27 March 2015

Sisi Lain Situ Parigi


Udara pagi masih terasa sejuk di sekitar Situ Parigi meskipun matahari sudah bersinar terang. Pagi yang cerah, tapi sisa-sisa hujan semalam masih meninggalkan kabut tipis.


Cahaya matahari pagi masih terhalang pepohonan yang cukup rindah dan juga beberapa gedung tinggi di sisi timur danau. Angin yang hanya berhembus pelan membuat air danau tampak tenang meskipun sebenarnya danau ini tidak dalam.


Seorang pria tampak membawa senapan angin menuju danau, seperti hendak berburu burung atau mungkin satwa lain. Belum banyak aktivitas warga pagi itu di sekitar danau. Belum banyak orang yang datang memancing juga.


Serangga air serta ikan-ikan kecil menyebabkan riak-riak kecil di permukaan air.


Sejak aku datang pertama kali ke sini, belum pernah aku melihat perahu itu digunakan. Mungkin nelayan lebih suka pakai gethek bambu untuk menyusuri danau kecil ini, atau entahlah. Tampak bagian lambung perahu sudah berlumut dan ditumbuhinn tanaman seperti jamur.


Tanda-tanda pendangkalan danau bisa dilihat dari sampah-sampah yang ada di permukaan danau. Sampah-sampah ini seperti tersangkut sesuatu, bukan mengapung. Sebenarnya air danau ini mengalir seperti sungai, tidak diam saja.


Salah satu ciri khas ketika danau seperti ini dekat dengan pemukiman warga, adalah tumpukan sampah di tepi danau yang sangat berantakan. Ciri khas orang kampungan yang tidak terlalu peduli soal sampah.


Seorang pemuda sedang memancing sendirian di sisi danau sebelah barat. Ini adalah bagian yang dulu belum sempat aku jelajahi. Sisi ini lebih rindang, tapi dekat dengan pemukiman warga dan terkesan kumuh. Resiko ada di tepi danau yang penuh dengan pepohonan rindang adalah banyak nyamuk.


Di sekitar danau tidak banyak bunga, selain beberapa bunga liar. Tapi di rumah-rumah sekitar danau ada banyak pekarangan dan kebun yang penuh bunga, dan sebagian bunganya sampai berada di luar pagar.


Sengaja aku petik beberapa untuk iseng mengisi waktu, sebelum matahari mulai bersinar terik.

24 March 2015

Wisata Air Yang Terbengkalai di Situ Tujuh Muara


Matahari sudah tinggi, tapi waktu aku sampai di Pamulang Square, setelah bersepeda kurang lebih 30 menit, suasana masih temaram karena mendung. Sebenarnya waktu yang kurang menarik untuk "hunting", tapi karena sudah lama gak olahraga, pagi ini aku paksakan diri bersepeda santai. Tujuannya, Situ Tujuh Muara alias Situ Ciledug di Pamulang.


Rumah di seberang itu danau itu tampak asri sekali, penuh pepohonan, ada saung dan tempat nongkrong di tepi danau. Ya meskipun mungkin harus berurusan dengan banyaknya nyamuk :)
Terakhir kali aku ke sini, seorang pemancing menyarankan untuk datang pagi-pagi kalau mau dapat foto yang bagus.


Sayang aku datang agak siangan, dan juga cuaca mendung kurang bersahabat. Meskipun demikian, tetap saja pemandangan sekitar danau ini tidak bisa diabaikan. Tenang, asri dan menyegarkan. Aku sengaja cuma mengunjungi sisi danau yang ada di dekat gang Witana Harja , karena ini merupakan tempat yang baru sebentar aku jelajahi, jadi aku masih penasaran. Ah, cuma gak bisa berlama-lama di sini juga, nyamuknya banyak dan ganas, gigitannya terasa gatal.


Waktu terakhir aku ke sini, aku cuma menjumpai satu sisa "bebek-bebekan", tapi kali ini aku menemukan banyak kereta air serupa, yang kondisinya sudah terbengkalai begitu saja. Ah, setelah aku perhatikan sekitar tempat ini, sepertinya ini dulu taman wisata yang cukup terawat. Ada jalan setapak yang (dulunya) rapi, juga bunga-bunga dan sebagainya. Sekarang sih sudah berantakan. Setelah browsing sebentar, ternyata benar, dulu tempat ini adalah tempat Wisata Edukasi Ganespa, yang dikelola oleh OKP Ganespa. Sayang, sekarang kondisinya sudah merana.


Danau ini cukup beruntung memiliki organisasi kepemudaan yang diharapkan bisa menjaga kelestarian Situ Tujuh Muara ini. Semoga tetap lestari, baik alam maupun budaya sekitarnya.

18 March 2015

Bunga Boroco Liar di Tepi Jalan

[l

Pagi ini sudah tidak dingin lagi karena matahari sudah cukup tinggi dan bersinar tanpa halangan awan sedikitpun. Tapi dari sudut tertentu, tampak matahari masih "tersembunyi" di balik sebuah kubah masjid di Jl Lio, Pondok Aren.


Sementara itu di sebuah lahan kosong pinggir jalan, ada bunga boroco yang tumbuh liar dan berkembang dengan subur. Aku sebenarnya kurang paham apa nama bunga ini, tapi setelah googling bentar, sepertinya nama bunga boroco agak mendekati. Kalau ada yang paham, mohon pencerahannya ya :D Cuma ada yang bilang ini namanya Flamingo Feather ...


Yang aku tahu bunga ini termasuk jenis Celosia. Bunga Celosia sendiri ada berbagai ragam, dan meskipun ada kemiripan tapi setiap ragam ada ciri khas tersendiri.


Jadi kepikiran, mungkin lain kali bawa plastik aja ya, ambil salah satu bunga di sini hehehe ... toh meskipun lahan ini ada yang punya, harusnya bunga ini tumbuh tidak sengaja, jadi kalaupun diambil satu dua mungkin (mudah-mudahan) yang empunya lahan tidak keberatan.

16 March 2015

Suatu Pagi di Sekitar Jurangmangu


Pagi ini sebenarnya aku ingin kembali tidur seusai mengantar istriku berangkat kerja dari St. Jurangmangu. Semalam aku begadang gara-gara membaca artikel yang menarik. Tapi pemandangan langit di ufuk timur membuatku mengurungkan niat. Lebih baik menikmati suasana matahari terbit di sekitar stasiun.


Tempat pertama yang aku tuju adalah lahan kosong di sebelah timur sungai di sisi stasiun. Ada genangan air, gabungan antara kolam atau danau buatan dengan rawa di lahan yang terbengkalai. Tempat ini sering dijadikan tempat mancing oleh warga sekitar.


Hamparan beragam pepohonan berlapis-lapis tampak menarik di pagi hari, saat matahari belum bersinar terik, dan sebagian sinarnya terhalang oleh awan tipis. Ada kesan embun di sana, padahal udara sudah mulai hangat. Ah, melihat ini jadi kangen suasana di desa :)


Dari lahan kosong, aku beralih ke jembatan yang melintang di atas rel kereta api. Di sana sudah ada dua pengendara motor yang sedang beristirahat, sepertinya juga menikmati pagi sambil menyaksikan kereta api yang berlalu-lalang di bawahnya.


Peron sebelah kiri tampak sepi dan meskipun tidak kelihatan, tapi aku yakin sekali kalau banyak orang yang sedang menunggu kereta di peron sebelah kanan. Bagaimanapun juga, kereta api menjadi sarana transportasi favorit bagi para pekerja yang tinggal di luar Jakarta. Apalagi kalau jadwal kereta bisa lebih sering dan lebih tepat waktu, pasti banyak pengguna kendaraan pribadi yang beralih.


Awan tipis tidak bisa menyembunyikan langit biru yang cerah, setidaknya hingga siang hari seharusnya tidak akan turun hujan :) #soktahu


Pedagang sayur keliling melintas dengan motornya. Di sekitar ini aku sering menjumpai penjual sayur keliling ini, kebanyakan masih pakai gerobak dorong, belum banyak yang pakai motor seperti ini.

14 March 2015

Sabtu Siang di Jakarta

Hari Sabtu biasanya aku malas jalan-jalan ke Jakarta, apalagi saat cuaca panas terik. Alasannya sudah pasti, malas dengan kemacetan yang ada. Tapi karena ada keperluan, menemani istriku, siang ini kami pergi ke Jakarta sebentar. Tapi ada beberapa hal menarik yang aku jumpai selama perjalanan singkat siang itu.


Berangkat dari Bintaro naik kereta api yang cukup lenggang meskipun gak kebagian tempat duduk. Yang menarik adalah iklan pembersih wajah, dengan ikut menggantungkan kemasan di samping pegangan penumpang. Lha orang kan bisa salah pegang, atau jangan-jangan memang itu sudah dikemas biar kuat juga untuk dijadikan pegangan.


Di sungai sebelah jalan Daan Mogot, seberang Samsat Jakarta Barat, beberapa petugas tampak sedang membersihkan sampah di sekitar dengan perahu yang agak unik ini. Terus terang baru kaliini aku melihat perahu jenis ini. Salut juga kalau ada tenaga kebersihan yang dikerahkan untuk membersihkan sungai-sungai di Jakarta dari tumpukan sampah, meskipun tanggung jawab kebersihan tetap ada di masyarakat.


Masih di sungai yang sama, tampak sisa-sisa perahu yang sudah rusak terapung di permukaan sungai. Wah, sayang juga bangkai kapal ini terbuang sia-sia seperti ini. Di tangan orang yang kreatif, bangkai kapal ini pasti bisa dimanfaatkan.


Memasuki kawasan kampus Binus di Jl. Rawabelong, aku perhatikan ada pemandangan yang tidak biasa, yaitu adanya petugas pengatur lalu lintas di pertigaan Batusari. Biasanya pertigaan ini sangat semrawut, para pengguna jalan (terutama pengendara motor dan angkot), biasanya tidak sabar untuk menunggu lampu hijau menyala. Salah satu titik kemacetan yang pantas dihindari saat hari Sabtu siang, tapi kali ini terlihat cukup lancar.


Stasiun Palmerah sedang direnovasi besar-besaran, bangunannya diperbesar, hampir kayak Stasiun Tanah Abang. Yang membuatku tertarik, di sebelah kanan-kiri juga dibangun jembatan penyeberangan. Kalau dimaksimalkan nanti, bakal bisa mengurangi kemacetan di sekitar tempat ini, asalkan para pejalan kaki juga disiplin memanfaatkannya.

11 March 2015

Fresh After Rain


Hujan sore berhenti sebelum matahari tenggelam, menyisakan bulir-bulir air di dedaunan dan memberi udara segar di luar rumah. Aku iseng-iseng mengabadikan titik-titik air sisa hujan itu dengan ponsel LG G3 Stylus, ponsel yang termasuk kelas medium (belum selevel dengan IPhone, Lumia atau Galaxy S), tapi sejauh ini hasil foto yang bisa aku dapat sudah cukup memuaskan.


Malahan dalam beberapa kasus, seperti gambar di atas, untuk jarak dekat, hasilnya bisa lebih tajam dibandingkan kalau aku memakai kamera Samsung Galaxy Camera. Yang penting pencahayaan cukup bagus dan tanganku gak goyang saat memotret. Aku rasa kunci utama adalah pada kemampuan sensor optik kamera ini masih lebih baik dibanding Galaxy Camera, yang sekarang sudah jarang aku pakai.


Katanya, yang membuat kamera ponsel LG ini hasilnya cukup tajam, salah satunya adalah fitur auto-focus yang cukup cepat. Masuk akal juga menurutku. Dengan autofocus yang cepat, dia bisa mengimbangi kecenderungan tanganku yang kurang stabil dan biasanya menghasilkan gambar yang blur. Nah, dengan Galaxy Camera, meskipun ada fitur macro dan memberi hasil yang bagus, tapi tetap saja ketajaman hasil gambarnya masih kurang memuaskan.


Tapi tentu saja, memakai kamera ponsel ini harus benar-benar telaten dalam memilih fokus gambarnya, karena sedikit lebih sulit dibanding ketika memakai Galaxy Camera. Harus diakui, dengan Galaxy Camera, memilih titk mana yang akan menjadi fokus jauh lebih mudah dibanding memakai kamera ponsel LG ini. Salah satu yang belum bisa dikalahkand dari Galaxy Camera adalah optical zoom-nya yang (katanya) mencapai 21x, jadi bisa memotret object yang lebih jauh.

Memang, bukan perbandingan yang apple-to-apple sih, wong ponsel kok dibanding kamera hehehe.

10 March 2015

Senja Yang Mendung


Sore ini tidak hujan, tapi langit sangat mendung. Tapi seberkas pelangi di sisi selatan membuatku tertarik, apalagi di tampak ada cahaya matahari dari sisi timur, jadi masih ada celah awan di sana. Sayangnya aku tidak punya banyak waktu untuk menjelajah, karena harus membeli makanan untuk makan malam.


Tapi kurasa tak ada salahnya mencoba mengejar "golden hour", dan tempat terdekat yang belum pernah aku cek adalah jembatan Jurangmangu, yang melintas di atas St. Jurangmangu dan jalan tol Jakarta Serpong. Meskipun langit mendung terlalu gelap, tapi tidaklah sia-sia, aku masih sempat menikmati suasana matahari tenggelam dan twilight yang menarik.


Tidak mewah, tapi tetap pertunjukan keindahan alam yang patut disyukuri dan cukup menyegarkan.

05 March 2015

Menyongsong Senja di Situ Ciledug


Sebuah pusat perbelanjaan megah di samping danau buatan yang cukup besar di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan. Sore ini, meski sempat sedikit salah jalan, aku bisa sampai ke Situ Ciledug (atau Situ Tujuh Muara) dalam waktu sekitar 30 menit bersepeda dari rumah. Sampai tempat ini matahari masih belum tenggelam.


Meskipun bukan akhir pekan ataupun hari libur, tampak beberapa orang sedang memancing di sini. Kalau diperhatikan, hampir di setiap danau atau sungai, pasti ada saja yang nongkrong untuk mancing. Tampaknya banyak juga orang yang punya hobi mancing, kalau dikelola dengan baik, mungkin bisa dimaksimalkan sebagai daya tarik wisata dan juga untuk menambah pendapatan daerah.


Perkampungan kumuh di sebelah timur danau, entah mereka penghuni resmi atau penghuni liar. Tapi bisa dipastikan mereka kurang begitu peduli dengan kelestarian dan kebersihan danau. Aku masih ingat waktu pertama ke sini, salah satu warga dengan santai melempar sekantong sampah ke danau. Sekarang pohon-pohon di tepi danau mulai ditebangi. Entah apakah itu perintah resmi dari pemerintah daerah atau inisiatif warga, tapi agak disayangkan juga karena bagaimanapun juga keberadaan pohon sangat penting.


Suasana senja yang bisa aku abadikan dari tempat ini kurang begitu dramatis karena awan mendung cukup menghalangi sisa-sisa cahaya matahari yang sedang terbenam. Tapi aku tetap bersyukur melihat keindahan alam ini. Cuma agak mengganjal adalah melihat permukaan danau di sisi barat yang begitu dangkal, padahal ini masih musim hujan, dan permukaan tanah bisa terlihat.


Sebuah pohon mati yang tumbang di tepi danau tampaknya sering dimanfaatkan untuk nongkrong sambil memancing. Sisi sebelah timur ini, yang dekat dengan jalan raya belum sempat aku jelajahi waktu pertama kali aku ke sini.


Kata salah satu pemancing yang ada saat itu, kalau mau ambil foto di sini bagusnya pas pagi hari. Hmm... saran yang menarik, tampaknya aku perlu menjadwalkan kembali berkunjung di tempat ini saat pagi hari.

04 March 2015

Vihara Siddharta dan Masjid Bani Umar


Sinar matahari tampak terang menerangi langit Pondok Aren di pagi ini, cerah dengan sedikit awan tipis di angkasa. Pagi ini aku mampir sebentar di sekitar Parigi Baru untuk melihat agak dekat salah satu tempat ibadah agama Budha yang ada di sana - Vihara Siddharta.


Salah satu patung Buddha di bagian depan bangunan utama, patung yang tampak tersenyum. Menurut kabar-kabur di internet, vihara ini mulai dibangun tahun 2005, dan salah satu patung Buddha yang ada di sini adalah pemberian langsung dari pemerintah Thailand, yang disampaikan saat peresmian vihara ini di tahun 2012. Entah apakah patung yang ada di luar ini atau patung yang di dalamnya.


Seperti biasa, ketika berurusan dengan tempat ibadah agama lain, aku masih merasa enggan untuk bludas-bludus masuk ke dalam. Jadi kali ini aku hanya melongok dari luar saja. Bagian depan bangunan utama seperti sedang ada renovasi kecil-kecilan. Semoga saja toleransi umat beragama tetap terjaga di tempat ini.


Dari vihara, aku meluncur ke tempat ibadah yang cukup unik di dekat Graha Bintaro. Sebuah masjid dengan arsitektur unik karena tidak memiliki kubah. Masjid tanpa kubah ini bernama Masjid Bani Umar, Namanya saja tergolong unik menurutku, dibandingkan dengan nama-nama masjid yang banyak tersebar di pelosok kampung. Ternyata nama Umar itu terkait dengan memprakarsa pembangunan masjid ini, yaitu istri dari Umar Wirahadikusuma, mantan wakil presiden RI.


Masjid ini mulai dibangun tahun 2007 dan diresmikan tahun 2008 oleh Presiden RI waktu itu, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Meskipun tidak memiliki kubah, tapi masjid ini memiliki menara setinggi 50 meter lebih. Menara itulah yang tampak sangat menonjol dari kejauhan, dan sekilas juga tidak mirip dengan menara masjid. Katanya, karena lagi-lagi aku tidak masuk ke dalam untuk menjelajah bangunan, banyak fasilitas pendukung yang ada di dalam masjid raya ini. Jadi buat warga muslim Bintaro, Pondok Aren dan sekitarnya, sempat-sempatlah untuk mampir ke masjid yang unik ini.


Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...