30 June 2013

Car Drop at Taman Kedoya Baru


Hari minggu pagi, tapi heran kok jalanan dari pintu tol Kebon Jeruk ke arah Kedoya macet. Ternyata ada kecelakaan yang membuat kendaraan sedikit terhambat, ditambah lagi beberapa kendaraan sengaja memperlambat laju kendaraan mereka untuk sekedar menyaksikan kecelakaan.


Kalau dipikir-pikir agak aneh juga, kok bisa mobil itu jatuh ke selokan. Padahal jalan di sebelah kanan itu harusnya satu arah, hanya dari arah perumahan ke jalan raya. Entahlah...

21 June 2013

Social Tree at Changi Airport


Ada yang baru di Terminal 1 Bandara Changi Singapura, yaitu Social Tree. Awalnya aku tertarik karena warna-warninya.


Ternyata di sini pengunjung bisa berfoto (ada beberapa photobooth yang bisa digunakan), menambah beberapa dekorasi pada foto dan menyimpannya sebagai kenangan di "pohon sosial" ini. Hasil foto juga bisa dikirim ke email kita, upload ke facebook atau twitter.


Narsis lagi, dan unggah ke pohon hehehe... Aktivitas yang cukup menarik sembari menunggu waktu keberangkatan pesawat untuk pulang ke Jakarta.

Haze Attack over Singapore


Kunjunganku kali ini ke Singapura sangat tidak menyenangkan, karena harus merasakan asap kiriman dari Sumatera dengan tingkat yang mengganggu. Di hari pertama saja PSI sudah di atas 100, meskipun aku masih cuek dengan tetap jalan-jalan saat ada kesempatan.


Beberapa hari kemudian, kadar polusi akibat asap kebakaran hutan ini sudah hampir di angka 200, angka yang berbahaya. Tapi bagi para perokok, yang hanya boleh merokok di luar ruangan, seperti tidak berpengaruh apa-apa. Mereka tetap memaksakan diri merokok di tengah asap yang sudah berbahaya.


Di hari keempat mulai banyak penduduk yang mengenakan masker. Pas hari kelima, pas aku hendak pulang, angka PSI sempat menunjukkan angka 400, sudah sangat berbahaya. Jarak pandang kendaraan hanya sekitar 500 meter. Bahkan di beberapa pusat perbelanjaan, di dalam ruangan pun sudah terlihat asap karena pintu sering terbuka ketika ada pengunjung masuk/keluar.

Setelah menyaksikan tingkat polusi di atas 400, waktu tingkat polusi turun menjadi 150an, rasanya udara sudah sangat bersih dan melegakan. Padahal angka tersebut juga masih dalam tingkat berbahaya.

19 June 2013

Hazy Night in Clarke Quay


Dari taman Fort Canning aku melanjutkan perjalananku ke Clarke Quay melalui jembatan penyeberangan ini. Daerah ini tampak asing bagiku, karena baru pertama kali aku ke sini. Beberapa kali terdengar jeritan orang, ternyata ada semacam arena permainan seperti ayunan raksasa.


Dari kejauhan tempat ini tampak seperti tenda warna-warni. Rupanya ini adalah areal restoran, dengan atap yang khas dan warna-warni.


Di tengah-tengahnya ada air mancur dengan lampu warna-warni juga, yang sering dipakai para turis untuk berfoto ria. Deretan restoran yang ada di sini sepertinya kurang akrab di kantongku, jadi aku sama sekali tidak berminat buat nongkrong di sini hehehe


Eh pas lewat salah satu restoran Persia, sedang ada pertunjukan tarian tradisional hehehe ... cuci mata sebentar, meskipun sedikit terganggu dengan asap yang kian tebal menutupi Singapura.


Meskipun asap sudah di level mengganggu, aku belum melihat banyak orang menggunakan masker, dan masih banyak juga orang lalu lalang di tempat terbuka seperti ini. Di jembatan ini ada yang sekedar duduk-duduk bercengkerama, dan ada juga yang mengamen. Tapi jelas cara ngamennya gak model topeng monyet jalanan. Mereka cuma pentas, dan ada kotak bagi yang berniat memberi penghargaan buat mereka. Jauh dari mengganggu.


Rupanya Clark Quay juga menjadi salah satu "pelabuhan" bagi para wisatawan yang ingin menikmati suasana menyusuri sungai Singapura dengan perahu tongkang. Sebagai tempat alternatif untuk sekedar nongkrong dan menghabiskan waktu di malam hari, tempat ini jadi alternatif yang menarik daripada sekedar nongkrong di mall.

Sayangnya aku tiba sudah agak larut, dan kondisi udara juga tidak mendukung karena asap sudah terasa mengganggu.

Night Walk at Fort Canning


Berawal dari kejenuhan setelah seharian berkutat di tempat client, dari Orchard Road aku berjalan asal ke arah Park Mall, belok ke kiri, karena penasaran dengan bukit yang ada di balik Park Mall. Ternyata ada sebuah terowongan di sana, dan di depan terowongan itu ada keterangan tentang Fort Canning Park, dan juga arah menuju Clarke Quay.


Jadinya aku putuskan untuk nekat jalan kaki saja, paling-paling ntar nyasar di Clarke Quay, yang setahuku ada stasiun MRT. Biapun kondisi malam ini masih berasap, aku cuek saja. Kulihat di daerah ini banyak pohon, seharusnya bisa sedikit menetralisir asap -- naif :)


... lokasi yang cukup romantis seharusnya heheh... banyak pohon rindang, jalanan rapi, tempat duduk dan lampu taman yang tidak terlalu terang benderang.


Ternyata pas aku di sana lagi ada acara pernikahan yang dilakukan di luar ruangan (outdoor). Kasihan juga, para tamu harus menikmati hidangan di tengah asap, meskipun pada malam hari asap itu tidak terlalu terlihat. Namun menurut index polusi, tingkat asap sudah mendekati level berbahaya.


Sesuai namanya, tempat ini dulu sempat dijadikan benteng pertahanan, tampak juga dengan adanya beberapa meriam kuno.


... nah, kalau ini gak tahu gunanya apa, mungkin tower telco...


Baca-baca di wiki, ternyata tempat ini sebelumnya dikenal sebagai bukit terlarang dalam bahasa Melayu. Sebelumnya dianggap keramat karena adanya makam salah satu tokoh muslim di sana sebelum Inggris datang.


Gedung Riverside Point di daerah Clarke Quay sudah tampak dari sisi lain bukit ini. Andai saja cuacanya bagus, nongkrong di sini sambil memandang warna-warni lampu kota sudah jadi pemandangan yang bagus. Ketemu satu spot lagi yang menarik di Singapore. Gratis dan murah-meriah.

18 June 2013

Dhoby Ghaut Green


Ternyata begini bentuk Dhoby Ghaut Green kalau dilihat dari sisi lain. Biasanya aku cuma melihat dari arah Plaza Sing. Ternyata ada bangunan melingkar, dan karena penasaran aku mencoba melihat lebih dekat.


Wow, ternyata  ini merupakan gedung pertunjukan, dengan panggung setengah lingkaran. Menarik, di tengah kota, di jantung pusat perbelanjaan yang ramai. Tapi entah mengapa aku tidak pernah melihat ada kegiatan di tempat ini.


Tapi setidaknya tempat ini terbuka untuk umum, jadi bisa buat alternatif nongkrong, atau sekedar berlatih kegiatan seni. Entah juga sih, apakah bisa dipakai dengan bebas atau harus ada ijin khusus (dan bayar) untuk menggunakannya.

17 June 2013

From Bugis to Bras Basah


Siang ini aku makan siang bareng Bang Pii di daerah Bugis. Kebetulan bos ada acara makan siang di tempat lain, jadi aku bisa nebeng dan di drop di Bugis Junction.


Pii sendiri kerja di daerah Toa Payoh, dan dia cukup berbaik hati menemuiku di sini, yang dianggap tidak terlalu jauh dari tempatku maupun tempat dia. Kami makan di salah satu tempat pinggir jalan Victoria, dan ngobrol sejenak. Sudah lama dia ada di Singapura, tapi tiap aku pas ada tugas ke sana selalu saja gagal untuk bertemu. Kalau dipikir-pikir sudah hampir 3-4 tahun kami tidak ketemu.


Sesudah makan, aku iseng jalan-jalan sebentar di pusat perbelanjaan di Bugis. Cuaca kali ini tidak bersahabat untuk dipakai jalan-jalan, karena adanya asap dari Sumatera. Kondisi asap masih belum berbahaya, tapi sudah cukup mengganggu.


Ah, aku lupa nama patung ini. Di daerah sekitar patung ini banyak pedagang, juga ada banyak "becak" yang parkir di sepanjang jalan Albert. Baru tahu aku kalau ada becak atau trishaw di Singapura, sementara di Jakarta sudah lama dilarang.


Yang menarik bagiku, di tempat ini banyak sekali lapak tukang ramal tradisional, bahkan berbadan hukum kalau gak salah. Di daerah yang sudah sangat maju seperti Singapore, bisnis seperti ini masih laku juga, entah untuk mempertahankan budaya, atau memang kepercayaan mereka masih cukup kuat akan tradisi lama.


Aktivitas warga di Singapura hari ini belum terlalu terpengaruh keadaan asap. Di pasar tradisional di Waterloo ini masih padat dengan pengunjung.


Dugaanku, padatnya pengunjung, entah penduduk asli atau wisatawan di tempat ini tidak bisa terlepas dengan keberadaan klenteng Kwan Im Thong Hood Choo. Tampak sekali banyak orang yang beribadah di tempat ini, memanjatkan doa di depan kuil.


... dan tidak heran juga kalau banyak yang jualan bunga di depan kuil, rata-rata sih ibu-ibu paruh baya. Kulihat mereka berjualan dengan tertib, tidak berisik ataupun mengganggu.


Tidak jauh dari klenteng Kwan Im, ada kuil Sri Khrisnan. Ciri khas kuil India adalah banyaknya patung yang mungkin melambangkan tokoh-tokoh di cerita Ramayana atau Bharatayuda, atau cerita lain. Sangat khas.


Yang menarik bagiku, pengungjung kuil India ini tidak hanya orang-orangg India, tapi justru orang-orang berwajah oriental (Tionghoa). Bukankah mereka kebanyakan penganut Budha, sementara kuil India identik dengan Hindu? Atau mungkin karena agama Budha sendiri punya akar dari agama Hindu, jadi bagi mereka sama tidak ada bedanya beribadah di kuil Hindu ataupun Budha? Mungkin.


 Aku sering lewat bangunan itu, dan cukup menarik minatku karena bentuknya yang kuno dan warnanya mencolok. Ternyata bangunan itu dipakai untuk semacam kegiatan seni, kalau gak salah disebug Sculpture Square, di perempatan antara Mddle Rd dan Waterloo St. Aku belum sempat melihat lebih dekat apa isinya.


Perjalananku berakhir di Bras Basah, karena sudah siang dan kebetulan ketemu dengan gerbang menuju stasiun MRT. Dekat dengan lokasi itu ada Singapore Art Museum. Perjalanan yang melelahkan, tapi lumayan lah buat refreshing.

13 June 2013

Embarrassing Moment


Begini nih kalau buru-buru dan terlalu banyak yang dipikirkan, gak sadar kalau salah pakai sandal, jadinya kaki kanan dan kaki kiri pakai sendal berbeda. Parahnya lagi, udah sempat naik angkot ke pasar Slipi Jaya, makan di warung padang, dan hampir pergi nonton pameran komputer. Cukup lama baru sadar kalau ada yang gak beres dengan kakiku.

Sempat kepikir beli sandal baru, tapi aku putuskan untuk pulang naik angkot, (yup, dengan sandal yang beda gini), pasang muka tak bersalah saja. Pengen ngakak sekaligus memaki diri sendiri :D

06 June 2013

Lizards in Ayer Island


Di pulau Ayer yang kecil itu aku menjumpai beberapa ekor biawak, selain burung-burung tentu saja meskipun tidak banyak.


Ukurannya pun beragam, setidaknya ada 3 yang kujumpai dengan ukuran yang beragam. Pertama kali yang paling kecil, panjang cuma sekitar 25 cm. Selanjutnya yang sedang kurang lebih 1m.


Nah ini yang paling besar, sayangnya aku gak sempat mendekati karena dia keburu kabur dan masuk ke perairan. Panjangnya mungkin hampir 1.5 meter. Semua biawak yang kutemui termasuk pemalu. Tiap aku berusaha memotret dari depan, mereka langsung balik arah dan pergi menghindar.

Vacation at Ayer Island


Akhirnya ... sampai juga di Pulau Ayer. Waktu tiba, angin bertiup cukup kencang sehingga di dalam kapal rasanya tergoncang-goncang cukup merepotkan. Tadinya semula kru kapal sengaja menggoyang-goyang kapal, iseng amat. Ternyata memang angin cukup kencang dari arah barat.

Saat kami datang, sudah ada beberapa pengunjung yang bermain speadboat yang disediakan di sana dengan tarif kurang lebih 300 ribu per jam.


Hal pertama yang dilakukan, dan seterusnya juga selama di pulau ini sih, adalah bernarsis ria. Gak yang muda, gak yang tua.


... dan mertuaku adalah yang paling getol berfoto ria dengan gayanya yang khas sesuai jamannya :)


Foto bareng .... sayangnya background terlalu cerah sehingga orangnya jadi tampak gelap.


Ini tempat welcome drink, dapat minuman jus jeruk gratis ketika tiba di lokasi ini. Paket yang kami ambil juga termasuk makan siang. Pulau ini sepertinya mengambil tema Papua. Hiasan-hiasan, bentuk rumah serta nama-nama tempat dikaitkan dengan Papua dan kebudayaannya.


Ada cukup banyak arena permainan anak di tempat ini di lapangan yang penuh dengan pasir putih yang lembut.


Ternyata bapak mertuaku sengaja membawa keker dari rumah. Niat bener.


Bersantai dulu di tepi pantai, menikmati angin dan ketenangan pantai, sambil memandang kota Jakarta yang terlihat samar-samar di kejauhan.


Di pulau yang tidak tidak terlalu luas ini, ada cottage di atas air dan ada juga yang di daratan. Air di pantai bagian ini tampak sangat jernih sehingga dasarnya terlihat.


Beginilah rumah-rumah di daratan, yang sepertinya mengadopsi bentuk rumah di salah satu suku Papua. Jadi kepikiran, kalau punya rumah kayaknya asik juga kalau punya teras panggung seperti itu.


Ini pantai di sisi timur, di sini tidak terlalu berangin karena waktu itu angin berhembus dari arah barat. Dari jauh tampak kapal-kapal yang lebih besar.


Di pantai sebelah timur ini juga banyak pohon kelapa, jadi berasa banget suasana pantainya hehehe...


... akibat masa kecil yang bahagia, ... jadinya ingin mengulanginya ....


Pantai di sisi selatan dengan deretan cottage di atas air... tenang dan indah.


... begini keadaan restoran yang ada di anjungan tepi pantai... Angin yang bertiup sangat kencang membuat pengunjung lebih memilih makan di dalam ruangan.





Sayang sekali angin bertiup sangat kencang sehingga kami tidak sempat menikmati permainan air yang disediakan. Awalnya aku ingin nyobain sepeda air, yang harganya terjangkau. Tapi karena angin dirasa terlalu kencang dan membuat ombak dianggap berbahaya, maka permainan air ditutup, termasuk speedboat yang ada pas kami pertama datang.


Sebenarnya menurutku pantai di sini cukup bersih dan enak buat mandi dan berenang, jauh lebih bersih dibanding air di pantai Ancol. Sayangnya aku ragu-ragu apakah boleh berenang di pantai atau gak. Waktu aku lihat ada pengunjung yang cuek berenang di pantai dengan ombak yang besar itu, aku sedikit iri.


... giliranku narsis ... tapi memang tempat ini nyaman buat meditasi, tenang. Cuma aku gak bisa tahan lama di situ, masuk angin coy!


... memandang kapal-kapal nelayan yang berlalu lalang di sekitar pulau ini...


Jam 4 sore kami pulang ke Jakarta. Kondisi angin masih tetap kencang, dan air laut tampak lebih tinggi dibanding waktu kami pertama datang. Andai saja biaya ke sini lebih murah dan ada jaringan internet yang lebih baik, kayaknya enak kalau sering-sering istirahat ke sini, sejenak melarikan diri dari kota Jakarta yang bising dan sumpek.

Recommended place!

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...