28 February 2018

Sunset di Bulan Februari


Sepertinya sudah lama aku tidak memotret langit senja yang berwarna-warni menakjubkan seperti ini. Sepertinya sudah jarang aku punya kesempatan, tidak seperti dulu waktu masih bebas keluyuran berkeliling nyari spot unik untuk menikmati sunset, atau sekedar nongkrong di atas atap rumah.


Makanya waktu ada kesempatan, sebisa mungkin aku gak sia-siakan. Kebetulan beberapa sore El mengajak jalan-jalan keliling kompleks, saat cuaca lumayan cerah meskipun sedang musim hujan.


Ini hanya beberapa potret langit senja setelah matahari terbenam yang bisa aku abadikan di bulan Februari ini, tanggalnya acak.


Aku jadi berpikir, mungkin memang langit senja tampak lebih berwarna saat musim hujan.


26 February 2018

Merapikan Taman Depan Rumah


Pagi itu ada pedagang bunga keliling kebetulan lewat depan rumah. Aku tidak ingat apakah mereka sebelumnya pernah berkeliling di sini atau belum, karena memang ada beberapa kali penjual bunga tampak berkeliling di perumahan. Karena aku lagi pengen nambah koleksi tanaman, jadi aku sapa mereka.

"Bunganya berapaan, Mang?" tanyaku.
"Tiga ribu satu iket", jawabnya sambil menunjukkan satu iket bunga yang aku tidak tahu namanya itu. "Udah sini beli bunganya saja, saya rapikan tamannya."
"Emang butuh berapa banyak kira-kira? Sampai sepuluh iket gak?", tanyaku lagi. Soalnya ini diluar anggaran dan dana di akhir bulan ini sudah sangat mepet.
"Kalau sepuluh mah lebih atuh, Pak", jawabnya.

Nah, di sinilah terjadi kesalahpahaman. Aku pikir, gak bakal butuh sampai 10 iket. Hitung-hitung kalau cuma 30 ribu sih, gak masalah, pikirku.



Mulailah tukang taman ini bekerja, merapikan tamanku yang super mungil. Rupanya ada satu lagi temannya, jadi mereka bekerja berdua. Awalnya taman dibersihkan dari semua tanaman dan rumput yang ada dan tanahnya digemburkan. Barulah mereka mulai menanam tanaman itu.

Saat bunga-bunga mulai diambil dan dilepaskan ikatannya, aku mulai cemas. Lha kok yang diambil banyak banget. Apalagi mereka menanam bunga itu dalam jarak rapat. Pikirku tanaman ini nanti bakal tumbuh tinggi dan melebar, seperti rumput jepang misalnya, jadi cukup ditanam renggang-renggang saja. Ternyata tidak. Katanya tanaman ini tidak akan tumbuh terlalu tinggi, paling nambah 10 cm saja.



Waduh, ternyata yang dibutuhkan banyak sekali.

Saat pekerjaan sudah hampir  selesai, aku minta agar jumlah tanaman dihitung dulu. Rupanya hampir 200 ikat ... wah, bisa bangkrut lah ... 600 ribu untuk taman seperti ini saja. Ternyata maksud dari ucapan si Mamang tadi adalah, kalau 10 iket ya kurang, pasti butuh lebih banyak. Jiah ...

Akhirnya aku bilang jujur apa adanya kalau duitku terbatas. Anggaran yang tersedia hanya 150 ribu, itupun sudah sangat berat hati aku keluarkan. Aku minta agar tanaman yang sudah ditanam diambil lagi saja, toh aku yakin masih bisa dijual lagi. Sisakan secukupnya saja sesuai dana yang aku punya.


Si Mamang menolak dengan alasan bakal tampak jelek nanti tamannya. Seperti  ini sudah bagus, jadi gak perlu dikurangi lagi. Dia mencoba menawar, anggap saja ongkos borongan, harga per tanaman didiskon,dsb. Mulai dari angka 400 ribu, 300 ribu, hingga 200 ribu. Aku tetap menolak. Lha memang uang di dompetku cuma segitu, kalaupun ada duit di ATM, itu bakal dipakai untuk kebutuhan hingga gajian beberapa hari lagi.

Aku sebenarnya paling malas untuk menawar, apalagi saat membeli barang dari pedagang dengan modal kecil seperti ini. Tapi kali ini aku terpaksa ngotot. Bukan nawar sebenarnya, tapi aku hanya mampu membeli barang sesuai dana yang aku punya. Tapi karena si penjual ngotot tidak mau "mengambil" lagi dagangannya, ya ini jadi terkesan aku manawar habis-habisan. Bayangkan, dari 600 ribu jadi 150 ribu. Sebenarnya aku merasa bersalah.

Akhirnya si Mamang mengalah dan pasrah dengan bayaran 150 ribu. Sebelum pamit, temannya bertanya apakah aku punya baju-baju bekas yang tidak dipakai lagi. Wah, kebetulan. Ada baju-baju bekas milik istriku yang sudah lama aku kumpulkan, aku simpan dalam satu tas ransel penuh. Sedianya barang itu mau aku kasih ke pemulung dekat rumah, tapi belum sempat. Segera aku ambil tas ransel berisi baju bekas itu dan aku serahkan ke mereka. Aku yakin di dalamnya ada lebih dari 20 potong baju bekas yang masih layak pakai. Sebenarnya masih banyak lagi baju-baju bekas, tapi harus dicari dulu, gak keburu.

Baju-baju bekas yang aku berikan itu setidaknya bisa sedikit mengurangi rasa bersalahku.

21 February 2018

Jalan-jalan Pagi Mengitari Pondok Ranji


Matahari sudah mulai beranjak naik meskipun sinarnya masih sedikit terhalang awan tipis di langit timur. Pagi ini El mengajak jalan-jalan mengendarai motor, jadi aku ajak saja dia berkeliling kelurahan Pondok Ranji, mencoba menjelajahi tempat-tempat menarik di pinggiran Bintaro/Ciputat ini. Mulai dari Situ Bungur, yang airnya tampak tenang pagi ini, sementara langit biru jernih tanpa banyak awan meski sekarang masih di musim hujan.


Dari Situ Bungur kami lurus, menuju Masjid Jami Ar-Rahman di Jl. H. Gadung Raya, karena menurutku masjid ini paling unik bentuknya. Bisa dibilang ini untuk kedua kalinya aku memotret masjid ini dari arah depan, karena biasanya kami hanya melewati jalanan di belakang masjid. Terus terang, bentuk menara masjid ini agak gimana gitu :D.

Btw, persis di depan masjid ada satu petak makam, tempat H. Gadung dimakamkan. Aku sempat meneliti lebih lanjut, siapa H. Gadung ini.


Selanjutnya kami melintasi Jl. Rusa melewati jembatan penyeberangan di atas jalan tol Jakarta-BSD. Tampak antrian mobil di gerbang tol tidak terlalu banyak pagi ini, mungkin karena masih terlalu pagi.

Perjalanan kami lanjutkan, melewati kompleks Kurincang, kawasan yang tidak terlalu elit tapi lumayan rapi. Jalanannya rapi, ada jalur sepeda, dan juga ada papan-papan penunjuk jalan. Btw, di sini juga ada masjid dengan nama Ar-Rahman.


Ini lapangan bolah yang cukup luas di ujung Jl. Beruang, sepertinya di belakang itu adalah jalan tol, tak jauh dari SMPN 13 Pondok Ranji. Mungkin lapangan ini sering dipakai oleh sekolah itu untuk berolah raga, karena saat ini sudah jarang ada lahan kosong yang luas begini di kawasan padat penduduk.


Waktunya pulang, melintasi area paling menyebalkan di kelurahan ini - Stasiun Pondok Ranji, yang hampi selalu macet. Penyebab utamanya adalah angkot yang ngetem, sementara jalannya sempit. Selain itu perilaku pengendara motor saat pintu perlintasan rel ditutup juga memperparah kemacetan. Sudah waktunya tempat ini dibuat jalan layang atau terowongan.


Ini adalah penjual jajanan pasar di persimpangan kompleks Pertamina yang jadi langgananku. Penjualnya dari Surabaya dan sudah lumayan hafal denganku karena aku sering beli sambil nggendong El. Tidak terlalu banyak pilihan, tapi lumayan lah untuk alternatif jajanan.


Gedung Serba Guna yang cukup mungil di kawasan kompleks Pertamina juga, belum lama dibangun. Kalau gak salah pertama digunakan untuk acara pergantian tahun 2018 ini. Waktu itu beberapa tetangga ikut hadir.

Hampir satu jam kami berkeliling dan sampai rumah si bocah sudah mulai mengantuk.

18 February 2018

Perampingan Pepohonan


Di kompleks, ada 2 kawasan yang paling teduh karena banyak pohon rindang - di bagian selatan (pinggir sungai) dan bagian utara (dekat lereng). Hanya saja keberadaan pohon tinggi itu agak mengkhawatirkan saat cuaca hujan dan berangin, jadi beberapa warga mengusulkan untuk memangkas sebagian dahan dari pohon itu.


Dari yang aku dengar, ide awal adalah hanya mengurangi ketinggian dari pohon-pohon itu, sementara ranting-ranting di bagian bawah masih dipertahankan agar tetap rindang dan bikin adem. Tapi entah mengapa, oleh pak RT eksekusinya beda. Dua pohon tinggi tidak hanya dikurangi tingginya, tapi juga dipangkas ranting-rantingnya. Akibatnya keteduhan yang selama ini ada jadi hilang. Perlu waktu lama untuk menunggu ranting-ranting itu tumbuh kembali. Sementara itu satu pohon lagi , yang paling besar, malah dibabat habis, nyaris tak bersisa kecuali  pangkal setinggi kurang dari 1 meter.  Ya aku bisa paham sih, selain posisinya agak miring (kuatir tumbang), juga akarnya sudah mulai menyebar dan kuatir bisa merusak jalan atau tebing di sebelahnya.


El yang melihat tumpuk-tumpukan kayu langsung semangat dan menganggapnya sebagai wahana permainan. Kayu yang masih basah dan bergetah tidak dipedulikannya, dia belum paham soal baju kotor, yang penting asyik.

Dika datang membawa musang yang baru saja dibeli ayahnya, dan El cukup senang bermain dengan musang itu. Lucunya, musang itu berak di atas tangan Dika hehehe, untunglah kotorannya tidak terlalu bau, mungkin karena herbivora.

16 February 2018

Ikan Cupang


Mesin pancuran di kolam mungil depan rumah sudah lama rusak dan aku masih malas untuk memperbaiki atau mengganti baru. Akibatnya, ikan-ikan di kolam itu gampang mati, meskipun beberapa kali kata penjual ikan-ikan itu tidak butuh air mengalir. Sejauh ini hanya dua jenis ikan yang bisa bertahan hidup, salah satunya ikan cupang.


Jadi sekarang aku isi saja dengan ikan cupang, toh warnanya juga bagus-bagus dan bentuknya tidak menjemukan - katakanlah dibanding lele atau wader hehehe.

15 February 2018

Lantai Keramik Terangkat


Siang ini aku terkejut mendapati lantai keramik di kamar lantai atas sudah lagi tidak beraturan bentuknya. Sebagian besar sudah terangkat, terlepas dari lantai, beberapa tampak pecah. Dugaanku mereka memuai, tapi agak aneh juga karena beberapa hari terakhir ini cuaca cenderung mendung dan dingin. Apakah ada hubungannya dengan gempa  yang terjadi bulan lalu? Aku rasa sih tidak. Soalnya aku ingat Pak Iwan pernah bercerita soal kejadian yang sama di kantornya.


Setelah aku posting foto ini ke FB, mulailah ada komentar dari teman-teman. Penyebabnya bukan karena ubin yang memuai, tapi karena ada udara di bawah ubin itu yang memanas/memuai dan mendorong ubin-ubin itu ke atas. Masuk akal, soalnya setelah aku bongkar, terlihat ada banyak celah/rongga udara di lantai. Jadi pemasangan ubinnya memang tidak bagus. Ada yang bilang kalau saat pemasangan kurang air, ada juga yang bilang kalau sebaiknya ubin direndam air dulu.

Ada juga yang secara bercanda bilang mungkin itu kejadian supranatural. Setelah aku pikir-pikir, memang baru beberapa hari terakhir ini aku rutin menggunakan kamar ini - untuk bermain, bekerja, nonton dan bahkan sempat beberapa kali tidur di sini. Nah, mungkin "penunggu"nya merasa terganggu dan merusak ubin hehehehe ... iseng aja.

11 February 2018

Pentingnya (Tetap) Mengawasi Anak Bermain


Siang itu sengaja aku ajak El bermain ke McD dekat rumah, agar istriku bisa beristirahat di akhir pekan ini. Dia langsung semangat bermain, tidak peduli dengan makanan, pokoknya hanya bermain. Saat ini suasana sedang ramai, soalnya lagi ada pesta ulangtahun di situ, jadi lumayan banyak anak-anak.


Aku agak menyayangkan sebagian besar orangtua yang hadir seperti tidak terlalu peduli lagi untuk mengawasi anak-anak mereka saat bermain. Sebagian lebih asyik ngobrol sendiri sesama orangtua, mungkin karena merasa anak-anak itu sudah banyak teman dan sudah cukup besar.

Salah satu yang membuatku kecewa adalah anak-anak ini beramai-ramai makan es krim di ruang bermain, padahal di situ jelas-jelas ada peraturan agar tidak makan dan minum di areal tersebut. Petugas juga aku rasa segan untuk melarang, karena bagaimanapun mereka adalah pelanggan yang perlu dilayani. Entahlah. Seharusnya ini kesempatan yang bagi para orangtua untuk mendidik anak-anak mereka agar mematuhi peraturan, mulai dari hal sederhana.


.... dan terbukti, bahwa peraturan itu tidak muncul sembarangan. Seorang anak menjatuhkan eskrimnya dan tumpah di lantai. Kemudian dia sempat mengacak-acak eskrim itu, jadi makin meluas dan kotor. Tentu ini mengganggu (dan juga membahayakan) anak-anak lain yang sedang bermain, selain tentu saja bikin jorok. Aku terpaksa mengajak anak itu untuk meninggalkan eskrim yang sudah tumpah itu, dan seingatku hingga anak ini beranjak meninggalkan ruang bermain, karena acara ulangtahun akan dilanjutkan kembali, sang orang tua tidak sadar tentang kejadian ini.

Oh ya, anak kecil ini sempat mengganggu El di papan luncur waktu kami baru tiba. El yang semangat ingin naik di luncur dihalanginya (karena dia enggan beranjak), dan beberapa kali dia menendang El. Awalnya aku biarin, mungkin hanya sebentar. Tapi lama-lama kok gak ada tanda-tanda anak ini bakal menghentikan ulahnya, sementara El sendiri cuek tidak merasa terancam atau dinakalin. Jadi aku mendekat dan menegur anak ini sambil tersenyum, agar dia tidak menendang El. Dia menurut saja.

Aku jadi teringat video eksperimen sosial, yang menunjukkan betapa mudahnya menculik anak yang sedang bermain di taman. Padahal saat itu ayahnya ada di dekatnya, tapi terlalu asyik bermain smartphone.

Setidaknya pengalaman ini mengingatkanku untuk tetap mengawasi anak yang sedang bermain, meskipun di tempat ramai dan bersama teman-temannya. Selain menjaga keselamatannya, juga kesempatan untuk memberi pendidikan - salah satunya dalam menjaga ketertiban dan kebersihan.

10 February 2018

Menjelajahi Mall (Lagi)


Satu moge tampak terparkir di area parkir khusus moge di Bintaro Exchange Mall siang itu. Siang ini kami main-main (lagi) ke mall paling dekat rumah ini, tapi kali ini El mengambil jalan berbeda. Dari parkiran motor, dia tidak langsung masuk mall melainkan berbelok ke kanan, ke sebelah utara mall (parkiran mobil).


Seorang petugas kebersihan sedang membersihkan trotoar di jalan menuju parkir mobil lantai bawah. Dinding di sebelah utara mall ini tampak segar karena adanya tanaman yang ditempel di sepanjang dinding, sebagian juga ada di dinding sebelah timur.

Aku kurang yakin El hendak menuju ke mana, tapi aku coba arahkan dia untuk kembali masuk mall. Istriku sudah lebih dulu ada di mall. Jadi dari tempat parkir mobil ini aku belokkan dia ke kiri menuju lobi timur. Sepanjang dinding memiliki pola yang "instagramable", sayangnya El memilih berjalan di ujung trotoar jadi sulit untuk memotretnya tanpa harus berada di jalanan.


Akhirnya El mau juga masuk ke mall dan, tentu saja, yang langsung dituju adalah ekskalator. Baginya, ekskalator adalah wahana permainan yang tidak pernah membosankan. Aku harus ekstra keras memastikan dia melangkah dengan benar dan mau dipegang tangannya.


Saat kami akhirnya berada di lantai paling atas, aku seperti melihat ada sosok yang cukup aku kenal sedang berada di ekskalator paling panjang di mall ini. Benar, ternyata itu pak Adi, tetanggaku. Rupanya dia sedang ada janji ketemuan dengan teman-temannya, sendiri. Sambil nunggu dia tampak mondar-mandir di mall. Sosok yang sederhana, meskipun asetnya ada di mana-mana hehehe.


Sebenarnya El tertarik untuk naik ke mobil-mobilan di Fun World ini, sayangnya dia hanya mau naik kalau aku juga ikut naik. Sayangnya orang dewasa tidak diijinkan naik di sana. Padahal waktu itu ada anak lain yang juga naik, dan kendaraan bisa dipakai 2-3 anak.


Menjelang pulang berhenti sejenak di kolam ikan koi kegemaran El dan nongkrong sejenak di sana meskipun cuaca sedang panas-panasnya.

Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...