya lumayan jauh ini (sampai 1km gak ya??) tidak terlalu terasa melelahkan, mungkin karena suasananya bagus, bersih, nyaman dan tidak panas karena ada atapnya.

Moga saja tidak ada kebijakan untuk menghilangkan atapnya dengan alasan agar pejalan kaki bisa melihat gedung tinggi di sekitarnya hehehe.

04 September 2019

Terminal 3 Bandara Sukarno Hatta


Meskipun sudah 2 tahun lebih diresmikan setelah adanya renovasi, baru sekarang aku sempat mengunjungi Terminal 3 Bandara Sukarno Hatta Cengkareng. Selama ini aku hanya mendengar dan membaca di sosial media betapa megahnya bandara yang baru ini, terutama dibandingkan dengan terminal 1 dan 2.


Memang secara arsitektur, Terminal 3 (sekarang maupun sebelumnya) dibuat dengan konsep yang berbeda dengan Terminal 1 dan 2. Sekilas ada banyak "kemiripan" dengan Terminal 3 Bandara Changi, ya mungkin memang ada beberapa teknologi yang meniru, termasuk agar lebih ramah lingkungan dan hemat energi. Tapi ya kurang pas juga membandingkan terminal ini dengan bandara lain di luar negeri. Sayangnya waktuku tidak banyak, jadi aku tidak bisa menjelajahi lebih banyak Terminal 3 ini di berbagai sudutnya.


Salah satu fasilitas baru yang ingin aku coba, dan akhirnya berhasil mencoba, adalah skytrain yang menghubungkan Terminal 3 dengan Terminal 1 dan 2. Makanya saat naik travel ke bandara, aku sengaja turun di Terminal 3 meskipun kolega yang akan aku temui mendarat menggunakan pesawat di Terminal 2. Jadi aku sempat mencoba menggunakan sky train dari terminal 3 menuju terminal 2, apalagi jarak antara kedua terminal ini lumayan jauh kalau ditempuh dengan jalan kaki.


Setelah bertemu dengan kolega, untuk bertukar laptop karena laptop yang selama ini aku pakai sudah rusak parah, kami memutuskan untuk ngobrol sambil makan siang di Terminal 3. Jadinya aku kembali naik sky train dari Terminal 2 ke Terminal 3. Sempat bingung nyari tempat makan, akhirnya kami memilih tempat makan di dalam ruang check in. Berbeda dengan ruang check in di Terminal 1 dan 2 (dan terminal 3 yang lama), setiap orang boleh masuk ke ruang check in yang cukup luas tanpa harus memiliki tiket pesawat, meskipun tetap harus melalui gerbang pemeriksaan. Ini mirip dengan yang ada di Bandara Changi.

Di dalam ruang check in ini ada banyak restoran dan cafe dan cukup nyaman, berbeda dengan foodcourt di pinggir bandara yang ada persis di daerah parkir kendaraan.


Setelah makan siang, mampir sebentar di startbuck sekadar untuk memastikan laptop yang aku terima bisa berfungsi dengan baik, sambil nunggu jadwal penerbangan pulang. Aku sendiri pulang naik travel lagi, tidak berani berlama-lama agar tidak terjebak macet di jam pulang kantor.

08 June 2019

Istana Nelayan Resto Tangerang


Mumpung jalanan masih agak sepi, mencari makan siang di tempat yang agak jauh, di pinggiran kota Tangerang. Istana Nealyan Resto & Cafe, tempatnya nyaman, ada pilihan outdoor atau indoor, dan kami memilih outdoor. Tidak terlalu ramai, jadi tidak perlu antri ataupun lama menunggu makanan. Cuma memang pas ada acara halal bi halal di sana, tapi tetap tidak terasa padat.


Meski bisa dibilang dekat dengan jalan raya dan areal padat penduduk, pinggir sungai besar juga sih, tapi suasana perkebunan membuat tempat ini asri dan adem. Beberapa sudut malah mengesankan suasana pedesaan, karena selain ada kebun coklat, juga ada areal peternakan meskipun sedikit.


Soal makanan, enak meskipun tidak istimewa, setidaknya tidak merasa rugi dengan harganya. Es kopyor kelapa muda pantas menjadi favorit, apalagi kalau porsinya bisa lebih banyak hehehe. Aku tidak sempat banyak menikmati makanan, karena El sudah tidak sabar ingin bermain.


Nah, adanya sudut yang berisi wahana permainan ini benar-benar memanjakan anak-anak yang aktif seperti El. Hampir separuh waktu dihabiskan di tempat ini, betah sekali sampai sempat menolak waktu diajak pulang.

01 January 2017

Tahun Baru di AEON Mall

 

Sore ini langit cerah dan jalanan di tol Jakarta - Serpong masih sepi di hari pertama tahun 2017 ini. Kami sekeluarga berniat "merayakan" awal tahun dengan jalan-jalan sebentar ke mal AEON di BSD. Rencananya sih tadi siang, tapi berhubung "supir"nya sibuk, jadi diubah ke malam.


Gak berniat menertawan orang gendut, tapi kami gak bisa menahan tawa waktu melihat mbak gendut ini naik motor. Maaf ya mbak, tetap semangat! :D


Memasuki kawasan BSD jalanan sudah mulai padat dengan kendaraan, dan menjelang masuk mall sudah sangat merayap. Untunglah masih cukup mudah menemukan tempat parkir meskipun harus naik sampai hampir paling atas. Melihat keramaian pengunjung mall seperti ini, aku rasa krisis masih jauh lah. #optimis


Foodcourt sangat ramai, tapi tidak begitu parah sehingga kami sulit dapat tempat makan, mungkin karena sudah agak telat dari puncak jam makan sih. Sempat bingung mau makan apa, akhirnya makan di Ramen Village saja, sudah terlalu lapar.


El makan duluan sambil kami menunggu hidangan disiapkan. Dia sempat betah duduk di kursi makan khusus anak, tapi ya tidak bisa bertahan sampai selesai. Strateginya ya makan bergantian dan mencoba memberinya beberapa barang (paling gampang ya sedotan plastik) untuk mengalihkan perhatian.


Sebelum pulang pengen nonton Taman Sakura di bagian depan mall, yang diisi dengan lampu warna-warni. Tapi pengunjung terlalu banyak dan padat, jadi kurang nyaman. Foto 2-3 kali langsung cabut pulang.

11 September 2016

Kumpul Keluarga (Hari 1)


Akhirnya keluarga dari Jogja sempat datang berkunjung untuk melihat El, setelah beberapa kali rencana gagal karena kesibukan ataupun karena sakit. Kebetulan ada hari libur di hari Senin sehingga akhir pekan sedikit lebih panjang, meskipun hanya beda sehari. Bapak, mbak Tarti, mas Dian, kak Heni dan Alan berangkat dari Jogja dengan bis malam, tiba di Jakarta subuh sekitar jam 3.

Untunglah Andre sedang ada di rumah dan bersedia untuk menjemput, jadi gak perlu repot nyari taksi atau naik angkot, yang kebetulan juga belum beroperasi di jam segitu. Kebetulan juga mbak Rin bisa mengajukan ijin kerja dan bisa datang siang harinya.


El tampak senang saat digendong dan diajak main kakeknya, begitu juga dengan sang kakek juga sangat senang akhirnya bisa bertemu dengan cucu bontotnya ini setelah usianya hampir 8 bulan.

Waktu aku hendak mencari sarapan untuk kami semua, bapak ikut naik motor. "Bosen, pengen lihat-lihat", katanya. Kalau dipikir-pikir, sudah cukup lama kami tidak beraktivitas bersama-sama. Terakhir kami bertemu mungkin hampir 5 tahun lalu. Dua tahun lalu bapak tidak ikut waktu keluarga Jogja berkunjung ke Jakarta.


El sudah mulai belajar merangkak, dan dia tidak merasa terganggu dikerumuni banyak orang. Malah kegirangan, terutama waktu kami meletakkannya di atas karpet dan membiarkannya bermain sesuka hati. Dia masih kesulitan untuk merayap, dan tangannya juga belum terlalu kokoh untuk menyangga badannya, tapi dia terus berusaha.


Malam hari kami putuskan untuk makan bareng di mall Bintaro Exchange. Solaria jadi pilihan agar menunya masih bisa dinikmati oleh semua kalangan, selain itu harganya juga masih cukup terjangkau hehehe. Sebagian berangkat naik mobil, sebagian lagi naik 2 motor.


El tidak terlalu rewel tapi dia berusaha untuk memegang apa saja yang ada di depannya. Jadi butuh tenaga dan pengawasan yang ekstra agar dia tidak membuat berantakan. Sejauh ini, kami semua bergembira, meskipun tidak ada acara-acara khusus.





Selesai makan, sebagian (khususnya kakek dan nenek El) langsung pulang dengan mobil, sementara sebagian masih tinggal di mall untuk bermain. Lebih tepatnya sih untuk menemani Alan bermain di Fun World. Mbak Rin dan Kak Heni sempat jalan-jalan, tapi tidak terlalu banyak belanja dan akhirnya lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk menunggu sampai Alan puas bermain.


Mungkin hampir 1 jam Alan bermain bersama papanya, aku perhatikan sih apa saja dicoba, yang penting senang.

Sepulang dari mall aku mampir sebentar untuk membeli martabak pesanan bapak, buat cemilan malam kalau begadang.

Notes : foto-foto kebanyakan kurang tajam gambarnya, jadi aku manfaatkan saja aplikasi Prisma (by Prisma Lab) untuk membuatnya lebih menarik.

06 May 2016

Big Bad Wolf Book Sale Jakarta 2016


Setelah beberapa kali melihat provokasi dari teman-teman di medsos tentang acara ini, aku memutuskan untuk datang sendirian, mumpung hari libur. Meskipun judulnya mengandung kata Jakarta, tapi lokasinya ada di BSD, Tangsel yang masuk ke wilayah Banten. Dari rumah naik motor sekitar 40 menit karena sedikit macet saat memasuki wilayah BSD.


Tadinya aku pikir pas aku datang akan sedikit lebih sepi, karena pas dengan waktu jumatan. Ternyata salah. Antrian tetap padat, meskipun memang kebanyakan yang ngantri bersamaku adalah wanita dan anak-anak.

Tidak ada biaya masuk ke pameran, tapi karena hanya satu pintu masuk membuat antrian cukup panjang hanya untuk masuk ke lokasi pameran di Hall 10 ICE BSD ini. Aku sedikit jengkel dengan pola antrian yang kurang teratur (gak jelas harus jadi berapa jalur meskipun sudah ada tali pemisah). Akibatnya aku sempat beradu mulut dengan seorang ibu yang ngomel karena merasa antriannya diserobot. Jadi jalur antrian sebetulanya cukup lebar, bisa muat 3-4 orang atau jalur). Tapi karena banyak yang datang bergerombol maupun berduaan, jadi seringkali cuma ada 2 orang, dan ini menghalangi orang lain di belakang karena tidak boleh menyerobot. Seharusnya, meskipun datang bersama, kalau mau fair ya antrinya depan belakang, bukan saling menyamping. Ah entahlah, susah ngasih penjelasan. Belum lagi banyak ibu2 yang bawa anak-anak (bukan bayi) pakai stroller, yang benar-benar makan tempat.


Seorang ibu sedang menjelaskan isi sebuah buku di dalam ruang pameran. Menarik, mengajarkan anak-anak untuk gemar membaca sejak dini. Tak heran kalau banyak anak-anak yang dibawa ke pameran ini, karena tersedia banyak pilihan buku anak-anak. Tapi kebanyakan sih buku import. Karena aku rasa anakku belum cukup untuk membaca buku dalam waktu dekat, aku gak berencana untuk membeli buku anak-anak. Moga saja tahun depan dan seterusnya ada acara serupa.


Suasana di dalam pameran saat lagi penuh-penuhnya. Ampe desak-desakan, untung gak pakai acara saling berebut. Sebenarnya di sini aku menemukan beberapa buku menarik, terutama yang terkait dengan sejarah dan seni. Karena gak kebagian keranjang belanja, aku malas menenteng-nenteng buku yang hendak aku beli, jadi aku putuskan untuk mencatat dulu dan mengingat lokasinya. Tujuannya biar kalau sudah lengkap daftarnya, aku tinggal mengambil buku-buku itu dan mulai mengantri. Begitu rencananya.


Gak sengaja ketemu kenalan lama yang jauh-jauh datang dari Cikarang, melintasi 3 provinsi (lebay) hehehe. Aku sekedar menyapa dan basa-basi sebentar, dan kamipun kembali asik mencari buku-buku yang ingin dibeli.


Seorang kru panitia sedang memeriksa kardus-kardus berisi buku yang masih tertumpuk rapi, bersebelahan dengan  kardus-kardus bekas yang ditumpuk berantakan di sudut ruang pameran.

Akhirnya aku keluar dari tempat pameran tanpa membawa pulang buku satupun. Melihat antrian menuju kasir yang begitu panjang, aku menyerah. Toh buku-buku itu tidaklah mendesak untuk dimiliki, hanya sekedar ingin aku koleksi saja. Jadi tidak ada cukup alasan untuk membuang waktu berjam-jam demi mendapatkan buku-buku murah itu. Mungkin lain kali.


Beberapa media meliput langsung acara yang dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini, termasuk Metro TV dan RTV.

Meskipun aku tidak berhasil membawa pulang satu bukupun setelah melewati antrian panjang dan berputar-putar dalam kepadatan manusia yang haus buku (murah), tetap saja ada pelajaran penting. Lain kali kalau ada acara ini, kalau datang sendirian minimal perlu datang dua kali. Pertama sekedar mengumpulkan daftar buku, yang kedua untuk membeli (datang langsung antri kasir). Ada teman bercerita bahwa dia perlu dua jam untuk sekedar mengantri di kasir. Cara lain adalah datang berdua dan berbagi tugas, salah satunya langsung antri di kasir dan satunya mencari buku.

Mungkin lain kali :)

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...