31 March 2019

Resepsi Sunatan Raka


Bersama beberapa tetangga menghadiri resepsi sunatan Raka, tetangga yang masih satu blok. Ternyata dia disunat sudah beberapa bulan lalu, tapi entah mengapa selamatannya baru diadakan sekarang. Aku tidak tahu kalau sebenarnya ada rencana dari para bapak-bapak untuk bersama-sama datang setelah tengah hari, jadinya ini tampak cuma sedikit.


Kebetulan bisa datang full team. Seperti biasa, agak kewalahan mengawasi si El, yang bolak-balik ingin mencoba makanan yang ada. Selain itu, apesnya, ada pedagang mainan yang mangkal di dekat tenda - jadilah dia minta jatah mainan. Untung harganya murah.


Nah, rombongan ibu-ibu datangnya sebelum tengah hari, berbeda dengan rombongan bapak-bapak. Jadi bisa dibilang kami bergabung bersama rombongan para ibu :)



Saat mendapat undangan ini aku teringat kejadian waktu El masih berumur setahunan. Waktu itu ketemu dengan ibunya Raka, dan dia bertanya soal apakah El akan disunat. Aku jawab ya nanti kalau sudah besar. Eh, kok dia malah "menceramahiku", menganjurkan untuk segera sunat. Lah, aku juga tahu manfaat sunat kok, lagipula mentang-mentang aku orang Kristen gak paham soal sunat apa ya hehehe ... Toh di Jawa, sunat buat anak laki itu sudah jadi tradisi semua kalangan. Eh lha kok ternyata anaknya sendiri baru disunat setelah sekolah :)


Sebelum pulang, El lagi-lagi minta jatah "jajan" di para pedagang dekat acara resepsi. Kali ini yang diminta mainan gelembung sabun begini. Senang banget dia bermain ini.

30 March 2019

Selamat Jalan, Bulik Wiwik


Selang beberapa minggu setelah bapak meninggal, aku dapat kabar kalau Bulik Wiwik yang ada di Wonogiri meninggal dunia. Beliau adalah adik tiri bapak, satu ibu beda bapak. Pantas saja tidak ada keluarga dari Wonogiri yang datang di pemakaman bapak, rupanya beliau sedang sakit parah juga.


Waktu kecil aku sering bermain ke Wonogiri, salah satu tempat liburan yang menyenangkan meskipun perjalanannya tidak nyaman karena mendaki pegunungan dan selalu bikin mabuk darat. Dulu bulik Wiwik bekerja di gedung bioskop, tak jauh dari rumah simbah. Jadi tiap liburan ke sana hampir selalu aku luangkan waktu untuk nonton film secara gratis. Malah pernah nonton film Bodyguard sampai 3 kali, dan tertidur waktu nonton di kali ketiga hehehe.


Aku tidak sempat ikut melayat, hanya diwakili oleh mas Dian dan mbak Atik. Sedih juga mendengar kondisi mereka (bulik Wiwik dan bulik Menuk) akhir-akhir ini, sayangnya aku sendiri belum bisa berbuat banyak untuk membantu mereka.

Selamat jalan, Bulik Wiwik.

29 March 2019

Kurir Pakai Bajaj


Ini pertama kali aku melihat bajaj dipakai oleh kurir, kali ini dari JX (j-express.id), kurir standard yang dipakai oleh JD.ID. Menarik juga, sayangnya yang dipakai masih yang memakai bahan bakar bensin, bukan yang gas.

Jadi ingat pernah nonton video, ada paket yang diuji coba dikirim dengan menggunakan drone, kalau gak salah dari JD.ID juga. Tapi kalau pakai drone di Indonesia sih aku rasa masih sangat rawan, dan rasanya agak "kurang sopan" :)

16 March 2019

Pulang ke Jakarta


Rombongan calon penumpang bersiap saat kereta api yang hendak mereka naiki tiba di St. Tugu Yogyakarta. Malam ini kami juga akan kembali ke Jakarta, yang akan berangkat sekitar jam 9 malam. Dari Gendenk kami diantar keluarga Mas Yanto yang kebetulan dalam perjalanan pulang, tapi resikonya kami datang terlalu awal - sekitar jam 6 malam sudah ada di stasiun.


Sempat makan malam di Loko Cafe (lagi, tapi kali ini yang ada di dalam stasiun) kemudian menunggu di deretan bangku yang penuh dengan calon penumpang. Repotnya, bocah-bocah tidak sabar untuk diam menunggu saja, inginnya selalu bergerak. Agak beruntung ada areal kecil untuk bermain anak, setidaknya 15 menit lebih Fe dan El sempat menghabiskan waktu bermain di sana.


El lebih gak sabaran lagi untuk naik kereta api. Setiap ada kereta datang, dia ingin segera naik. Akibatnya sedikit rewel. Udah gitu El dan Fe sering rebutan sesuatu - tempat duduk, mainan, makanan, dan rebutan minta digendong. Pokoknya gak sabar kalau cuma menunggu.

Kereta datang tepat waktu ... selamat tinggal Jogja, sampai jumpa lagi.

Wisata Sehari : Taman Pintar & Malioboro


Mumpung lagi di Jogja dan ada waktu luang, kami manfaatkan dengan jalan-jalan sebentar di kawasan yang populer - pusat kota Jogja. Diawali dari Taman Pintar, karena seingatku ada banyak tempat bermain yang bakal membuat El senang.


Seperti dugaanku, El sangat antusias di sini. Mutar-mutar di berbagai areal yang ada, seperti tidak ada capeknya. Sempat mencoba naik mobil-mobilan,dengan tiket 12 ribu per orang, tapi ternyata El belum paham mengemudi, sementara orang dewasa dilarang ikutan. Ya sudah, jadinya batal. Untunglah untuk wahana air (naik kapal), justru wajib ditemani orang dewasa - jadi kami bisa berkelana sebentar di atas air, meski dalam cuaca yang lumayan panas terik, tapi senang.

Selain bermain, El bolak-balik minta jajan :)


Sementara Fe juga gak mau ketinggalan. Dia mencoba main ayunan khusus batita, dan juga bermain sebentar di taman. Dia tampak sumringah bermain dan melihat anak-anak lain bermain di sekitarnya. Tapi ya gak bisa lama-lama karena Fe belum bisa jalan, kalau ngesot terus ya kotor.


Dari Taman Pintar kami langsung melaju ke Stasiun Tugu naik becak motor, ongkosnya 15 ribu. Di sini cuma mencetak tiket untuk perjalanan pulang nanti malam dan foto-foto sebentar di loko yang dipajang di depan stasiun sebelah selatan.


... foto bersama saat nongkrong sebentar untuk minum kopi ... bocah-bocah susah untuk diajak wefie.


Pas waktunya makan siang, kami putuskan untuk mencoba Loko Cafe yang persis ada di samping rel kereta api, di ujung Jl. Malioboro. Tempatnya nyaman, makannya lumayan dengan harga turis tentu saja (bukan harga standard masakan di Jogja yang katanya murah). Aku sendiri nyobain mie jawa di sini, tapi rasanya kok kurang akrab di lidah.


Sepanjang jalan Fe tidur dalam gendongan, sementara El masih sempat menikmati jalanan Malioboro, setidaknya sampai mendekati Malioboro Mall. Selanjutnya dia mulai merengek minta gendong. Aku rasa karena dua alasan - kecapekan dan ngambek karena ingin mainan tapi tidak dituruti. Alhasil, hampir separuh perjalanan aku menggendong El, sambil membawa ransel berisi perlengkapan bocah-bocah. Lumayan.


Sekilas, tidak terlihat banyak perubahan di jalan yang menjadi wisata "wajib" di Jogja ini, selain trotoir yang lebih rapi dengan bangku-bangku yang nyaman. Setengah perjalanan mendadak hujan turun cukup deras, padahal sebelumnya panas terik. Sampai di ujung jalan, barulah hujan reda.


Di depan Benteng Vredeburg kami istirahat sebentar sambil menunggu jemputan dari taksi online. Lelah, tapi aku sangat senang dengan keberamaan kami saat ini.

...walau kini engkau telah tiada tak kembalinamun kotamu hadirkan senyummu abadi ijinkanlah aku untuk slalu pulang lagibila hati mulai sepi dapat terobati ...

Penggalan lagu KLA Project yang membuatku terharu mengingat bapak yang baru saja tiada.

15 March 2019

Selamat Jalan, Bapak!


Di rumah duka RS Bethesda Jogja ini bapak disemayamkan, dan di sini juga dilakukan ibadah pelepasan jenasah sebelum dimakamkan. Ibadah dimulai jam 1 siang karena hari Jumat, supaya tidak bentrok dengan jumatan.


Selain saudara dan kenalan, sebagian besar yang hadir dalam ibadah ini adalah warga gereja GKJ Jatimulyo, dan sebagian besar tidak aku kenal.


Mungkin karena lokasi, jadi tidak terlalu banyak yang hadir, padahal aku yakin kenalan bapak ada banyak, termasuk teman-teman pensiunan dan teman permainan. Apalagi bapak termasuk "aktif" di kampung. Mungkin kalau diadakan di kampung, bakal lebih ramai - melebihi waktu pemakaman ibu tiri. Sebagian tetangga memilih langsung untuk datang ke tempat pemakaman.


Yang menarik dalam kotbah pak pendeta saat itu adalah beliau berusaha menyampaikan kenangan baik tentang bapak, - salah satunya adalah bapak suka memberi pisang ke pak pendeta. Aku tahu, bapak tidak terlalu aktif di gereja tapi masih ada kontak dengan para pelayan dan secara rutin masih ada kunjungan dari pihak gereja.


Sepanjang acara, ibu hanya bisa duduk di kursi roda, karena punggungnya sakit. Kondisinya masih lebih baik karena bisa duduk dan berjalan pelan, tapi tidak bisa berlama-lama. Makanya setelah ibadah ini selesai, ibu memilih pulang, tidak ikut ke pemakaman yang lokasinya cukup jauh.


Terima kasih banyak untuk para majelis dan pelayan di GKJ Jatimulyo yang sudah melayani ibadah pelepasan jenasah bapak, juga dalam ibadah penghiburan semalam.


Mas Yanto mewakili pihak keluarga menyampaikan ucapan terima kasih untuk semua yang hadir atas perhatiannya dan doa-doa bagi kami semua. Semua anak dipanggil ke mimbar. Agak ironis, tapi di saat seperti inilah kami bisa berkumpul. Terakhir kali kami bisa lengkap berkumpul adalah saat kunjungan mereka ke rumahku, waktu El belum ada satu tahun.


Jenasah dibawa dengan ambulan menuju pemakaman di daerah Prambanan, Klaten, lumayan jauh dari pusat kota Jogja - di kampung halaman bapak dan ibu. Perjalanan cukup lama karena jalanan di Jogja lumayan macet, atau merayap, bahkan untuk ambulan pun masih agak tersendat. Kondisi lalin yang padat membuat pak Pendeta tertinggal jauh di belakang, padahal beliau sudah berangkat kurang lebih 15 menit lebih awal, tapi kami harus menunggu hampir setengah jam.


Sebagian besar yang datang di sini, termasuk yang menyiapkan liang kubur, adalah saudara-saudara bapak. Para tetangga dari Mulungan juga datang, katanya berangkat dengan 3 mobil. Selesai pemakaman kami mampir sebentar ke tempat bulik Min, adik bapak yang rumahnya dekat lokasi pemakaman. Beliau sudah menyiapkan hidangan, sengaja untuk menyambut para pelayat.


Selamat jalan bapak, semoga tenang di sana. Setidaknya penderitaanmu sudah berakhir, penyakit yang harus dijalani lebih dari setahun dengan berbagai tekanan, sekarang sudah berlalu.

Meski sedih dengan kepergian beliau, tapi banyak hal yang membuat kami lega. Menjelang akhir hidupnya, bapak bisa berdamai dengan ibu, setelah puluhan tahun berpisah. Meski keras kepala, tapi bapak juga telah sepenuh hati berserah pada Tuhan.

Mie Ayam Goreng


Wow ... itu reaksi pertama waktu lihat kemasan mie ayam yang unik dibungkus pangsit goreng. Memang seperti ini bentuknya, kata Ester, yang menemaniku makan siang. Rasanya mantap, harga mahasiswa hehehe

Mungkin karena jarang pergi-pergi dan jajan di luar, jadi aku kurang begitu paham dengan tren kuliner, apalagi di berbagai daerah.

NB: lokasi di samping RS Bethesda Jogja.

Perhatian Teman Alumni SMA


Empat orang teman SMA satu angkatan pagi-pagi sudah hadir di tempat Mbah Kung disemayamkan. Salah satunya, Ririn, selalu satu kelas denganku sejak kelas 1 hingga 3. Yang lain aku tidak terlalu kenal akrab. Meskipun aku tidak membagikan berita kematian bapakku ini di media sosial atau grup, tapi karena ada teman SMP yang kebetulan kenal dengan kakakku, kemudian menyebarkan ke grup SMP, dan merembet ke grup SMA.


Sayangnya aku tidak bisa menemui mereka karena mereka datang "terlalu" pagi. Kami baru tiba di Jogja jam 6 pagi, dan aku memilih untuk istirahat dulu berdasar pengalaman waktu terakhir mudik. Jadi aku baru datang ke rumah duka sekitar pukul 11, sementara teman-temanku tadi sudah pulang.


Karangan bunga dari rekan-rekan alumni SMA yang sudah diserahkan sejak tadi malam.
Aku benar-benar terharu dengan perhatian mereka, meski aku sendiri termasuk "kuper" saat SMA dan tidak aktif dalam kegiatan alumni selama ini.


14 March 2019

Mendadak ke Jogja


El bersantai sambil minum susu di dalam koper yang hendak kami bawa ke Jogja. Pagi ini kakak di Jogja memberi kabar bahwa Bapak (Mbah Kung) sudah meninggal :(. Berita yang tidak terlalu mengejutkanku, mengingat sakitnya sudah parah dah beliau sempat dirawat selama seminggu di rumah sakit dalam kondisi kritis.


Setelah istriku menyatakan untuk ikut, artinya kami berempat akan berangkat ke Jogja, aku segera mencari tiket kereta api. Untung masih bisa dapat tiket di kelas eksekutif, meskipun berangkatnya dari St. Pasar Senen karena yang dari St. Gambir sudah habis. Meski harga tiket agak mahal, tapi masih lumayan dibanding kalau naik pesawat - harga total kami bertiga naik kereta api sama dengan satu tiket pesawat.


Meskipun sudah direnovasi, suasana St. Pasar Senen rasanya masih seperti dulu, terkesan semrawut dan kuno, - ditambah lagi saat ini renovasi juga sedang berlangsung. Kami terpaksa menunggu di pinggir jalan. Untunglah El maupun Fe lumayan anteng selama menunggu di luar stasiun. Kereta berangkat sekitar jam 9.15 malam.


Foto kiriman dari keluarga di Jogja, suasana bidston ibadah penghiburan yang dilangsungkan di rumah duka RS Bethesda Jogja.

Pihak keluarga memutuskan untuk menyemayamkan jenasah Bapak di sini, mengingat rumah yang dulu dipakai sudah kosong, sementara rumah Mas Dian (tempat beliau terakhir tinggal), agak susah diakses dan kurang begitu dikenal oleh kerabat dan tetangga. Tempat ini lebih mudah diakses dan ada di tengah kota.

Butterfly and Mantis



11 March 2019

Fe First Birthday


Fe, dan kakaknya, tampak sudah tidak sabar ingin mengacak-acak cupcake yang dipesan untuk merayakan ulangtahun Fe yang pertama. Berbeda dengan El dulu, Fe tidak menangis waktu acara tiup lilin :)


Dua-duanya tidak suka kue, jadi mereka cuma penasaran terus memakai kue itu untuk main-main. El masih suka toppingnya yang manis, tapi kuenya langsung disingkirkan.


Selamat ulang tahun, Nak. Semoga sehat dan bahagia selalu, jangan lelah belajar :)

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...