24 May 2015

Bakar-Bakaran


Malam minggu ini pak RT mengundang bapak-bapak komplek untuk ngumpul di pojok komplek dan bakar ikan bareng-bareng. Kebetulan pak RT lagi dapat rejeki, bukan rejeki pribadinya, tapi dia pengen bagi-bagi untuk semua warga.

Jadi ceritanya akan rencana pembangunan apartemen dekat perumahan, dan warga perumahan diminta perwakilan untuk memberikan masukan. Ada sekitar 11 orang yang ikutan, dan masing-masing dapat uang makan 100 ribu. Waktu dipakai makan bersama, cuma habis sekitar 500 ribu. Jadi sisanya dipakai untuk beli ikan dan makan-makan bersama.


Secara garis besar pak RT yang bekerja keras untuk acara ini, mulai dari belanja ikan di Muara Angke, menyiapkan bumbu serta peralatan bakar-bakaran malam ini. Warga tinggal terima jadi. Paling-paling kami bergantian untuk ngipasi api. Meskipun gratis dan malam minggu, tetap saja yang datang hanya sebagian warga saja, mungkin gak nyampe separuhnya.


Tapi setidaknya acara seperti ini bisa meningkatkan silaturahmi warga, saling mengenal dan mengakrapkan satu sama lain, terutama untuk warga baru sepertiku. Tapi memang bumbu ikan bakarnya mantap, ikannya juga enak, ditambah dimakan rame-rame di malam yang agak dingin :)


Selain para bapak, ada juga beberapa anak kecil yang ikutan nimbrung. Tentu saja mereka kebagian enaknya saja, bermain dan ikutan makan, selesai makan pulang.

Acara makan-makan selesai sekitar jam 12 malam, tapi ada juga yang masih nongkrong sekedar ngobrol dan bermain kartu. Baru sekitar jam dua pagi semuanya bubar ke rumah masing-masing. Di kampung dulu, acara begadang seperti ini sering dilakukan, malah kadang ada yang sampai pagi. Tapi sepertinya di kota, terutama di perumahan baru, hal seperti agak sulit dilakukan karena kesibukan masing-masing.

21 May 2015

Taman (Penuh) Merpati


Seingatku baru pertama kali ini aku melihat sebuah taman umum di tengah kota yang penuh dengan burung merpati liar. Tidak hanya banyak, tapi ada puluhan burung di satu tempat yang sempit. Biasanya di kota ini aku banyak menemui burung jenis myna, tapi merpati sebanyak ini belum pernah lihat, kecuali di televisi.


Taman ini ukurannya kecil dan sederhana, ada di sudut antara New Bridge Road dan Kreta Ayer Road. Tidak ada fasilitas bermain anak atau fasilitas fitnes seperti yang sering aku jumpai di taman-taman kota ini. Tapi selain adanya bangku taman, setidaknya ada beberapa hal yang menurutku unik di taman ini.


Selain banyaknya burung merpati liar, di taman ini juga ada beberapa pohon dengan bunga yang unik. Terus terang baru pertama kali ini juga aku melihat bunga seperti ini. Bunganya mirip bunga jambu air, tapi lebih indah dan lebih besar, mungkin 2-3 kali. Warna dan bentuknya bagus. Kalau dilihat sekilas, sepertinya bunga ini sejenis parasit di pohon yang besar, tapi bukan. Bunga ini memang memiliki pohon yang besar.


Karena penasaran, aku obrak-abrik google untuk mencari tahu tentang bunga ini. Agak sulit karena sulit menemukan keyword yang tepat untuk bunga ini. Apalagi keberadaan taman kota yang kecil ini juga tidak terlalu menarik, tidak ada nama yang spesial yang memudahkan untuk mencari info di internet. Tapi lewat google map, dengan kombinasi panoramio, akhirnya nemu juga postingan artikel tentang bunga ini, yang ternyata adalah Pohon Cannonball dengan nama Couroupita guianensis. Ada juga yang menyebut dengan nama Nagalinga Pushpa (Kannada, India).


Taman ini terletak persis di belakang kuil Hindu Sri Layan Sithi Vinayagar Temple di jalan Keong Saik. Jadi dari taman ini bisa tampak bagian atas kuil dengan beberapa patungnya.

  Memberi makan burung liar adalah hal yang dilarang secara hukum di Singapura. Mungkin alasannya adalah untuk kesehatan burung-burung itu, yang berpengaruh juga dengan kesehatan manusia. Selain itu juga agar burung-burung terbiasa mencari makanan yang lebih alamiah dan tidak mengganggu manusia, mungkin. Tapi tetap saja ada warga yang sembunyi-sembunyi memberi makan burung-burung ini. Melihat bagaimana burung-burung ini berebut makanan, hatiku jadi iba dan dalam hati aku menyetujui tindakan yang melanggar hukum ini :)

20 May 2015

Warna-Warni Lampion di Klenteng


Seorang wisatawan sedang memotret teman-temannya di samping Buddha Tooth Relic Temple and Museum, Chinatown. Sore ini aku memilih jalan kaki menuju hotel dan melewati kawasan ini, meskipun belum minat untuk masuk dan menjelajah ke dalam museum Budha ini.


Tapi setidaknya aku terhibur dengan puluhan lampion yang dipasang di sekeliling klenteng dengan warna merah, biru, jingga dan hijau. Sayangnya aku gak paham apa tulisan yang ada di lampion itu serta dalam rangka apa lampion itu dipasang. Setidaknya warna-warni dan dekorasi lampion ini memberi corak modern pada bangunan yang arsitekturnya mengambil nuansa bangunan di jaman kekaisaran Tang.


Ternyata, meskipun bergaya kuno, bangunan ini belum lama dibangun dan diresmikan. Setidaknya proposal pembangunan klenteng ini baru dimulai tahun 1997, dan mulai dibangun tahun 2005 hingga diresmikan tahun 2007 (Sumber: History of BTRTM). Sepertinya lain kali perlu dijadwalkan untuk singgah dan menjelajah ke dalam museum ini.


Bonus :
Sekelompok warga, kayaknya semuanya sih pria tionghoa, sedang bermain catur di lokasi tak jauh dari klenteng tersebut. Entah mereka sekedar bermain catur atau mungkin juga judi. Mungkin ini salah satu budaya mereka.

19 May 2015

Cerita Pagi Sepanjang South Bridge Rd


Pagi ini ada acara yang dimulai cukup pagi, meskipun kalau telatpun tidak masalah. Tapi gara-gara terbiasa bangun jam 6, jadi milih berangkat pagi saja daripada bengong di hotel. Karena masih terlalu awal, aku putuskan untuk jalan kaki saja. Udara cerah dan segar, jarakpun mungkin cuma 2-3 kilo, jalan santai satu jam cukup lah.


Ini adalah kuil Hindu, Sri Mariamman Temple, yang dulu pernah aku lewati juga waktu pertama kali berkunjung di Chinatown. Sudah ada turis yang motret-motret di sana, meskipun belum banyak orang datang untuk beribadah. Katanya ini adalah kuil Hindu yang tertua di Singapura.

Nah, tak jauh dari kuil Hindu itu ada bangunan umat Budha, Buddha Relic and Tooth Temple and Museum. Bangunannya cukup megah dengan arsitektur tradisional Tionghoa. Tidak aneh kalau ada bangunan megah seperti ini karena lokasinya yang di tengah-tengah Chinatown. Sesuai namanya, tempat ini dipercaya menyimpan gigi Sang Budha, yang katanya ditemukan di Myanmar.

Masih di kawasan yang sama, ada bangunan ibadah lainnya di pinggir jalan, Masjid Jama'e. Sebagai kota dengan penduduk heterogen dari berbagai suku bangsa dan agama, keberadaan berbagai bangunan keagamaan yang berbeda secara berdekatan bukanlah hal yang aneh. Masyarakat kota yang heterogen cenderung mudah mengembangkan toleransi. Ini juga merupakan masjid yang cukup tua di Singapura, dibangun tahun 1826 oleh masyarakat Tamil muslim di wilayah itu.


Ada cerita menarik waktu melintas jalan ini. Seorang pria berwajah India mencoba menghentikan taksi di jalan ini, tapi tidak ada yang mau berhenti. Padahal aku perhatikan ada beberapa taksi kosong, tapi mereka memilih melintas langsung. Mungkin merasa kasihan, seorang pria tionghoa bertelanjang dada mencoba membantu dengan langsung menghentikan taksi di tengah jalan. Ada taksi yang berhenti, tapi sepertinya taksi itu ingin menuju satu tempat yang berbeda dengan pria India itu.

Pria Tionghoa itu mendatangi pria India dan ngobrol sebentar, entah apa yang dibicarakan. Tak lama setelah itu ada taksi yang mau berhenti, dan pria India itu berjalan dengan pelan menuju ke taksi yang berhenti agak di tengah jalan. Karena jalannya terlalu lambat, ada taksi di belakangnya yang merasa terganggu dan membunyikan klakson. Mungkin bukan terganggu, tapi memberi peringatan karena pria itu berjalan di tengah jalan sangat lambat. Mendadak si pria India tampak emosi dan mendatangi taksi yang membunyikan klakson tadi, berniat memukul badan taksi. Taksi itupun terus melaju dan kemudian pria India itu akhirnya mendapatkan taksi. Ah, mungkin tabiat seperti itu yang membuat taksi enggan berhenti :)

Waktu aku cerita ke temanku soal ini, menurutnya ada beberapa alasan supir taksi enggan membawa penumpang pria India, apalagi di pagi hari dan pakaiannya tidak terlalu rapi. Biasanya karena bau badan, atau bisa juga karena mereka sedang mabuk. Ah, entahlah :)


Di salah satu sudut jalan ada patung yang menggambarkan kehidupan sehari-hari warga di sekitar itu pada jaman dulu. Di samping patung-patung itu ada catatan tentang "Squatters & Squalor", pendatang liar dan penduduk miskin yang dulu menghuni daerah itu.


Aktivitas warga mulai terlihat di jalanan meskipun belum terlalu padat. Sebelumnya di perempatan ini ada sepeda yang melaju kencang di antara mobil-mobil yang melaju. Bukan di jalur sepeda atau di pinggir jalan, tapi di tengah-tengah, dan dikendarai oleh seorang wanita. Sayang sekali aku gak sempat memotretnya.

18 May 2015

Menikmati Senja Dari Atas


Matahari terbenam masih menyisakan bingkai cahayanya di atas langit dan masih bisa aku nikmati dalam penerbanganku malam ini.


Setiap perjalanan menggunakan pesawat, aku selalu ingin berada di samping jendela agar bisa menikmati pemandangan di luar. Apalagi kalau penerbangan pas siang hari dan sore hari, berharap bisa menyaksikan matahari terbenam. Dalam penerbangan kali ini, sebenarnya tempat dudukku sudah pas di pinggir jendela di sisi barat, dan jadwal penerbangan juga pas dengan waktu matahari terbenam. Sayangnya ada sedikit delay, jadinya telat juga menyaksikan matahari tenggelam.


Tapi aku masih sangat bersyukur bisa menyaksikan pemandangan ini dan mengabadikan gradasi cahaya senja yang menakjubkan, meskipun dengan keterbatasan kamera yang ada.

10 May 2015

Reuni Singkat di Pernikahan Dian - Dili


Meskipun undangan resepsi dimulai jam 12 siang, aku sudah sampai di tempat resepsi sekitar jam setengah duabelas. Sudah ada Amalia dan keluarganya, serta Darus di sana. Darus sendiri katanya sudah sejak kemarin, karena ikut mempersiapkan pernikahan. Ini adalah pernikahan teman di kantor lama, Dian dan Dili. Salah satu contoh cinta lokasi hehehe...


Salah satu hal yang membuatku tertarik menghadiri pernikahan ini, meskipun aku tidak terlalu kenal akrab dengan kedua mempelai, adalah kemungkinan untuk bisa reuni, meskipun tidak banyak teman kantor yang aku kenal dan juga dikenal oleh pengantin. Salah satunya adalah Dessy. Sempat heran juga, kok tiba-tiba dia muncul bawa bocah yang sudah cukup besar hehehe.


Pas sebelum acara dimulai, Pak Iwan dan para pengawalnya koleganya sampai di tempat resepsi, dengan mobil baru (kata Dessy). Sebelumnya Kiki dan pasangan sudah datang, meskipun agak kesasar, tapi bisa sampai tepat waktu juga.


Mempelai yang berbahagia sedang memasuki tempat pelaminan. Acara resepsi ini termasuk sederhana kalau menurutku, tidak ada bermacam prosesi atau protokol. Mungkin semua keribetan itu sudah dilakukan saat akad nikah, mungkin.


Karena acara cukup tepat waktu, belum banyak tamu undangan yang datang. Jadinya kami tidak perlu lama-lama antri mengambil makanan, dan bisa dengan cepat bolak-balik mengambil makanan kalau mau :)


Tempat yang dipilih untuk acara ini cukup bagus, di Pendopo Kemang, Jakarta Selatan. Tempatnya bernuansa Jawa, dengan beberapa bangunan terpisah dan cukup luas. Entah memang benar-benar luas atau karena pengunjung tidak terlalu banyak, jadi terasa lega tempatnya. Meja kursi yang disediakan juga tidak terlalu banyak, tapi lumayan lah bisa dipakai nongkrong bareng.


Ini adalah bangunan yang dipakai untuk acara akad nikah, terpisah dari bangunan utama. Desainnya bagus, dengan lingkungan yang asri. Seperti bukan lagi ada di Jakarta.

Selamat buat Dian dan Dili, semoga jadi keluarga yang sukses dan sejahtera.

07 May 2015

Sekilas Wajah Transportasi Umum Jakarta


Bagi warga dari pinggiran Jakarta, KRL tetap menjadi primadona transportasi umum. Tak ayal lagi, kepadatan di dalam kereta pun sangat sering terjadi, apalagi di jam-jam sibuk. Beberapa orang memilih untuk berangkat lebih awal biar lebih sepi, tapi tetap saja penuh. Bahkan yang berangkat siang pun, kayak yang aku coba pagi ini jam 9, tetap padat. Tapi toh di negara-negara maju lain, kepadatan seperti ini juga terjadi. Yang penting kereta bisa datang tepat waktu dan armadanya diperbanyak lagi.


Semula aku pikir ini adalah minibus perusahaan atau khusus pariwisata. Makanya aku kaget waktu membaca tulisan Metro Mini di sampingnya. Wah, selain warnanya berbeda, tampaknya bisnya juga baru dan lebih bagus. Sangat menarik kalau semua metromini, kopaja dan sejenisnya secara rutin melakukan regenerasi armada seperti ini. Meskipun tanpa AC dan termasuk angkutan kelas bawah, tapi kalau nyaman dan aman, pasti banyak yang beralih ke metromini juga. Yang penting jangan suka ngetem dan kebut-kebutan.


Angkot sebenarnya  moda transportasi umum yang praktis, karena bentuknya ringkas, jadi rutenya bisa lebih fleksible ke tempat-tempat yang terpencil. Tapi mentalitas pengemudi yang hobi ngetem ini yang paling membuatku jengkel. Lha ini malah ngetem di jalur busway, persis di samping halte busway Kebayoran Lama. Ya meskipun tempat ini khusus busway jadi kemungkinan tidak akan menambah kemacetan, tapi rasanya kok jengkel saja melihat mereka ngetem gitu. Apalagi kalau angkot ngetem di tempat yang tidak semestinya dan menimbulkan kemacetan yang parah.

Sedangkan busway, (gak sempat motret), masih tampak setengah-setengah untuk jadi transportasi umum andalan ibukota. Armada yang kurang, kualitas bis dan awak, serta jalur yang masih sering berbagi dengan jalur umum, membuat jadwal keberangkatannya sering berantakan.

Sebagai pekerja rumahan yang jarang pergi-pergi, aku juga tetap berharap transportasi umum di Jakarta, dan seluruh kota di Indonesia, bisa lebih ditingkatkan lagi. Juga bisa menguntungkan semua pihak, baik masyarakat maupun pengelola angkutan umum.

04 May 2015

Kemacetan di Senin Pagi


Padatnya kendaraan yang berjalan merayap menuju gerbang tol Pondok Ranji menuju Jakarta, pemandangan yang biasa terjadi di hari Senin pagi. Apalagi seusai long weekend seperti sekarang ini.


Ini pertama kalinya aku melongok dari atas jembatan penyeberangan di Jl. Boulevard Raya, persis di samping gedung Titan Center. Dari sini bisa mengamati lalu lintas di bawah yang biasanya lancar karena jalannya sebenarnya cukup luas dan kendaraan yang lewat juga tidak terlalu banyak.


Tapi pagi ini sepertinya antrian kendaraan yang berjalan pelan terlihat sejak dari perempatan dekat Gedung Bank Permata. Mungkin lebih jauh lagi kalau melihat masih ada mobil-mobil di atas jembatan itu.

Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...