Showing posts with label Street. Show all posts
Showing posts with label Street. Show all posts

26 December 2022

Mudik Kilat 2022 - Ziarah

Sebelum jam 8 pagi kereta sudah sampai St. Lempuyangan, tepat waktu sesuai jadwal. Sudah cukup lama aku gak ke stasiun ini, terutama karena pandemi, tapi memang lama juga gak pulang kampung naik kereta ekonomi.


Meski sempat baca kalau dari sini bisa langsung naik KRL dan turun di Prambanan, tapi aku masih ragu, jadi aku ikut arus penumpang turun saja, ikut keluar stasiun. Soalnya kalau di Jakarta juga begitu seingatku, jadi harus tap-in untuk naik KRL dari luar. Setelah keluar, barulah masuk kembali ke stasiun lewat jalur khusus penumpang KRL.

Dulu agak malas naik kereta Prameks (Prambanan Express) karena selain tidak praktis karena harus beli tiket dulu (antri) dan sering kehabisan, juga jumlah keretanya terbatas. Tapi sejak berubah jadi Commuter Line dan dibuat seperti model KRL di Jakarta (meskipun belum pakai listrik), aku rasa jadi lebih nyaman. Selain jadwal keberangkatan lebih pasti, juga lebih mudah untuk naik karena cukup pakai kartu elektronik, gak perlu beli tiket di loket. Selain itu gak perlu tiket tempat duduk, kalau gak kebagian ya bisa berdiri, yang bagiku sih gak masalah.

Di dalam kereta, tampak beberapa penumpang dengan santainya duduk sambil menyalakan laptop, entah kerja atau mengerjakan tugas kuliah, benar-benar rajin. Kalau aku sih milih istirahat saja, gak bisa fokus kalau kerja di kereta begini. Apalagi kereta di sini tidak stabil gerakannya.



Tiba di Stasiun Brambanan, alias Prambanan. Entah mengapa namanya jadi Brambanan dan bukan Prambanan, karena aku gak gitu paham daerah ini. Tapi stasiun ini berada di kecamatan Prambanan Klaten, dan dari Candi Prambanan yang terkenal jaraknya juga cuma sekitar 1km. Aku ingat dulu pernah debat dengan teman yang mau booking tiket ke Jogja dan dia menyebut Brambanan langsung aku protes, eh ternyata memang benar nama stasiunnya itu. Aneh.

Yang jelas ini pertama kali aku berada di stasiun ini. Jarak tempat ini dari tanah leluhurku (kakek/nenek baik dari pihak ibu maupun bapak) sekitar 1 km, dan aku hanya sesekali saja berkunjung ke sana waktu kecil dulu saat liburan. Jadi tidak terlalu menjelajah dan mengenal daerah sekitar ini.


Ternyata banyak juga penumpang yang turun di stasiun ini.


Dari stasiun ke rumah kami yang baru di daerah Beji tidak ada angkutan umum, jadi ya harus pakai ojek. Tapi karena jaraknya hanya sekitar 1 kilometer, dan aku juga pergi sendirian saja bawa satu tas, aku milih jalan kaki. Selain olahraga, juga refreshing menikmati suasana pedesaan yang udaranya masih lumayan segar. Cuma agak serem aja pas nyeberang jalan raya Jogja-Solo yang lumayan ramai.


Rumah-rumah di sekitar ini bervariasi, ada yang sudah dibangun dengan gaya modern, tapi ada juga yang masih mempertahankan atau membiarkan bangunan gaya lama atau kuno. Ditambah lagi atap tradisional dan cat yang warnanya sudah kusam menambah nuansa klasik  pedesaan ini.


Sampai juga di lapangan Beji yang persis di sebelah sekolah dasar. Rumah keluarga besar bapakku ada di samping lapangan ini dan keluarga kami mendapat secuil petak tanah warisan yang tahun ini kami gunakan untuk membangun rumah yang kemudian dipakai untuk tinggal ibu dan kakakku. Syukurlah, masih ada rejeki untuk bisa membangun rumah meskipun sangat sederhana, setidaknya bisa untuk tempat berteduh tanpa harus menumpang atau kontrak.


Tembok bagian luar rumah bahkan masih berbentuk batako, belum dirapikan apalagi dicat. Tetap bersyukur.


Aku memang tidak memberitahu rencana kepulanganku ke ibu, jadi memang ini rencana dadakan dan ibu juga gak nunggu-nunggu. Makanya pas aku sampai di rumah, ibu masih tidur nyenyak, sementara mbak Rin sedang pergi membeli sarapan.


Menikmati sarapan sederhana di depan rumah.
Dulu waktu liburan sekolah memang aku sering bermain ke rumah kakek/nenek di sini, bersama sepupu-sepupuku yang sebagian juga merantau di luar kota. 

Dulu lapangan ini sering dijadikan tempat pacuan kuda yang sangat ramai. Untuk menonton ada tiket masuknya, tapi karena rumah kami persis di samping lapangan, kami bisa masuk dengan gratis. Selain itu keluarga besar juga punya kesempatan untuk jualan di samping rumah, dan lumayan laris karena pengunjungnya ramai - jualan bakso, es kelapa muda, es campur dan berbagai minuman. Yang sempat bikin aku kaget adalah, air yang dipakai buat bikin minuman, kadang-kadang langsung diambil dari air sumur (mentah), tanpa dimasak dulu - lebih hemat dan praktis tentunya. Tapi ya sepertinya praktek ini lumayan umum dilakukan di daerah ini dulu, dan jaman dulu air tanah di sini masih lumayan bersih lah. Tapi tetap saja sejak tahu itu aku gak mau minta jajan di sana hehehe.


Meski hanya sebentar, setidaknya aku bersyukur bisa berkumpul dengan keluarga seadanya, masih bisa menjenguk ibu dan ngobrol ala kadarnya.


 Setelah sarapan dan istirahat bentar barulah aku ziarah ke makan Bapak yang tak jauh dari rumah, menjadi satu dengan makan keluarga besar kami. Baru kali ini aku kesampaian untuk ziarah sejak Bapak meninggal kurang lebih 3 tahun lalu, akibat pandemi dan sebagainya jadi gak sempat pergi-pergi. Sudah ada batu nisan yang dipasang saat 1000 hari setelah Bapak meninggal sesuai tradisi pada umumnya.

Ada sedikit penyesalan mengapa dulu aku jarang pulang kampung dan menemui Bapak setelah aku lulus kuliah dan merantau di Jabodetabek. Memang sejak lulus SMA hubunganku dengan beliau tidak terlalu akrab, meski karena waktu juga akhirnya kami berbaikan, tapi aku tidak merasa perlu untuk sering-sering pulang ataupun menelpon. Ya seperlunya saja. Tapi setelah Bapak tidak ada, aku jadi berasa kehilangan teman ngobrol, meskipun kalau kami ngobrol biasanya obrolan yang tidak terlalu berisi, hanya cerita sana-sini diselingi gosip sekedar membuat waktu. Tapi apa yang jarang aku lakukan sekarang terasa berharga dan aku merindukan saat2 itu. Tanpa adanya bapak, pulang kampung jadi terasa berbeda.

Setelah ziaran di makan Bapak, aku sempatkan buat ziarah bentar di makan kakek dan nenek yang masih ada di lokasi pemakaman yang sama. Juga sempat membersihkan gulma yang ada di sekitar makam itu, semampuku karena terlalu banyak dan aku gak bawa parang atau arit. Habis ziarah aku istirahat dan tidur siang sebentar.

18 December 2022

Hari Minggu di Pondok Indah

Minggu ini aku kembali ke gereja bersama El dan Fe naik kereta api. Turun di stasiun Kebayoran Lama, istirahat bentar buat jajan, terus lanjut naik bis TJ ke Lebak Bulus.

Foto-foto dulu sebelum pulang dari gereja dan pergi jalan-jalan, terutama di sekitar dekorasi natal yang ada di halaman gereja.


Hari ini berencana mengajak anak2 main ke Mall Pondok Indah, pertama kali aku mengajak mereka ke sini. Dari Lebak Bulus naik TransJakarta, turun di halte PIM 2. Dari halte ini bisa langsung ke mall lewat tangga ini. Meskipun menanjak dan tidak terlalu tinggi, tapi El merasa takut dan berjalan pelan-pelan sambil memegang pagarnya. Sementara Fe tampak santai. Agak heran memang, dulu El terkenal gak kenal takut, tapi makin ke sini malah makin "perhitungan" dan kelihatan kalau dia takut ketinggian. Aku tidak mempermasalahkan itu, tapi sebisa mungkin aku kasih semangat agar dia bisa lebih berani.

Sebelum bermain aku ajak anak-anak makan dulu, dan biar mereka berdua mau makan juga ya pilihannya adalah makan mie.  Fe juga mau makan meskipun gak habis satu porsi, kalau El bisa habis satu porsi.

Kami main di FunWorld PIM 1, aku biarkan mereka memilih mainan apa saja. El lebih suka main pancing memancing, sementara Fe ikut-ikutan sesekali. Fe sebenarnya lebih suka mainan yang santai seperti mobil-mobilan



 Terakhir mereka berdua sempat bermain komidi putar yang ada di lokasi tersebut.

Pulang ke rumah aku ajak naik taksi saja, meskipun Fe sempat menolak dan pengen naik kereta lagi, tapi karena sudah capek aku sarankan naik taksi saja. Sepanjang jalan dia memilih tidur, sementara El ngobrol terus sampai capek dan baru tidur pas hampir sampai rumah.

30 October 2022

Mengunjungi Parung Panjang

Penjelajahan KRL kali ini aku cuma sampai St. Parung Panjang. Entah mengapa, aku belum berminat untuk lanjut terus sampai Rangkas Bitung. Ya, sementara di sini saja, mengobati rasa penasaran.

Stasiun ini baru saja direnovasi sehingga ada gedung baru dan tempat menunggu yang lebih modern dan rapi.

Stasiunnya sendiri tidak terlalu besar, tapi masih tampak masih lebih besar dibanding Pondok Ranji atau Sudimara. Mungkin juga karena tempat ini juga jadi salah satu titik keberangkatan kereta, jadi perlu ada jalur khusus untuk parkir kereta lain, mungkin.

... kucing, hampir ada di setiap stasiun, dan hampir selalu ada pengguna kereta yang ramah ke para kucing jalanan itu ... 

Keluar dari stasiun, dapat sambutan gedung pasar yang sedang direnovasi. Atmosfirnya juga terasa beda, terasa atmosfir luar Jakarta, padahal sebenarnya belum terlalu jauh dari ibukota. Pas tiba juga cuaca lumayan panas, meskipun dari kejauhan bisa terlihat hamparan bukit.

Ada satu jembatan penyeberangan tak jauh dari stasiun, jadi aku coba mampir ke tempat itu. 

Dari jembatan ini bisa dilihat lalu lalang kereta, juga keadaan stasiun, termasuk para petugas. 

Sisi sebelah selatan stasiun, dari jauh kelihatan deretan pegunungan (atau perbukitan, entahlah). Perumahan tampak cukup padat meski masih ada pepohonan di sekitarnya.

Untuk kal ini, aku hanya mampir saja di jembatan tersebut, belum ada rencana untuk menjelajah daerah di sebelah selatan stasiun. Jadi aku balik lagi ke tempat semula, terus jalan kaki menyusuri jalanan yang menuju ke jalan raya.

Tidak jauh dari stasiun, aku jalan kaki menyeberang jalan raya Jl. Moh. Toha, dan asal saja masuk ke salah satu gang. Ternyata gang ini buntu, dan ujungnya adalah areal persawahan seperti ini. Masih kosong. Ah, sayang sekali cuacanya panas sekali, kalau gak, nongkrong di sini mungkin bakal terasa sejuk.

Dari jauh tampak ada bangunan yang sepertinya pabrik. Kalau dilihat dari peta, sepertinya daerah sana itu ada beberapa tempat industri meski tidak begitu besar.

Selanjutnya aku menyusuri jalan raya tadi, terus mampir di Alfa Midi untuk ambil duit, sekalian mendinginkan diri sejenak dari panasnya jalanan di sini.


 Tak jauh dari Alfa Midi, ada jalan ke arah stasiun, jadi aku langsung balik lagi ke arah stasiun. Di sekitar pasar ada deretan ruko dan kalau lihat posisi jalannya, sepertinya daerah ini sering tergenang banjir, juga selokannya juga kayak parah. Entahlah.

Sekitar pasar tidak nemu tempat makan yang unik, jadi lanjut pulang saja ke Bintaro.

25 September 2022

Nostalgia di Skybridge Semanggi

Ini adalah jalan menuju skybridge (jembatan penghubung) yang menghubungkan halte Bendungan Hilir di koridor 1 ke halte Semanggi di koridor 9. Dulu, demi menghemat biaya, aku gak masalah untuk berjalan melintasi jembatan ini, sambil memandang lalu lintas di bawah dan juga pemandangan sebagian pusat kota Jakarta. Pada masanya, jembatan ini menjadi salah satu jembatan transit terpanjang, meski masih kalah dengan jembatan Dukuh Atas yang saat ini sedang direnovasi.

Secara umum tidak ada yang berubah dari jembatan ini, bentuk dan terutama lantainya masih seperti dulu. Dulu paling sebel kalau harus melintasi tempat ini, melelahkan, apalagi saat panas terik dan membawa tas yang berat, disertai kondisi pikiran yang suntuk sehabis ketemu client. 

Hari ini sih beda, justru aku enjoy jalan di sini, karena tanpa beban apa-apa, malah hitung-hitung olahraga. Di usia seperti sekarang, berjalan kaki saja sudah sangat berguna untuk membantu vitalitas, karena jarangnya kesempatan untuk bisa olahraga.


 Yang agak beda adalah kondisi di sekitar Plaza Semanggi, salah satu mall yang pernah ramai jaman dulu, bahkan sering dianggap sebagai penyebab kemacetan di daerah ini, tak terkecuali di hari Minggu. Sementara sekarang, mungkin karena pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berakhir, sekitar mall ini tampak sepi. Mirip dengan kondisi di Blok-M Mall.

23 September 2022

Air Sungai Meluap di Jumat Malam

Setelah cukup lama hujan beberapa hari, tampak ada genangan air di jalanan kompleks persis pinggir sungai. Kondisi ini jelas mengkhawatirkan, bukan bagi warga kompleks kami, tapi bagi warga di sebelah utara kami, terutama di Jakarta. Biasanya kalau sungai ini meluap, akan banyak tempat di Jakarta yang tergenang air.

Suasana kemacetan terjadi di pintu tol Pondok Aren karena adanya banjir di jalan tol menuju serpong yang membuat jalur ke Serpong ditutup.

Ini adalah sungai yang sama yang mengalir di samping kompleks kami, tapi ini ada di samping kawasan Menteng Utama Bintaro. Aku perhatikan, di kawasan perumahan ini, ada banyak "bendungan" dibangun. Akibatnya beberapa tempat jadi seperti menggenang, meski gak sampai tumpah ke jalan raya. Tapi lama-lama aku paham, ini adalah upaya mencegah air sungai mengalir terlalu deras ke bawah. Adanya "penghalang" seperti ini, diharapkan debit air tidak terlalu cepat, dan mengalir secara bertahap, jelas mencegah kerusakan yang terjadi di sepanjang sungai, juga bisa mengurangi potensi genangan air (aka banjir) di tempat-tempat yang lebih bawah.


 Wajar kalau pengembang sebesar Jaya Raya memikirkan solusi seperti ini, ditambah lagi beberapa kawasan yang sengaja dikosongkan untuk menampung air. Ini gak akan dilakukan oleh pengembang cluster-cluster kecil, yang hanya mengejar untung karena keterbatasan lahan dan persaingan harga, bahkan sampai menguruk bekas rawa sampai habis dan membuat air hujan ataupun air sungai dari sisi atas akan mengalir terus ke bawah tanpa sempat tertahan sementara.

Kadang aku jengkel dengan orang-orang yang hanya menyalahkan pengembang besar karena membuat banyak rumah, dan dianggap sebagai penyebab banjir, sementara mereka sendiri masih memilih untuk tinggal di rumah tapak, yang kadang kala tanpa mereka sadari dibangun di atas daerah resapan air (rawa, lereng, kebun dsb). Bukan untuk membela pengembang besar, karena mereka juga harus bertanggung jawab saat ada bencana banjir, tapi selama kebanyakan dari kita menolak untuk tinggal di rumah susun/apartemen dan memilih untuk punya rumah tapak, ya sudah, banyak lahan bakal beralih fungsi jadi beton.

18 September 2022

Sekitar Senayan - GBK

Ada yang beda dengan kawasan ini meski aku samar-samar lupa apa yang beda. Dulu sering mondar-mandir lewat sini, terutama waktu masih kerja di Cikarang tapi banyak customer di Jakarta. Setelah punya anak, terutama selama pandemi, sangat jarang lagi ke sini. Terakhir aku ingat sedang ada renovasi, apalagi terkait dengan pembangunan MRT. Akhirnya aku ingat, tempat ini dulu penuh dengan deretan pohon rindang.

Hari ini sepulang gereja aku naik MRT dan turun di halte Istora Mandiri. Jalanan tampak lebih rapi, tapi kosong dan saat cuaca cerah pasti bakal terasa panas. Kalau malam atau sore sih sepertinya nyaman nongkrong di sini.

Sempat lihat "iklan" di medsos soal Hutan Kota GBK, jadi aku penasaran seperti apa, dan apakah bakal bisa buat ngajak anak-anak. Kurang beruntung, tempat ini sedang tutup tanpa alasan yang jelas.


Aku lupa dulu tempat apa ini, sepertinya tempat olahraga, tapi saat ini sudah berubah jadi "hutan kota", yang sepertinya sih tempat komersial untuk acara-acara luar ruangan (outdoor). Saat aku lewat sedang ada acara pernikahan, entah siapa, yang pasti sih orang kaya.


Di depan GBK juga aku lihat ada yang beda, tidak ada lagi patung orang memanah, diganti dengan monumen entah apa itu, agak malas melihat dari dekat.

Tempat ini masih tampak sepi meski masih jadi favorit bagi warga jakarta dan sekitarnya untuk berolahraga.

Entah mengapa, sejauh ini rasanya kurang berminat untuk menjelajah kawasan ini lebih jauh.

Pulangnya naik bis listrik ke arah St. Tanah Abang, bisa bayar pakai emoney dan bis ini mengingatkanku pada bis di Singapore, termasuk interiornya. Cuma video iklan di dalam bis yang diputar berulang-ulang terasa sangat membosankan. Secara umum sih nyaman, apalagi pas lagi sepi dan jalanan lancar.

Melewati kawasan pasar Tanah Abang, aku agak heran melihat ada bangunan bergaya tiongkok ini, sepertinya sih kopitiam. Dulu sering lewat sini tidak pernah ingat ada bangunan ini.


 Dari bis bisa turun langsung di seberang stasiun, tinggal nyeberang biar gak perlu kelamaan mutar dan kena macet. Kawasan sekitar stasiun Tanah Abang juga sudah direvitalisasi, lebih rapi, tapi ya tetap saja semrawut dengan banyaknya pengunjung dari berbagai kalangan dan daerah sekitar Jakarta.

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...