28 August 2022

Stasiun Pondok Ranji Yang Baru

Ini adalah akses pejalan kaki (pedestrian) dari arah mal Bintaro Plaza menuju stasiun Pondok Ranji yang baru. Lebih lega, nyaman dengan atap untuk melindungi dari panas dan hujan, dan yang jelas tidak bercampur dengan kendaraan bermotor. Beda sekali dengan kalau harus jalan kaki menuju ke gerbang stasiun Pondok Ranji yang lama, yang sempit dan tanpa trotoar yang layak.

Sudah lama aku baca dan melihat foto-foto stasiun Pondok Ranji yang baru bersliweran di media sosial, tapi baru kali ini aku datang dan melihat langsung. Ternyata bangunan stasiun yang baru ini bukanlah memperbaiki gedung stasiun yang lama, tapi benar-benar gedung baru yang terpisah (jauh) dari gedung yang lama. Bangunannya cukup modern dan tentu saja masih rapi karena baru, dilengkapi dengan lift dan eskalator juga.

Dari pintu masuk ada jembatan penyeberangan untuk menyeberangi jalan tol menuju kawasan stasiun. Agak jauh sih, tapi nyaman.

Dulu aku sempat berpikir, bagaimana cara mengakses St. Pondok Ranji dengan lebih nyaman mengingat semrawutnya jalan Supratman terutama di depan pintu masuk stasiun dan sekitar pintu perlintasan kereta itu. Sudah jalannya kecil, sering macet karena perlintasan kereta, ditambah banyak angkot ngetem. Salah satu alasan aku malas ke stasiun ini dan lebih memilih ke stasiun Jurangmangu. Dalam pikiranku, salah satu solusi adalah membuat akses di sebelah utara, termasuk lahan parkirnya. Tapi itu artinya harus membuat jembatan yang melintasi jalan tol tersebut.

Eh ternyata benar, dibuatlah akses baru (jalan dan juga parkiran) menuju stasiun ini di sebelah utara, menyeberangi jalan tol. Dengan adanya bangunan dan akses masuk ke stasiun yang baru ini, memang jadi ada alternatif lebih nyaman bagi yang tidak mau melewati jalan WR Supratman yang semrawut itu.

Memang ini mengharuskan pengunjung berjalan lebih jauh, tapi toh jalanan juga nyaman, dan lebih enak juga bagi yang tidak suka dengan kesemrawutan di stasiun yang lama. Selain itu, ini juga membuat akses dari stasiun menuju mal Bintaro Plaza lebih nyaman jika ingin ditempuh dengan jalan kaki.


 

Kembali Mengunjungi Situ Gintung

Salah satu pohon yang cukup iconic di Situ Gintung, sejak dulu sudah ada dan memberi pemandangan yang menarik. Tidak heran kalau lokasi pohon ini dipakai untuk meletakkan nama bendungan ini.

Pagi ini sepulang dari gereja, aku naik angkot ke arah Ciputat dan turun di Situ Gintung karena penasaran dengan keadaannya saat ini. Sudah cukup lama aku gak mengunjungi tempat ini, bahkan seingatku aku belum pernah mengajak anak-anak ke sini.

Ternyata bagian bendungannya sedang ada renovasi, padahal biasanya tempat ini ramai dikunjungi masyarakat. Melihat bagaimana revitalisasi dilakukan di Situ Bungur dan Situ Parigi, aku membayangkan tempat ini bakal lebih keren lagi. Tapi harapanku ternyata meleset. Tidak banyak perubahan yang aku lihat di danau ini, kecuali jogging track yang lebih rapi (dulu juga sudah ada), dan bagian barat yang lebih rapi (dulu jadi tempat memelihara ikan dengan karamba).


Melihat rumah-rumah di pinggir danau jadi penasaran, sepertinya enak juga tinggal di sini, setiap hari bisa "healing" dengan nongkrong di pinggir danau yang airnya tenang dan sekitarnya masih rindang penuh pepohonan. Ya asal gak pergi keluar jalan naik mobil saja, bakal stres dengan kemacetan di sepanjang Jl. Juanda - Ciputat hehehe. Kondisi jalanan itulah yang membuatku hingga saat ini belum pernah mengajak anak-anak ke daerah ini, malas menghadapi ruwetnya lalu lintas, apalagi panas.

Makanya aku lebih sering ajak anak2 ke Situ Parigi yang lebih jauh dibanding Situ Gintung, tapi jalanannya masih nyaman.

Dari kejauhan tampak ada rombongan yang sedang mengadakan acara, sepertinya sih camping atau mungkin outbond, dan juga bermain perahu karet. Suara pengeras suaranya terdengar sampai seberang, dan ada juga acara musik.


Tempat inilah yang aku rasa mengalami perubahan paling mencolok, tapi ya hanya dibersihkan saja. Dulu tempat ini tampak kumuh dengan karamba-karamba untuk beternak ikan.


Tapi di bagian ujung barat ini, sepertinya khusus disediakan bagi para pemancing. 


Keluar dari kawasan danau, aku coba masuk ke kawasan wisata Pulau Situ Gintung. Memang agenda hari ini adalah semacam "survey" kalau kapan-kapan ada waktu buat ajak El. Agak jauh dari jalan juanda, meski bisa ditempuh dengan jalan kaki, ada tempat rekreasi berisi berbagai wahana air.


Di sebelah tempat rekreasi Pulau Situ Gintung tadi, ada kawasan kuliner dan outbond, tapi kelihatannya sedang ada masalah hukum terkait penggunaan lahan. Di beberapa tempat kau bisa lihat adanya papan pengumuman tentang kepemilikan dan larangan untuk menggunakan tempat ini tanpa ijin. Tempat penjualan loket untuk masuk areal outbond juga ditutup, meski ada jalur lain. Agak anehlah. Saat aku masuk, ada kurang lebih tiga kelompok pengunjung sedang mengadakan acara di sana, termasuk camping dan semacam reuni.


Tahu gini sih gak perlu beli tiket 10 ribu, toh ada "jalan tikus" yang gak dijaga begini.



 Pulangnya aku jalan kaki menyusuri trotoar sepanjang jalan Kertamukti, yang sudah lumayan rapi dan ada beberapa tempat duduk, dan melewati RS Hermina, tempat dulu Fe dilahirkan.

27 August 2022

Pasar Lama Kota Tangerang

Masinis kereta Bandara sedang bersiap-siap memberangkatkan keretanya di St. Duri, Jakarta. Hari ini aku ingin menjelah kota Tangerang dengan naik Commuter Line dari St. Duri, cukup sekali langsung sampai ujung tujuan.

Mungkin karena hari Sabtu pagi, kereta arah ke Tangerang agak sepi, jadi aku bisa menikmati perjalanan yang cukup lama tanpa terlalu capek. Seingatku, ini pertama kali aku naik kereta sampai ke St. Tangerang. Agak mengejutkan, sebagai stasiun di kota besar (ibukota provinsi), bangunan stasiun ini tidak terlalu megah. Dibanding dengan stasiun-stasiun yang sudah direnovasi seperti Kebayoran Lama atau Palmerah, jauh kalah megah. Terlalu sederhana.

Padahal kalau dari catatan ini, stasiun ini sudah berusia lebih dari 100 tahun, jauh sebelum republik ini berdiri. 

Ah, aku seperti de javu melihat jembatan ini. Entah kapan, samar-samar aku ingat pernah mengunjungi tempat ini, dan nyaris tidak ada perubahan. Aku ingat bentuk jembatan, serta masjid di sebelahnya. Mungkin ini kenangan saat aku pertama kali ke  daerah Tangerang untuk test masuk ke Politeknik Gajah Tunggal di daerah Cikokol, setelah lulus SMA. Sayangnya waktu itu gak punya kamera, juga belum ada ponsel, untuk mengabadikan perjalananku, tapi samar-samar aku ingat soal jembatan ini. Yang khas menurutku adalah adanya beberapa persimpangan dalam JPO ini. Ya, aku yakin pernah berkunjung ke kota ini, meskipun tidak naik kereta. Detailnya sih lupa.

Tanpa tujuan yang jelas, aku jalan kaki saja, memandang jalanan semrawut dari atas jembatan penyeberangan dan dari atas tampak jembatan yang melintang di Sungai Cisadane. Akhirnya aku putuskan untuk jalan kaki  menuju Pasar Lama Kota Tangerang, yang katanya cukup populer.

Sekilas melihat jalanan ini mengingatkanku pada jalan malioboro, deretan toko. Tapi adanya dekorasi lampion, meskipun bukan musim Imlek, agak mengingatkanku dengan jalanan di Chinatown, Singapore, meski dalam versi lebih sederhana. 

Karena siang hari, tidak banyak yang berjualan di pinggir jalan. Aku jalan kaki saja menyusuri jalanan ini, tanpa tujuan, cuma menjelajah. Meski tidak banyak, tapi tampak juga beberapa pejalan kaki yang sepertinya juga "turis lokal" sepertiku.

Aku memilih belok ke jalan ini, yang menghubungkan jalanan utama tadi ke jalanan di tepi sungai Cisadane. Ada warung kopi di samping tikungan, sepertinya nyaman buat nongkrong dengan bangunan yang masih tampak seperti jaman kolonial. Kapan-kapan lah.

Kali Cisadane yang tampak lebar ini kelihatan tenang. 

Di daerah ini, kita bisa jumpai beragam rumah ibadah seperti kelenteng dan vihara dengan arsitektur gaya lama ,.. dan tentu saja ada masjid dan gereja.

Beberapa rumah dihias dengan mural yang cantik, tapi tak sedikit juga, terutama di bagian agak dalam, bisa dijumpai rumah-rumah yang sudah rusak tak terawat.

Kuil Boen Tek Bio, salah satu bangunan bersejarah.

Penasaran dengan kuliner di sekitar kuil Boen Tek Bio, aku nyoba nasi campur yang dijual di Kedai Khoe, tak jauh dari tempat itu. Sederhana, tapi tetap enak. Tidak semewah nasi campur di mal Central Park yang dulu sering aku makan, tapi justru rasanya terkesan "otentik", seperti khas kampung. Warungnya agak sempit dan waktu aku datang, meski masih ada bangku kosong, tapi penjualnya sibuk sekali, jadi nunggu agak lama.

Tidak hanya bangunan kuil/klenteng yang memiliki nilai sejarah, tapi masjid di Kalipasir juga memiliki nilai sejarah karena dibangun sekitar abad 16, dan dianggap sebagai masjid tertua di Kota Tangerang.

Berjalan di sepanjang sungai ini jadi membayangkan sungai ini dimaksimalkan sebagai tempat wisata, tentu harus dijaga kebersihannya. Kalau di Singapura bisa ada wisata menjelajah sungai Singapura, mungkinkah bisa ditiru di sini? Atau sudah pernah dilakukan tapi kurang dikelola dengan baik? Soalnya sempat lihat ada dermaga juga, tapi sepi.

Mungkinkah bisa dibuat semacam transportasi umum dengan memanfaatkan sungai ini, sebagai alternatif transportasi darat yang rawan macet? Entahlah.



Masih belum puas menjelajah kota ini, setidaknya kapan-kapan mungkin bakal menjelajah ada apa di sekitar sungai di sebelah utara dari jembatan "pelangi" ini. Untuk kali ini, sudah capek, jadi aku segera balik ke stasiun Tangerang dan kembali ke rumah pakai commuter line yang murah meriah, meski waktunya lebih lama karena memutar ke Jakarta.


 

21 August 2022

Taman NKCTHI Bintaro Jaya Exchange

Meski sudah dibuka kembali sejak akhir tahun lalu, tapi aku baru sempat mampir dan melihat-lihat taman yang persis berada di samping parkiran motor mal Bintaro Exchange ini. 

Entah mengapa taman ini diberi nama NKCTHI (sesuai novel Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini), tapi setidaknya banyak dekorasi yang mencantumkan kata-kata yang sepertinya dikutip dari novel tersebut. 

Tamannya tidak luas, dengan beberapa jalur buat jalan-jalan, lari dan olahraga lainnya. Juga ada wahana buat bermain anak-anak. Tempatnya nyaman karena teduh dengan pohon-pohon rindang.

Ada semacam panggung, yang saat aku datang dipakai oleh sekelompak orang yang sedang berlatih senam kebugaran. Tempat yang lumayan menarik untuk berolahraga ringan di pagi hari. Jam bukanya masih terbatas, kalau gak salah jam 6-10 pagi saja.


 

20 August 2022

Perayaan 17an Lagi

Anak-anak, termasuk El dan Fe, menyanyikan beberapa lagu nasional, untuk mengawali acara lomba memperingati HUT Kemerdekaan RI di kompleks. Sudah sekitar seminggu mereka berlatih, dilatih oleh Bu Adhi dan beberapa warga lain. 

Setelah dua tahun berlalu tanpa ada acara seperti ini terkait pandemi Covid-19, tahun ini kembali acara ini diadakan dengan cukup meriah dan dihadiri banyak warga, tetap masih dengan menerapkan beberapa tindakan sesuai protokol kesehatan.

Selain anak-anak mudah (dan remaja) yang kembali berkiprah sebagai panitia penyelenggara, kembali Pak Reza dipercaya untuk menjadi MC acara.

Bisa dibilang ini debut keikutsertaan Fe dalam lomba 17an, kebetulan ada beberapa anak yang cukup sebaya dengannya. Dia ikut lomba sederhana saja, menempel "ekor" dari tali rafia ke gambar kuda yang ditempel di dinding, dengan mata tertutup. Hasilnya, Fe dapat juara kedua.

El juga ikutan lomba, hanya saja dia bergabung dengan kelompak anak yang rata-rata lebih besar dibanding dia. 

El mengikuti lomba bawa kelereng pakai sendok, dan hasilnya kurang bagus, beberapa kali kelerengnya jatuh dan harus diulang lagi. Yang penting seru, tetap semangat El!




... stok makanan yang selalu melimpah ...


.. bapak-bapak yang tak kalah heboh saat ngerumpi dan bergosip ...


El kembali ikut lomba dengan anak-anak sepantaran dia, mencoba memasukkan pensil dalam botol, dan ternyata dia juga kesulitan melakukannya. Seperti bapaknya dulu waktu kecil, juga jarang bisa menang lomba 17an hehehe.




Meski tidak menang lomba, setidaknya anak-anak senang karena bisa bermain bebas dengan teman-teman sebayanya.

Untuk para orangtua juga ada lomba tertentu, yang lebih bersifat buat senang-senang saja, hadiahnya sih gak penting.






Kurang lengkap rasanya acara lomba 17an kalau tidak ada tarik tambang (dan makan kerupuk, yang kali ini tidak diadakan). Jadi meski tidak ada lomba khusus, tapi tambang untuk pertandingan ini tetap disedikan sehingga bisa dimanfaatkan juga untuk bermain demi menambah keseruan acara.


Fe kali ini senang bisa bawa pulang hadiah.



 Di akhir acara ada pengundian door price dengan berbagai macam hadiah, seperti kipas, rice cooker, dan televisi sebagai hadiah utama. Secara kebetulan, hadiah utama ini diterima oleh pak Tono, yang mulai tahun ini menjadi pengurus kompleks. Selamat!

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...