30 September 2018

Gedung Parkir GBK


Lama tidak datang ke JCC, aku baru tahu kalau gedung parkir yang dibangun di sebelahnya sudah siap digunakan, meskipun masih dalam tahap percobaan. Seperti terlihat di sini, ada sekitar 4 lantai dengan akses lift, kalau gak salah ada 2 atau mungkin lebih. Areal parkir ini masih tampak sepi pagi ini, meskipun di JCC sendiri ada banyak kegiatan.


Seperti biasa, El menolak untuk masuk ke tempat ibadah, padahal sebelumnya dia sempat mau masuk dan duduk di ruang ibadah anak. Pas setelah ada seorang anak yang memberi tahu bahwa ruang untuk balita bukan di situ, El langsung beranjak keluar. Tempat parkir yang baru itu jadi tempat bermainnya.


Sebagian dari lantai paling atas gedung parkir, mungkin hampir 30%, dipakai untuk taman. Saat ini masih dalam pengembangan, jadi belum terlihat asri. Tapi kalau sudah jadi, pasti nyaman untuk nongkong dan merokok di sini. Benar-benar tidak egois, menurutku, karena kebutuhan akan lahan parkir pasti lumayan banyak.


Saat El bermain keluar dari gedung parkir, pas ada mobil paspampres yang sedang parkir, dan ada anjing herder milik petugas. El langsung bergegas menghampiri anjing itu untuk bermain. Meskipun tidak ganas, tapi pak petugas tetap memberi peringatan agar berhati-hati. Pasalnya pernah ada kejadian anjing ini menggigit anak kecil yang menghampirinya, bukan karena galak, tapi karena si anak lebih dulu memukul sang anjing sehingga terkejut. Petugas paspampres ini sangat ramah dan malah mengajak El untuk foto bareng.


Selama ini aku sangat jarang ke Jakarta, dan enggan membaca berita-berita tentang ibukota, jadi tidak begitu paham tentang "reformasi" lahan parkir di kawasan GBK ini. Tapi harus aku akui, perbaikannya sudah luar biasa. Hampir tidak ada "tukang parkir" di dalam kawasan ini, yang sebenarnya lebih mirip preman karena toh kendaraan sudah membayar parkir saat masuk kawasan. Aku ingat dulu bahkan Ahok sempat mengungkapkan sulitnya memberantas "mafia parkir" di sini, tapi yang terlihat di sekarang sepertinya bukan hal yang mustahil lagi.

Moga saja ini bukan hanya karena ada ajang Asian Games 2018, yang baru saja selesai.

27 September 2018

Perjalanan Ke Gambir, Tukar Tiket Kereta


Pagi ini aku harus bergegas ke Jakarta, lebih tepatnya ke St. Gambir, untuk menebus kesalahan konyol yang aku buat pagi ini juga.

Ceritanya aku memesan tiket kereta api untuk rencana perjalanan pulang untuk liburan akhir tahun nanti. Tiket berangkat menuju Kediri sudah aku beli, semua lancar dan masih bisa dapat tiket (90 hari sebelum keberangkatan, tiket sudah banyak yang beli). Karena takut kehabisan, aku sesegera mungkin membeli tiket untuk perjalanan pulang ke Kediri, di hari tiket itu tersedia secara online. Selain takut kehabisan, aku buru-buru membeli tiket di pagi hari karena mengejar promo cashback di Tokopedia. Secara total bisa dapat 100 ribu cashback, lumayan kan. Alangkah senangnya waktu transaksi pembelian berhasil dan mendapat cashback sebesar 45 + 65 = 110 ribu. Cihuuuyyy...

Tapi kegembiraanku langsung sirna, saat aku menyadari kesalahan konyol yang aku buat. Ternyata tiket yang aku pesan adalah untuk perjalanan dari Gambir ke Kediri, padahal aku harusnya beli tiket dari Kediri ke Gambir. Ampun dah .... Segera istriku menyarankan (baca: menyuruh) agar menukar tiket itu, takutnya kehabisan. Beli tiket bisa online, tapi pembatalkan tiket harus datang ke stasiun tertentu - paling dekat adalah St. Gambir dan St. Pasar Senen.


Jadinya aku mengajak El dalam perjalanan ini, tentu saja dia sangat antusias bepergian naik kereta. Waktu di cek oleh petugas tiket, dia sudah harus membeli tiket sendiri, tingginya sudah di atas 90cm. Seperti sebelumnya, sepanjang perjalanan dia terus berjalan sepanjang gerbong, sesekali melihat pemandangan dari balik jendela. Beberapa kali ada yang menawarkan tempat duduk, yang tidak kami terima karena toh El memang tidak mau duduk sepanjang perjalanan. Karena sudah cukup siang, kereta sudah cukup sepi.

Buru-buru, dan rasa jengkel karena melakukan kesalahan konyol yang fatal, aku jadi tidak benar-benar mempersiapkan perjalanan ini. Di tengah jalan ponsel kehabisan daya dan aku lupa membawa charger. Sebetulnya di hampir setiap stasiun kereta api tersedia tempat charging gratis, tapi ya apa daya, gak bawa charger. Padahal informasi tiket ada di ponsel, karena aku beli secara online.

Meskipun lebih dekat kalau kami turun di St. Tanah Abang, tapi aku memilih turun di St. Palmerah dan menuju St. Gambir naik taksi. Biar lebih nyaman buat El. Taksi Bluebird sebenarnya menyediakan charging di mobil, tapi entah mengapa dayanya seperti sangat lemah, tidak sanggup membuat ponsel menyala meskipun sudah di-charge hampir 10 menit.

Sampai di St. Gambir, aku langsung tanya ke petugas soal prosedur penukaran tiket. Aku disarankan untuk mengambil nomor antrian dulu, terus mengisi formulir pembatalan/penukaran tiket yang tersedia (formulir warna merah). Baru kemudian mengurus penukaran di loket. Aku tanya, kalau gak punya tiketnya gimana? Ya minimal harus punya kode booking, yang notabene masih tersimpan di ponsel. Beruntung, aku melihat ada petugas check-in yang sedang mengisi daya ponselnya, dan dia bersedia meminjamkan chargernya untukku. Perlu waktu hampir 15 menit agar ponselku bisa menyala penuh dan aku bisa mengambil nomor kode booking dari email. Toh karena antrian cukup banyak, waktu untuk antri masih lebih banyak dibanding waktu untuk mengisi daya.

Proses penukaran tiket sendiri cukup sederhana, cukup mengisi formulir dan fotocopy KTP (wajib bawa KTP asli juga). Hanya saja dendanya lumayan, 25%, yang artinya aku harus kehilangan 500 ribu karena kesalahan ini. Yang penting urusan beres, dan tiket liburan akhir tahun sudah di tangan. Oh ya, kalau ingin menukar tiket dengan keberangkatan mendadak, ada antrian prioritas. Jadi yang jadwal keberangkatannya di hari itu juga (kurang dari 60 menit) bisa langsung ke loket tanpa harus antri. Soalnya pas aku lagi di loket, ada bapak-bapak yang terlambat menukar tiket (sudah lewat 30menit), karena harus antri cukup lama. Dia, demikian juga aku, tidak tahu soal antrian prioritas ini.


Perjalanan pulang kembali naik taksi ke St. Palmerah dan lanjut naik kereta, yang isinya lebih sepi dibanding waktu perjalanan berangkat. Tapi tetap saja, El lebih suka mondar-mandir sepanjang gerbong.

Setidaknya ada dua orang yang bertanya kepadaku "Ibunya kemana?". Aku jawab singkat sambil tersenyum "Kerja".

Btw, saat aku naik taksi dari St. Gambir menuju St. Palmerah, ada rombongan presiden yang melintas. Aku sendiri tidak menyadari hal itu, dan baru tahu setelah supir taksi mendadak berkata, "Wah, RI 1, mau kemana tuh Jokowi", sambil tersenyum. Bagiku ini cukup istimewa. Soalnya seringkali aku merasa (sangat) terganggu dengan iring-iringan mobil pejabat yang seringkali berisik dengan sirene dan minta perhatian. Tapi kali ini justru iring-iringan mobil presiden melaju nyaris tanpa disadari pengendara mobil lain. Salut!

22 September 2018

Bulan Bintang dan Bulan Purnama


Memotret bulan purnama di sekeliling simbol bulan bintang yang ada di menara mushola baru yang sedang dibangun.


Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...