31 July 2022

Menjelajah MRT : Lebak Bulus - ASEAN

Kali kedua naik MRT, aku ingin menjelajahi setiap stasiun yang ada di atas jalan (bukan di bawah tanah), mulai dari St. Lebak Bulus. Hari minggu penumpang MRT tergolong sepi, dan jarak kedatangan antar kereta juga cukup rapat, jadi aku tidak perlu menunggu terlalu lama.

Di setiap stasiun, aku mencoba mengambil foto pemandangan yang bisa dilihat dari stasiun (yang posisinya di atas, jadi dapat semacam "bird view"), juga pemandangan di sekitar stasiun yang aku anggap menarik. Sayang sekali, cuaca siang ini mendung kelabu, jadi pemandangan yang ada kurang begitu dramatis, ditambah lagi kameraku sudah tidak begitu bagus auto-focusnya meskipun punya optical zoom yang besar.


Dari setiap stasiun yang aku kunjungi, ada tempat-tempat yang baru aku lihat, apalagi memang aku sangat jarang menjelajah Jakarta. Setidaknya dengan adanya MRT ini, sedikit mempermudah untuk menjelajah kota, meski masih terbatas arealnya.





Stasiun Blok M agak unik dibanding stasiun lainnya, karena jalur keretanya terpisah begini. Ini membuat pintu kereta yang terbuka adalah sisi sebelah kiri, sementara untuk stasiun lain (yang bukan di bawah tanah), pintu terbuka adalah sebelah kanan.

Waktu memandang sekilas kawasan Terminal Blok-M ini ada rasa seperti tempat ini sudah berubah jauh dan terkesan asing buatku. Padahal dulu tempat ini sangat familiar, sangat sering aku kunjungi dan menjadi bagian dalam petualanganku selama tinggal di Jakarta. 


Dari stasiun terakhir, Stasiun ASEAN, bisa kelihatan persimpangan transportasi (transportation hub) yang menghubungkan beberapa jalur, cukup keren. Berada di atas sebuah perempatan, tempat ini jadi persimpangan antara jalur MRT, jalur busway koridor pertama, dan jalur BRT koridor 13, yang "melayang". Jadi ada semacam 3 tingkat jalur transportasi massa di sini, dan untuk memudahkan penumpang, ada fasilitas eskalator. Saat itu aku belum sempat menjelajah tempat ini, sudah capek, tapi pasti suatu saat aku akan ke sini. Terutama penasaran untuk naik bis di jalur koridor 13, yang melayang tinggi di atas jalan raya.

Ibadah Offline Paska Pandemi

Hari ini ikut ibadah secara langsung di GKJ Nehemia Lebak Bulus setelah sebelumnya melakukan pendaftaran dulu lewat websitenya. Ini pertama kali aku ikut ibadah secara langsung di masa pandemi setelah sebelumnya hanya mengikuti ibadah secara streaming di Youtube, bahkan kadang hanya menyimak siaran ulangnya karena bangun kesiangan hehehe.

Ibadah yang dilakukan di jam 9 pagi membuatku mampu untuk mengikutinya karena tidak terlalu pagi (bandingkan dengan beberapa tempat yang memulai ibadah jam 8 atau bahkan jam 7 pagi), apalagi beberapa hari terakhir aku sudah terbiasa bangun pagi. Aku sengaja gak naik motor, masih kuatir kena razia, jadi aku naik kereta dari St. Jurangmangu dan turun di St. Keb. Lama, kemudian transit naik bis TransJakarta dari halte Pasar Keb. Lama dan turun di halte Lebak Bulus, langsung nyeberang sampai di depan gereja. 

Pengunjung masih diminta untuk mengikuti aturan protokol kesehatan di masa pandemi - jaga jarak, memakai masker, dan sebagainya.


 Selesai ibadah aku lihat ada acara sekolah minggu atau remaja, banyak yang mengenakan pakaian adat berbagai daerah di Indonesia, entah acara apa, aku tidak terlalu memperhatikan ataupun mencoba mencari informasi karena sudah punya agenda tersendiri seusai ibadah Minggu.

Selamat hari Minggu!

30 July 2022

Sarapan di Rummah GoA

Pagi ini kembali mencoba jogging ringan, lebih banyak jalan kaki, ya setidaknya untuk olahraga, mencoba meningkatkan stamina. Dari arah St. Jurangmangu, aku ke arah Boulevard Bintaro.

Jalanan tampak sepi, mungkin karena akhir pekan dan masih pagi, dan tampak beberapa orang juga berolahraga seperti bersepeda ataupun jogging dan jalan kaki. Aku belok ke arah Pasar Modern, terus menuju perumahan Puri Bintaro.

Di Perumahan Puri Bintaro ada semacam "danau", dan saat ini sedang dikeruk lumpurnya agar bisa menampung debit air lebih lama, sebelum dialirkan ke sungai selanjutnya. Secara tidak langsung ini adalah bagian untuk mencegah, atau setidaknya mengurangi, potensi banjir di sekitar ini dan juga di daerah aliran sungai yang lebih bawah. Aku perhatikan sih kompleks-kompleks besar dan elite biasanya menyiapkan hal seperti ini meski belum tentu bisa menjamin akan bebas banjir juga, tapi setidaknya cukup efektif saat debit air masih dalam batas normal.

Habis lari, aku coba mampir di Cafe Rummah Goa, yang persis ada di samping St. Jurangmangu dan dekat kampus UPJ. Tempatnya tergolong tersembunyi, karena tidak di pinggir jalan, juga tidak dekat dari parkiran stasiun. Konsepnya lumayan unik dan nyentrik, memanfaatkan lahan di lereng sungai.

Sayangnya, mungkin karena masih terlalu pagi, menu yang tersedia hanyalah menu sarapan, padahal aku berencana sekalian mau makan siang. Tapi ya sudahlah, sudah terlanjur. Aku pesan roti bakar dan pempek, serta soda merk Badak. Lumayan.


 Saat sedang makan, aku sempat mendengar obrolan antara tamu yang ingin memesan tempat untuk sebuah acara dengan pengelola cafe ini. Dari obrolan itu aku baru sadar kalau tempat ini dikelola oleh Dik Doank, sama dengan Kandank Jurank. Pantesan saja tempatnya unik.

Kalau malam hari tempatnya lebih menarik lagi, ya kapan-kapan nyobain lah.

27 July 2022

Jakarta Di Waktu Malam : Palmerah - Senayan

Halte busway di St. Palmerah sudah lebih baik, seingatku dulu tidak ada. Sekarang ada jalur khusus sehingga integrasi antar moda transportasi bisa lebih mudah, setidaknya di jam kerja. Hari ini ada janji ketemuan dengan Anggit dan Pak Andri di Senayan, dan aku lihat ada jalur bis TJ dari Palmerah ke Senayan, makanya aku mau nyoba. Sayangnya harus nunggu lumayan lama, hampir setengah jam.

Sudah lama tidak menjelajah jalanan Jakarta di waktu malam, terutama saat jam kerja. Saat orang lain baru merasakan kerja di rumah selama pandemi, aku sudah lama melakukannya, jadi jarang bepergian jauh dari rumah.

Bis melewati samping TVRI, terus ke jalan Gatot Subroto, berputar di jembatan Semanggi menuju arah Bundaran Senayan (Ratu Plaza, kalau yang dulu aku ingat). Dari atas jembatan semanggi tampak kemacetan sudah mulai terjadi, menandakan aktivitas mulai mendekati normal meskipun pandemi belum berakhir. Pemandangan seperti ini dulu menjadi pemandangan sehari-hari saat masih kerja di Cikarang.

Jembatan penyeberangan di dekat halte Bundaran Senayan, dengan desain yang instagrammable,  ciri khas dari karya gubernur saat ini. Pokoknya cakep, bisa buat foto-foto keren.

Jalanan di sepanjang Jl. Sudirman juga terlihat rapi, trotoar lebih luas dan rapi karena tidak banyak pedagang kaki lima di sini. Apakah ini bermanfaat bagi ekonomi masyarakat Jakarta? Entahlah, bisa diperdebatkan, tapi setidaknya ini membuat (sebagian) Jakarta jadi terlihat lebih cantik dan nyaman.

Atas usulku, kami bertemu di Senayan City, biar gampang aku jangkau lewat angkutan umum. Sayangnya sempat macet dan kelamaan nunggu bis jadi aku telat. Sudah gitu Anggit juga tidak memberi informasi detil di mana mereka menunggu, jadi aku sempat bengong sebentar di sini.


Akhirnya ketemu juga, ngobrol sambil makan, diskusi tentang banyak hal - sampai diusir oleh pelayan karena sudah waktunya tutup hehehe.

Semoga saja hasil pertemuan hari ini akan membawa manfaat yang besar di kemudian hari.
 

23 July 2022

Pertama Kali Naik MRT di Jakarta

Meski sudah diresmikan sejak tahun 2019, aku belum pernah naik MRT di Jakarta, karena memang jarang pergi jauh dari rumah, apalagi sejak pandemi. Makanya hari ini selagi ada kesempatan, aku ingin mencoba naik MRT. Turun dari bis TransJakarta di halte Tosari, karena kebanyakan  halte lain di jalur ini sedang dalam perbaikan.

Sempat turun hujan gerimis dalam perjalananku dari halte Tosari menuju stasiun Dukuh Atas BNI. Oh ya, daerah sekitar ini sempat populer dengan aktivitas Citayam Fashion Week yang sekarang sudah dilarang, tapi aku juga gak terlalu tertarik untuk memperhatikannya.

Seperti ini penampakan stasiun bawah tanah, mengingatkanku pada stasiun bawah tanah MRT di Singapura - bisa dibilang persis. Bahkan suasananya juga mirip, termasuk orang-orang juga jadi lebih tertib di sini (dibandingkan dengan penumpang busway atau commuter line). Jadi sebenarnya, orang-orang Indonesia (atau Jakarta), bisa tertib kalau dipaksa.

Aku naik kereta ke arah stasiun akhir Lebak Bulus Grab. Kereta sepi, mungkin karena hari libur. Suasana kereta juga mirip dengan suasana dalam kereta MRT di Singapura, termasuk suara dan kenyamanannya. 

Yang aku tidak terlalu suka adalah bangku kereta dari plastik sehingga rasanya dingin dan keras, bagiku jadi bikin gampang masuk angin. Malah enakan bangku kereta KRL yang empuk.

Itu adalah stasiun Fatmawati Indomaret, bisa terlihat karena ini jalur yang berbelok cukup tajam.

Suasana dan bentuk stasiun yang ada di atas tanah juga kurang lebih mirip dengan stasiun MRT di Singapura, terlihat bersih dan nyaman. Selain banyak fasilitas seperti toilet, lift dan eskalator untuk memanjakan para pengguna jasa.

Selain itu, jarak antar kereta juga tidak terlalu lama, kurang lebih 10 menit kalau gak salah, jadi tidak harus menunggu lama, juga informasi kedatangan dan jalur kereta juga lebih lengkap.


Secara biaya, jelas MRT di sini masih lebih murah dibanding MRT di Singapura, mungkin karena jaraknya juga dekat. Tapi bahkan jarak terdekatpun masih lebih murah. Mudah-mudahan saja fasilitas transportasi umum seperti ini akan lebih banyak lagi, dan juga diikuti di berbagai kota besar lainnya.

Selanjutnya aku berencana untuk naik MRT dan berhenti di setiap stasiun agar bisa melihat pemandangan di sekitarnya, mumpung jumlah stasiun belum banyak.

Kemayoran

Penasaran, hari ini aku mencoba menjelajah (sebagian) daerah Kemayoran. Dari St. Jakarta Kota, aku naik bis TransJakarta yang ke arah Sunter. Bis melintas Jl. Gunung Sahari, belok ke jalan Angkasa, lewat Ghra Askrindo, jadi ingat dulu pernah ada client di sini dan beberapa kali meeting. Juga melintasi jembatan layang di samping gereja Reformed yang cukup megah. Turun di halte HBR Motik.

Dari halte aku jalan kaki, sepanjang jalan ada jalur pejalan kaki yang cukup lebar, tapi sepi. Ada taman tapi seperti tidak terawat juga.

Dugaanku tiang-tiang ini ditujukan untuk menghalangi kendaran (mobil, motor dsb) untuk melintas di trotoar, tapi entah mengapa begitu banyak dan posisinya termasuk acak.

Jalan layang dihias dengan cat warna-warni, khas dengan "pembangunan" Jakarta saat ini, penuh warna, berhias, instagrammable, entah apakah berdampak baik bagi kesejahteraan warganya atau tidak.

Selanjutnya aku melintas di samping Jl. Benyamin Sueb yang sangat tidak ramah pagi pejalan kaki karena susah mencari jembatan penyeberangan orang. Aneh juga, seingatku di tepi jalan ini ada jogging track yang bagus, tapi mengapa di ujungnya kondisi seperti ini ya. Setidaknya banyak pepohonan membuat tempat ini lebih asri, tidak gersang sebagaimana layaknya banyak tempat di Jakarta.

Kereta kuda sedang beristirahat di samping Jl. Benyamin Sueb. Sepertinya ini ditujukan untuk wisata, bukan untuk transportasi umum. Oh ya, aku sempat lihat ada beberapa orang duduk/nongkrong di pinggir jalan, sepertinya mereka mengharap rejeki dari orang-orang (kaya) yang lewat, meski tidak terang-terangan mengemis.

Nah, ini tujuan utamaku, cafe Roemah Sarapan. Beberapa waktu lalu Dessy menawarkan untuk ketemuan di sini, tapi karena aku "tersesat", jadinya batal dan mencari alternatif tempat lain. Makanya aku penasaran dengan tempat ini, jadi hari ini aku ke sana.

Di sini aku coba menu sop buntut bakar dan juga kopi ala V60, cuma ada varian kopi Bali Kintamani. Secara umum, rasanya lumayan, kopinya juga enak. Setidaknya gak merasa rugi dengan harga yang sekelas harga makanan di mall. Tempatnya juga cukup nyaman, setidaknya saat aku datang agak sepi, jadi tidak terlalu bising.


 Selesai makan, aku jalan lewat jalur lain, mengitari apartemen Spring Hill, terus tembus lewat underpass di bawah jalan HBR Motik. Balik lagi ke halte busway yang sama dengan pas aku datang, terus naik bis kembali ke arah St. Kota.

Kesimpulan, daerah ini agak sedikit membingungkan jika ditempuh dengan jalan kaki atau sepeda, misalnya. Selain jalan raya yang sangat lebar, tidak adanya akses menyeberang jalan yang berdekatan dan mudah.

Halte Jakarta Kota

Usai mendapat suntikan vaksinasi, aku langsung ke stasiun untuk kembali jalan-jalan menjelajahi kota Jakarta dengan transportasi umum. Seperti biasa, naik KRL ke Tanah Abang, transit ke arah St. Kampung Bandan.

Awalnya aku ragu, apakah mau jalan kaki ke arah Mangga Dua atau lanjut naik kereta. Karena aku gak yakin arah jalan ke Mangga Dua, jadi aku milih naik kereta saja ke arah St. Kota.

Jalur menuju ke St. Kota ada di bagian atas, jadi bisa melihat pemandangan. Dari jauh tampak gedung-gedung sekitar Pasar Mangga Dua, tapi di antaranya ada juga areal perkebungan, entah apa isinya.

Dari Stasiun Jakarta Kota, aku hendak lanjut naik bis Transjakarta. Dengan yakinnya aku menuju ke arah halte busway lewat jalur bawah sudah sudah sangat rapi.

Terowongan yang menghubungkan gedung-gedung Bank Mandiri dengan stasiun Jakarta Kota ini penuh dengan para pedagang, rapi dan tidak tampak kumuh, meski tetap terasa gerah.

Sayangnya, aku kecelek, ternyata halte buswaynya sedang diperbaiki dan tidak digunakan. Sebagai alternatif pengganti adalah halte BNI, persis di sebelah utara stasiun. Jadi aku harus jalan memutar lagi, di cuaca yang lumayan cerah dan panas terik.


Kawasan kota tua sedang direvitalisasi, direpikan termasuk para pedagang yang banyak berkeliaran di sini. Entah akan jadi seperti apa, yang jelas saat ini belum nyaman untuk dikunjungi.


 Halte penggantinya juga masih dalam kondisi "setengah jadi", seperti hanya untuk sementara atau memang belum selesai dibangun, entahlah. Padahal kalau aku tahu soal perbaikan halte ini, aku gak perlu jalan muter, cukup keluar lewat pintu utara, langsung ketemu halte ini. Namanya juga jalan-jalan.

Dari sini, tujuanku selanjutnya adalah ke Kemayoran. 

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...