Showing posts with label Book. Show all posts
Showing posts with label Book. Show all posts

31 December 2022

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu.

Ini pemandangan kawasan Bintaro Sektor 9 yang bisa disaksikan dari lantai 3 gedung Gramdia. Sayangnya gak bisa dapat pemandangan yang mengarah ke barat untuk bisa menikmati sunset. Meski demikian, tetaplah pemandangan yang bagus.


 Sudah lama aku gak beli buku, apalagi karena lebih sering baca-baca artikel, berita atau obrolan absurd di sosial media, jadi daya tarik buku sempat berkurang. Ditambah lagi dengan berbagai tontonan dan film yang banyak tersedia di internet. Tapi kali ini aku pengen mulai beli buku lagi dan membaca, mulai dari yang ringan-ringan saja dulu, sesuai minatku. Yang penting bisa enjoy untuk mengisi waktu luang, yang sekarang lebih banyak sendirian.

25 November 2020

Membaca Ulang Komik Pandemic

Gara-gara viralnya foto pejabat yang sedang membaca buku, aku jadi ingin pasang foto serupa, dan memilih komik berjudul Pandemic ini, karena agak cocok dengan situasi saat ini. Tapi jadinya malah penasaran ingin membaca ulang. Komik ini aku beli sudah lama, jaman belum musim belanja online dan masih sering main ke Gramedia. Termasuk komik bertema dewasa, karena temanya memang lebih mikir dan banyak gambar yang "sadis", untungnya hitam putih, jadi tidak terlalu mencolok.

Komik ini adalah cerita fiksi, tapi berdasarkan analisa mendalam setelah adanya wabah semacam SARS. Intinya mencoba "memprediksi" apa yang terjadi jika ada wabah mirip SARS tapi lebih meluas dampaknya, termasuk penyebaran yang cepat dan menjadi pandemi. Komik ini seperti memprediksi akan adanya kekurangan tenaga medis dan tidak sanggupnya rumah sakit menampung penderita.

Tenaga medis yang kelelahan, juga ikut menjadi korban, juga diceritakan di sini. 

Keputusan pemeritah yang melakukan lockdown banyak diprotes oleh warga, termasuk banyak warga yang seperti tidak peduli dan tidak mau menuruti anjuran pemerintah. Intinya pemerintah dan masyarakat banyak yang tidak siap menghadapi masalah wabah ini. 

Tidak ada obat dan harapan satu-satunya adalah vaksin yang butuh waktu lama untuk membuatnya. Solusi sementara yang cukup efektif adalah dengan transfusi serum (plasma darah) dari penderita yang sudah sembuh, berdasar pengalaman dari wabah Ebola di Afrika.

Kalau dicermati, sebagian besar is komik ini menggambarkan kondisi nyata saat ini, saat wabah Covid-19 menyebar dari Wuhan ke seluruh dunia, dan banyak pemerintahan termasuk di negara maju cukup kewalahan menghadapinya. 

Bukankah sebelumnya sudah pernah ada wabah flu babi dan flu burung, tapi mengapa dampaknya tidak seheboh saat ini. Awalnya aku pikir karena perkembangan internet membuat informasi jadi lebih menyebar luas dan cepat. Tapi mengingat banyaknya korban, dan terjadi cukup merata di semua wilayah, aku yakin Covid-19 ini berbeda dengan flu burung atau flu babi yang seperti lebih mudah "terlokalisasi". Bahkan SARS yang lebih ganas pun bisa berhenti di daerah tertentu, tanpa bikin heboh soal lockdown.


 Semoga pandemi ini segera berakhir, dan perekonomian bisa pulih dengan lebih cepat.

06 May 2016

Big Bad Wolf Book Sale Jakarta 2016


Setelah beberapa kali melihat provokasi dari teman-teman di medsos tentang acara ini, aku memutuskan untuk datang sendirian, mumpung hari libur. Meskipun judulnya mengandung kata Jakarta, tapi lokasinya ada di BSD, Tangsel yang masuk ke wilayah Banten. Dari rumah naik motor sekitar 40 menit karena sedikit macet saat memasuki wilayah BSD.


Tadinya aku pikir pas aku datang akan sedikit lebih sepi, karena pas dengan waktu jumatan. Ternyata salah. Antrian tetap padat, meskipun memang kebanyakan yang ngantri bersamaku adalah wanita dan anak-anak.

Tidak ada biaya masuk ke pameran, tapi karena hanya satu pintu masuk membuat antrian cukup panjang hanya untuk masuk ke lokasi pameran di Hall 10 ICE BSD ini. Aku sedikit jengkel dengan pola antrian yang kurang teratur (gak jelas harus jadi berapa jalur meskipun sudah ada tali pemisah). Akibatnya aku sempat beradu mulut dengan seorang ibu yang ngomel karena merasa antriannya diserobot. Jadi jalur antrian sebetulanya cukup lebar, bisa muat 3-4 orang atau jalur). Tapi karena banyak yang datang bergerombol maupun berduaan, jadi seringkali cuma ada 2 orang, dan ini menghalangi orang lain di belakang karena tidak boleh menyerobot. Seharusnya, meskipun datang bersama, kalau mau fair ya antrinya depan belakang, bukan saling menyamping. Ah entahlah, susah ngasih penjelasan. Belum lagi banyak ibu2 yang bawa anak-anak (bukan bayi) pakai stroller, yang benar-benar makan tempat.


Seorang ibu sedang menjelaskan isi sebuah buku di dalam ruang pameran. Menarik, mengajarkan anak-anak untuk gemar membaca sejak dini. Tak heran kalau banyak anak-anak yang dibawa ke pameran ini, karena tersedia banyak pilihan buku anak-anak. Tapi kebanyakan sih buku import. Karena aku rasa anakku belum cukup untuk membaca buku dalam waktu dekat, aku gak berencana untuk membeli buku anak-anak. Moga saja tahun depan dan seterusnya ada acara serupa.


Suasana di dalam pameran saat lagi penuh-penuhnya. Ampe desak-desakan, untung gak pakai acara saling berebut. Sebenarnya di sini aku menemukan beberapa buku menarik, terutama yang terkait dengan sejarah dan seni. Karena gak kebagian keranjang belanja, aku malas menenteng-nenteng buku yang hendak aku beli, jadi aku putuskan untuk mencatat dulu dan mengingat lokasinya. Tujuannya biar kalau sudah lengkap daftarnya, aku tinggal mengambil buku-buku itu dan mulai mengantri. Begitu rencananya.


Gak sengaja ketemu kenalan lama yang jauh-jauh datang dari Cikarang, melintasi 3 provinsi (lebay) hehehe. Aku sekedar menyapa dan basa-basi sebentar, dan kamipun kembali asik mencari buku-buku yang ingin dibeli.


Seorang kru panitia sedang memeriksa kardus-kardus berisi buku yang masih tertumpuk rapi, bersebelahan dengan  kardus-kardus bekas yang ditumpuk berantakan di sudut ruang pameran.

Akhirnya aku keluar dari tempat pameran tanpa membawa pulang buku satupun. Melihat antrian menuju kasir yang begitu panjang, aku menyerah. Toh buku-buku itu tidaklah mendesak untuk dimiliki, hanya sekedar ingin aku koleksi saja. Jadi tidak ada cukup alasan untuk membuang waktu berjam-jam demi mendapatkan buku-buku murah itu. Mungkin lain kali.


Beberapa media meliput langsung acara yang dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini, termasuk Metro TV dan RTV.

Meskipun aku tidak berhasil membawa pulang satu bukupun setelah melewati antrian panjang dan berputar-putar dalam kepadatan manusia yang haus buku (murah), tetap saja ada pelajaran penting. Lain kali kalau ada acara ini, kalau datang sendirian minimal perlu datang dua kali. Pertama sekedar mengumpulkan daftar buku, yang kedua untuk membeli (datang langsung antri kasir). Ada teman bercerita bahwa dia perlu dua jam untuk sekedar mengantri di kasir. Cara lain adalah datang berdua dan berbagi tugas, salah satunya langsung antri di kasir dan satunya mencari buku.

Mungkin lain kali :)

04 June 2012

Old 2007 vs New 2012 Passport

Setelah hampir dua tahun pasporku kedaluwarsa, akhirnya aku dapat paspor baru. Waktu mengambil paspor baru, katanya paspor lama juga boleh kubawa. Lumayan buat kenang-kenangan.


Sebelah kanan adalah sampul paspor lama keluaran 2007 sedang sebelah kiri adalah sampul paspor baru keluaran 2012. Jelas terlihat paspor lama lebih bagus dibanding paspor baru.


Untuk bagian dalam, agak seimbang. Paspor baru (bawah) memang terlihat lebih menarik dengan warna-warni kertas dibanding paspor lama (atas) yang lebih seperti satu warna saja.

10 February 2012

Reading Manga


Anak-anak tetangga sedang duduk manis dengan rapi sambil membuka-buka komik. Tentu saja, mereka hanya melihat gambar karena ketika anak itu belum sekolah dan belum bisa membaca.

17 September 2011

Cat, Newspaper and Laptop


Si Kleo makin ganas saja. Tabloit baru saja dibeli dan belum selesai dibaca sudah hancur dibantainya.


Selain itu dia juga senang nangkring dimana saja, termasuk di atas laptop. Semula aku sedang mutar lagu-lagu di laptop, kok mendadak lagunya berhenti. Waktu kutengok, ternyata Kleo sedang berjalan diatas tuts laptop sebelum akhirnya duduk dengan santainya.

27 December 2009

Reading



Senang juga melihat para keponakan gemar membaca. Barusan aku ajak Ester ke Gramed, sayangnya dia milih komik yang gak jelas (menurutku sih). Sementara Alan kebagian buku mewarnai, soalnya belum bisa baca.

23 September 2009

Indonesian Manga : Garudayana, Morte & Stengah Dua

Sepertinya dunia cergam di tanah air sudah mulai menggeliat. Beberapa tahun lalu aku nemuin manga buatan lokal, tapi kok masih kurang menarik, dari segi gambar maupun cerita. Namun belakangan ada kabar cukup gencar tentang mulai maraknya produksi cergam lokal, ada yang mencoba mempertahankan gaya cergam khas Indonesia, ada juga yang mengadopsi gaya manga Jepang, ada juga yang mencoba membuat gaya tersendiri.

Sudah cukup lama aku pengen mencoba menyimak cergam lokal, sekedar pengen tahu sejauh mana perkembangan cergam Indonesia. Hari ini kebetulan di Gramed nemuin beberapa cergam lokal.



Garudayana karya Is Yuniarto. Cergam ini menurutku merupakan visualisasi wayang dalam gaya manga. Tidak hanya ceritanya diambil dari cerita pewayangan, namun asesoris tokoh serta atribut-atribut yang ada juga menggunakan corak seperti dunia pewayangan, yang selama ini belum pernah kutemukan dalam manga (mungkin manga yang kubaca masih terbatas juga). Namun berbeda dengan cergam wayang karya R.A. Kosasih, karakter yang ditampilkan mengadopsi gaya karakter manga, seperti dalam bentuk wajah dan (terutama) gaya rambut.

Buatku cergam ini sangat menarik, berhubung aku menyukai manga dan cerita pewayangan. Klop! Dengan kemasan ini, cerita wayang jadi tidak berkesan cerita jadul.



Cergam Morte karya Ekyu ini bisa dibilang 100% manga, IMHO. Selain gaya bahasa, bisa dibilang tidak ada nuansa lokal, apalagi settingnya juga di luar negeri, dengan nama-nama asing juga. Secara gambar, sepertinya ini termasuk komik cewe (shoujo manga), sementara ceritanya sedikit menyerempet cerita misteri, dengan ending yang sepertinya sengaja dibuat nggantung. Meskipun demikian, secara umum kisahnya menarik, dengan konflik keluarga yang cukup menarik.



Nah, kalau komik yang satu ini, Stengah Dua karya Valentino, tergolong unik buatku, khususnya dalam penggambarannya. Entah cergam ini masuk genre apa, karena aku belum pernah membaca cergam/manga dengan gaya gambar seperti ini. Seperti terlihat pada covernya, warna hitam cukup mendominasi gambar-gambar di tiap halaman. Bahkan ada halaman yang dilukiskan dengan gaya negatif film. Sepertinya cergam ini memanfaatkan Computer Graphics dalam pengerjaannya.

Penulisan dialognya juga berbeda dengan cergam pada umumnya yang menggunakan callout , dialog di sini sering ditulis seperti dialog dalam script drama. Di covernya sih tercantum tulisan "artbook & graphic novel". Mungkin cergam ini lebih ingin menunjukkan sebagai novel bergambar.

Makin menarik sepertinya perkembangan cergam Indonesia. Maju terus! Moga aja bisa lebih berkembang, seperti musik dan film Indonesia yang mulai enak dinikmati.

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...