25 February 2015

Mencari Situ Pondok Jagung


Salah satu rumah mewah di kawasan perumahan Alam Sutera, Tangerang. Aku ke sini bukan untuk lihat rumah-rumah yang harganya belum terjangkau. Tujuanku adalah mencari Situ Pondok Jagung atau Situ Rawa Kutuk, eh kok malah nyasar ke kawasan elite ini.


Memasuki kawasan ini aku jadi teringat waktu masih tinggal di Lippo Cikarang. Tempatnya asri, jalanannya luas dan bersih, masih banyak pohon. Oke lah, di sini terlihat lebih teduh dibanding Lippo Cikarang yang panas meski banyak pohon. Wajar juga kalau masih tampak warga semangat berolahraga atau sekedar mengajak anjingnya jalan-jalan. Juga aku sempat lihat ada beberapa petugas kebersihan yang cukup rajin membersihkan jalanan. Begitu juga di Lippo Cikarang dulu.


Aku sudah mondar-mandir tempat ini, balik ke situs Bina Marga (Tangsel) dan juga melihat peta di Google Maps, kayaknya tidak ada tanda-tanda danau sekitar ini. Salah satu genangan air yang cukup luas justru adanya di tengah perumahan Alam Sutera, tapi kurasa itu bukan Situ Pondok Jagung.


Tapi aku yakin, lahan kosong yang mirip rawa-rawa ini, karena cukup berair dan banyak semak-semak serta pepohonan, adalah Situ Rawa Kutup atau Situ Pondok Jagung. Jalan yang disebelahnya adalah jalan Rawa Kutup, lanjutan dari jalan raya Pondok Jagung. Di peta hanya ini lahan yang cukup luas di sekitar Pondok Jagung.


Meskipun belum ada tanda-tanda diserobot atau diuruk warga, tapi kalau memang benar ini Situ Pondok Jagung, berarti kondisinya cukup memprihatinkan juga untuk ukuran danau. Meskipun terdaftar di website Dinas Bina Marga (http://dbmsda.tangerangselatankota.go.id/index.php/situ/84-situ-pondok-jagung), tapi seperti tidak ada tindakan apa-apa untuk merawat danau ini.


Tapi setidaknya tempat ini masih luas. Jadi mungkin ada "pintu masuk" dari sisi lain yang belum aku temukan, dan mungkin dari sisi itu akan terlihat "danau" yang sebenarnya. Aku belum sempat menjelajah lebih jauh, karena lokasi cukup jauh dari rumah dan pagi sudah mulai beranjak siang dan sinar matahari mulai terasa terik menyengat.

24 February 2015

Senja di Situ Sasak Tinggi Pamulang


Sore ini aku memacu sepedaku menuju Situ Sasak Tinggi atau Situ Pamulang atau Situ Kedaung, berharap dapat menikmati golden hour di sore yang cerah ini. Butuh waktu sekitar 30 menit bersepeda, dan aku bisa sampai tepat waktu di sisi barat danau ini, sisi yang kurang pas untuk menikmati matahari tenggelam.


Akupun bergegas memutar arah untuk menuju sisi sebelah timur danau, yang penuh dengan perumahan penduduk, baik kompleks ataupun perkampungan. Sedikit menebak-nebak arah, dan beruntung bisa menemukan jalan tembus ke tepi danau di sisi timur. Tapi pemandangan yang aku temukan di sana membuatku prihatin.


Selain jalan tembus yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua, sebenarnya sekitar danau sudah ditutup oleh tembok. Tapi di samping tembok, persis di tepi danau justru menjadi tempat sampah umum. Kalau dilihat dari kantong-kantong plastik yang menggantung di pagar itu, besar kemungkinan warga secara asal-asalan melempar sampah dari luar pagar. Geleng-geleng juga melihatnya. Melihat lokasi tempat sampah ini, kecil sekali kemungkinan pemerintah daerah akan secara rutin membersihkan sampah itu. Tapi entahlah.


Dari sebelah timur pemandangan senja tampak menarik, meskipun kurang begitu dramatis karena adanya jalan raya dengan beberapa perumahan di sekitarnya. Apalagi ada semacam "pabrik" di sana, entah bangunan apa, cukup besar.


Sayangnya di sisi timur danau ini tidak semuanya ada jogging track atau jalanan yang cukup nyaman. Jogging track yang ada cuma sedikit, selebihnya masih tanah biasa yang cenderung becek, sebagian ada tanaman kangkung. Meski demikian tetap saja banyak pemancing yang memanfaatkan tempat itu untuk memancing. Sayangnya langit sudah mulai makin gelap jadi aku tidak sempat menjelajah lebih lanjut. Mungkin lain kali.

Situ Regoso, Satu Lagi Danau Terbengkalai


Ternyata di daerah Rempoa ada satu lagi danau yang terdaftar di DBMSDA Pemkot Tangerang Selatan. Pagi ini aku menyempatkan diri untuk mampir, lokasinya mudah ditemukan apalagi di website DBMSDA ada peta yang cukup jelas. Mungkin aku pernah lewat tempat ini, tapi gak sadar kalau ada danau. Tempatnya tersembunyi di belakang sebuah kolam pemancingan dan deretan rumah penduduk.


Kondisi danau ini nyaris sama memprihatinkan dengan Situ Legoso. Arealnya sudah sangat menyempit, terhimpit pemukiman penduduk, baik perumahan elit maupun (terutama) perumahan ala kadarnya.


Beruntung, pemandangan di sini masih sedikit lebih menarik dibanding danau di balik kampus UIN yang megah itu. Apalagi ketika matahari bersinar cerah seperti ini. Menurut website ini, http://dbmsda.tangerangselatankota.go.id/index.php/situ/85-situ-rompong, luasnya masih 15ha, itu data tahun 2011. Kalau memang data itu benar, minta ampun deh. Lha ini aja luasnya lebih sempit daripada Situ Bungur yang gak nyampe 4ha. Ini yang buat data pakai cek dan ricek gak ya, lha wong kalau dilihat di peta yang ada di website itu juga luasnya gak seberapa.


Persis seperti Situ Legoso, dan situ-situ lainnya, pinggiran danau ini jadi tempat pembuangan sampah. Tapi masih tidak separah kondisi di Situ Legoso lah, pokoknya Situ Legoso mah situ paling parah hehehe (ups, ada dua situ yang belum aku kunjungi). Di sini juga belum dibangun jogging track atau pembatas atau tanggul yang cukup memadai. Jadi agak membingungkan proyek apa yang dikerjakan oleh Bina Marga di sini.


Menurut aturan, jarak sempadan bangunan dari danau adalah 50 meter, tapi ya terbukti banyak bangunan penduduk yang mepet dengan danau. Bangunan inipun terpotret jelas di website Bina Marga tersebut. Kok gak ada penertiban? Simple, gak ada dana dan kepentingan hehehe ... #ngawur.

Rapatnya pemukiman warga dengan danau ini membuatku tidak bisa banyak mengeksplorasi danau dari sudut lain, soalnya agak sungkan juga. Agak risih juga tahu-tahu nongol di pelataran rumah orang terus foto-foto, dah gitu gangnya sempit-sempit pula.


Pemancing adalah orang yang selalu aku temui di setiap danau. Murah meriah, gak perlu bayar, dan yang pasti lebih menantang karena belum tentu mendapat hasil. Kalau mancing gampang dapat ikan, mendingan beli aja di pasar hehehe, kan justru tantangan memancing adalah bagaimana melatih kesabaran untuk mendapat ikan. Kecuali kalau memancing sebagai  mata pencarian utama, ya harus di tempat yang gampang dapat ikan.


Bonus:
Ini bukan Situ Rompong, melainkan "terduga" Situ Kayu Antap yang sudah sirna. Situ Kayu Antap ada dalam daftar 9 situ di Tangerang Selatan, tapi gak masuk ke dalam website Bina Marga Pemkot Tangsel. Berbagai berita mengabarkan adanya pencaplokan oleh salah satu pengembang properti di sini. Cukup lama aku putar-putar di sekitar Rempoa mencari keberadaan danau ini, namun gak ketemu. Kalau melihat di peta dan menebak-nebak dari informasi di Google sih sepertinya tempat ini, yang dikelilingi oleh tembok.

23 February 2015

Olahraga Pagi di Situ Gintung


Minggu tenang, seminggu penuh tanpa beban pekerjaan, aku manfaatkan sebisa mungkin untuk berolahraga pagi. Hari pertama, tujuanku adalah Situ Gintung. Tidak terlalu pagi memang, tapi sampai ke danau ini matahari baru saja nongol dan masih ogah-ogahan bersinar karena terhalang awan tipis. Btw, foto diatas adalah foto panorama yang di-generate otomatis (auto awesome) oleh Google+, yang secara otomatis mengkombinasikan beberapa foto dan "menebak" foto-foto yang saling nyambung. Hasilnya keren juga.


Karena sebelumnya aku sudah tahu jalan tembus dari ujung selatan danau ini, makanya hari ini aku masuk dari dekat kampus UIN, lebih dekat dan tidak perlu melewati jalan raya Juanda yang padat. Pagi yang masih cerah, angin sejuk masih berhembus dengan pelan dan permukaan air danau masih tampak diam.


Di beberapa tempat ada bunga-bunga cantik yang menghiasi tepi danau, jadi tidak hanya ada semak-semak dan rumput liar. Terkait dengan bunga warna kuning ini, aku tidak tahu warnanya, tapi di halaman rumahku waktu aku masih kecil dulu ada banyak bunga seperti ini. Aku ingat betul karena dulu sering ikut merapikan, dan kadang tangan dan kaki sering agak gatal kalau habis terkena tanaman ini.


Ada satu-dua nelayan yang tampak sudah mulai beraktivitas menebar jala di sekitar danau. Selain itu, meskipun bukan hari libur, aku juga sudah menjumpai beberapa pemancing di tepi danau. Bahkan ada satu orang yang membawa tiga pancingan sekaligus. Entah hobi atau memang mata pencahariannya hehehe....


Meski tidak seramai waktu aku berkunjung hari sabtu sore lalu, tapi tetap aku berjumpa dengan beberapa orang yang berolah raga pagi ini. Ada yang lari, jalan santai dan juga bersepeda. Meskipun tidak jauh dari jalan raya yang padat dan penuh kemacetan, tapi tempat ini tetap ideal untuk berolah raga karena udaranya masih terasa sejuk dan segar.


... sepeda yang menemaniku keluyuran setiap hari ....


Pepohonan dan pemukiman penduduk di sebelah utara bendungan, dengan latar belakang (pinggiran) kota Jakarta.


Sayangnya, perilaku pengunjung (dan penduduk sekitar) danau dalam hal kebersihan masih sangat memprihatinkan. Meskipun sekilas danau tanpak jernih, tapi di pinggiran dengan mudah bisa ditemukan sampah-sampah berserakan. Beragam jenis sampah, terutama plastik bekas makanan bisa ditemukan dengan mudah di hampir setiap sisi danau.


Tampak sekelompok anak sekolah dengan santai berangkat ke sekolah melewati bendungan. Agak aneh juga sih sebenarnya, karena harusnya sudah terlalu siang untuk mereka baru berangkat. Ya entah mereka yang santai atau memang jam masuk sekolah yang lebih siang. Tidak hanya anak sekolah, tapi para pekerja juga banyak yang berjalan kaki untuk mulai beraktivitas pagi ini melintasi bendungan di sisi utara danau ini.


Batu-batuan yang berserakan tidak rapi di samping bendungan sebenarnya photogenic, sayangnya kok ada variasi sampah yang terapung di tengah-tengahnya. Kalau diamati, seperti halnya di tempat-tempat umum lainnya, tempat sampah di sini cukup terbatas. Aku hanya menemukan sedikit tempat sampah, dan itupun kebanyakan ada di sekitar bendungan dan kondisinya juga tidak terlalu bagus.


Mungkinkah pemda bisa bekerja sama dengan ormas sekitar untuk menjaga kebersihan (dan juga ketertiban) Situ Gintung? Kalau ada kesadaran sih harusnya mungkin, sekaligus untuk memberi edukasi tentang pentingnya kebersihan, khususnya terkait sampah, dan umumnya terkait pelestarian lingkungan. Asal ada kemauan sih gak ada yang gak mungkin. Dana? Harusnya sih ada dan cukup.

21 February 2015

Twilight at Situ Gintung


Situ Gintung pernah menjadi berita nasional ketika bendungan ini jebol di tahun 2009. Tragedi itu terjadi subuh dan menelan puluhan korban jiwa. Ini adalah danau buatan yang sengaja dibentuk sebagai bendungan, bagian dari DAS Cisadane. Bendungan itu, sebelum jebol tahun 2009, merupakan bendungan yang dibangun di jaman kolonial sekitar tahun 1900an, dan katanya waktu itu bendungan hanya dibangun dari tanah.


Sejak bencana alam yang terjadi itu, pemerintah daerah dengan dukungan pemerintah pusat, mulai berbenah dan mempercantik danau ini. Bendungan dibangun kembali, cukup megah dan kokoh, dan juga menjadi tempat wisata yang menarik. Aku belum pernah datang ke tempat ini sebelum bencana, jadi kurang bisa membandingkan bagaimana bentuknya dulu.


Sekarang sekeliling danau sudah diperkokoh, terutama bagian bendungan tentu saja. Juga dipercantik dengan jogging track mengelilingi danau. Hanya saja belum semua tempat ada penerangan lampu, sehingga tempat ini kurang cocok buat jalan-jalan di malam hari. Selain gelap, ada tempat-tempat tertentu yang bersinggungan langsung dengan kuburan hehehe...


Tempat ini jelas menyimpan potensi wisata yang menawan jika dikelola dan dikembangkan dengan maksimal. Apalagi lokasinya sangat dekat dengan Jakarta. Tapi jelas masih banyak hal yang perlu dibenahi, termasuk masalah kebersihan dan ketertiban. Cukup menarik ada berita tentang sampah yang tidak sepantasnya yang pernah ditemukan relawan di tempat ini : http://www.merdeka.com/peristiwa/bersihkan-situ-gintung-aktivis-lingkungan-banyak-temukan-kondom.html


Beragam Aktivitas Sore di Situ Gintung


Seorang pria sedang memancing di tepi Situ Gintung, di balik semak-semak rumput liar yang tumbuh lebat di sekitar danau. Sore ini aku akhirnya aku sempat mampir ke Situ Gintung yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah, danau terbesar di Tangerang Selatan. Mungkin karena hari ini hari Sabtu sore, jadi banyak orang yang mengunjungi tempat ini, untuk beragam alasan tentu saja. Pria di balik semak itu bukan satu-satunya pemancing yang ada di pinggir danau sore itu.


Adanya jogging track yang rapi di sekeliling danau yang cukup luas ini menjadi tempat menarik bagi orang yang suka berolahraga, khususnya lari. Lari memang olahraga yang paling mudah, murah dan bisa dilakukan sendirian atau berkelompok. Sepertinya sejak danau ini meluap beberapa tahun lalu, pemerintah daerah mulai serius mengelola danau ini, termasuk merapikan jogging tract. Danau-danau lain seperti Situ Pamulang dan Situ Ciledug juga ada jalur lari ini, tapi sangat ala kadarnya. Sementara Situ Legoso dan Situ Rompong sama sekali tidak ada.


Ternyata ada satu rumah di pinggir danau yang memiliki halaman langsung tembus ke tepi danau tanpa pagar pembatas. Tampak beberapa penghuni, atau teman-temannya sedang asyik nongkrong di pinggir danau, menikmati sore yang cerah berangin.


Tiga pemuda tanggung ini sedang asyik melempar kerikil ke tengah danau. Pengunjung di hari libur biasanya terkonsentrasi di jalur bendungan, untuk sekedar jalan-jalan atau duduk-duduk memandang danau. Di bendungan juga tampak beberapa pedagang asongan.


Meskipun danau ini luas, tapi tidak banyak penjala ikan yang aku temui. Entah ada aturan tertentu atau tidak. Lagipula mereka biasanya hanya ada di sisi selatan danau, yang merupakan tempat masuknya air ke danau. Di sekitar itu banyak karamba dan jaring yang dipasang di tepi danau.


Tentu saja, selain orang berolahraga lari, ada banyak juga yang bersepeda keliling danau, entah untuk berolahraga atau sekedar jalan-jalan sepertiku. Secara menyeluruh, ini adalah tempat yang lumayan cocok untuk bersantai murah meriah, dan cukup nyaman.

18 February 2015

Langgam Untuk Dunia


Malam menjelang tahun baru Imlek ada ajakan untuk nonton konser tunggal Indra Utami Tamsir di Gedung Kesenian Jakarta. Konser ini bertajuk Langgam Untuk Dunia, sebuah judul yang menunjukkan mimpi dari penyelenggara agar langgam (dan terutama keroncong) bisa mendunia dan bersaing dengan musik pop dunia. Waktu aku tiba di GKJ, sudah ada rekan-rekan dari Yayasan Tjroeng, - Mbak Isna, Mbak Clara dan Pak Bambang. Mas Harris datang menyusul.


Ini pertama kali aku nonton konser di GKJ, dan ada yang bilang gedung ini punya tata suara yang paling bagus dibanding gedung pertunjukan lain. Aku sendiri kurang paham karena jarang nonton konser. Acara dibuka oleh pembawa acara dengan cukup resmi, termasuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Heh? Ini konser kenegaraan kah?

Keherananku berlanjut saat sebelum konser kami disuguhi deretan kata sambutan. Pertama dari ketua yayasan penyelenggara, terus dari Prof Tilaar (yang promo buku soal Ki Hajar Dewantara) dan terakhir dari Bapak Basuki, Menteri PU yang baru. Untunglah pidato pak menteri cukup singkat dan dia berujar "Saya percaya ini konser musik bukannya lomba pidato, jadi saya cukupkan sekian saja". Wah, langsung aku tepuk tangan, dalam hati.


MC untuk konser tunggal ini dilakukan oleh salah satu tokoh keroncong, Tuti Maryati. Di awal sambutan beliau sempat sedikit memberi penjelasan singkat tentang sejarah musik keroncong. Dalam kesempatan ini dia ikut sedikit menyumbang suara, dengan menyanyikan lagu Bengawan Solontapi dalam cengkok suara penyanyi sunda. Keren.


Lagu pertama yang dinyanyikan adalah Penganten Agung, yang dibawakan dengan cukup megah dengan iringan dari OK Pesona Jowa pimpinan Koko Thole. Selanjutnya adalah salah satu lagu dalam album keduanya yang membawanya memenangkan penghargaan AMI Awards 2013, Nggayuh Katresnan.


Selama sekitar dua jam Indra membawakan berbagai lagu langgam dan keroncong, seperti Caping Gunung, Roda Dunia, Segenggam Harapan, St. Baju Biru, Entit dll. Suaranya benar-benar bagus dan powerful. Bahkan tanpa mikrofon pun mungkin suaranya masih bisa memenuhi ruanagan dengan merdu. Cara dia mengisi jeda antar lagu dan berinteraksi dengan penonton juga cukup asyik, ramah dan sedikit kemayu, membuat pertunjukan jauh dari rasa bosan.


Dalam kesempatan ini, pak menteri Basuki juga ikut menyumbang satu lagu keroncong. Beliau menyanyikan lagu Hanya Engkau, yang pernah dipopulerkan oleh Koes Plues. Apakah suaranya bagus? Ya cukup bagus untuk ukuran pejabat dan birokrat, tapi ga cukup bagus lah untuk ukuran biduan. Setidaknya yang perlu diapresiasi adalah kepedulian beliau untuk perkembangan musik keroncong.




Pas tengah acara baterei kamera habis, jadi aku tidak bisa mendokumentasikan acara konser sampai tuntas. Termasuk jeda "iklan" yang menampilkan ketiga putri Indra yang cantik-cantik, yang berkolaborasi menyanyikan lagu untu mama. Cukup bagus, dengan iringan band anak muda (kok ga pakai keroncong sekalian hehehehe).

Salah satu catatan kurang baik soal konser ini, selain soal pidato dan selingan iklan remaja, adalah persiapan alat musik. Pas awal mic bermasalah. Selanjutnya kabiola yang dipakai juga sempat tidak ada suaranya karena gangguan kabel. Juga latarbelakang animasi di panggung yang kadang kurang nyambung dengan lagu dan ala kadarnya. Mbak Isna sampai nyeletuk, kayaknya mendingan gak pakai animasi background deh.

16 February 2015

Indahnya Situ Parigi Pondok Aren


Setelah sebelumnya gagal mengunjungi Situ Parigi karena hujan, pagi ini akhirnya kesempatan itu datang. Cuaca sangat cerah, nyaris tidak ada awan di langit. Tapi karena agak kesiangan, langit sudah terlalu terang, sehingga aku kehilangan saat dimana langit masih berwarna biru cerah. Meski demikian, pemandangan di sekitar danau ini sangat bagus dalam cuaca seperti ini.


Danau ini mungkin lebih mirip bendungan daripada danau. Ada satu sungai utama yang mengalir ke tempat ini, dan juga ada dua anak sungai tempat air ini mengalir. Ini adalah jembatan dari salah satu sungai di ujung danau ini. Di atasnya ada pohon rambutan yang sedang berbuah, menggiurkan sekali.


Di tengah danau ada "pulau" kecil, dengan pepohonan kelapa dan palem yang menjadi salah satu titik keindahan di tempat ini. Soalnya hanya perairan di sekitar pulau ini yang cukup dalam, dan membuat permukaan air tampak tenang dan jernih. Sisi lain dari danau ini tampak sangat dangkal, bahkan beberapa tempat ada gundukan tanah.

Setidaknya hampir sekeliling danau ini sudah ada jalan setapak dengan conblok yang bisa dimanfaatkan untuk jogging tract, meskipun gak benar-benar terhubung memutar. Setidaknya ini bisa menjadi patok untuk menghalangi pengurukan lebih lanjut. Danau yang di papan petunjuk ditulis luasnya 3,4 ha ini harusnya lebih luas sebelum pembangunan di sekelilingnya merampas lahan ini.


Tidak banyak jenis bunga yang aku temukan di sini, kebanyakan hanyalah bunga liar berduri seperti ini. Tapi menariknya, aku menemukan banyak kupu-kupu di sini. Tidak ada yang bisa aku potret karena keterbatan kamera, dan kebanyakan kupu-kupu yang aku lihat terus bergerak sehingga susah dipotret dengan kamera ponsel.


Salah seorang pemburu sedang beristirahat sambil mengamati kemungkinan adanya hewan buruan, yang mungkin burung. Kalau di danau-danau lain, biasaya aku hanya menjumpai pemancing atau penjala ikan, di sini aku jumpai dua orang dengan senapan angin. Kicauan burung liar memang sering terdengar selama aku berkeliling di danau ini, salah satu keindahan lain dari danau yang berantakan di banyak sisinya ini.


Bendungan ini membuatku teringat dengan bendungan di kampung, tempat dulu aku menghabiskan waktu tiap hari untuk mandi dan bermain. Mungkin karena berbahaya dan airnya tidak terlalu bersih, aku tidak melihat adanya anak-anak yang bermain di sungai atau bendungan ini :D Padahal kalau di lihat debit air yang mengalir turun, kayaknya enak untuk meluncur, apalagi bagian bawahnya tampak dalam. Tapi entahlah, mungkin tidak semenarik yang terlihat. Mungkin juga karena ini bukan hari libur, jadi bocah-bocah masih sibuk sekolah.


Ini salah satu perahu yang ada di danau ini, atau mungkin satu-satunya. Di lambungnya tertulis nama salah satu perusahaan taksi yang punya pool persis di tepi danau. Di kanan kirinya ada gethek bambu, yang mungkin dipakai warga sekitar untuk menyeberang dan juga mencari ikan.

Menurutku tempat ini harusnya bisa dikembangkan sebagai tempat wisata yang menarik, dengan tetap mempertahankan fungsi utamanya sebagai tempat penampungan air. Apalagi melihat sekitar danau yang penuh dengan perumahan mewah dan juga perusahaan. Seharusnya pemerintah bisa meminta bantuan pihak swasta yang ada di sekitar danau untuk mengembangkan danau ini menjadi areal wisata edukatif, yang juga bisa dimanfaatkan tidak hanya oleh penduduk sekitar, tapi juga oleh anak-anak sekolah di sekitar ini. Sangat potensial.


Pas mau pulang, ada seorang (dua orang sebenarnya, satunya sedang bersiap), berenang di dalam danau yang dangkal ini dengan membawa karung di punggungnya. Dia tampak mengeruk lumpur, entah apa yang dia cari. Mungkin dia mencari siput, atau binatang air lainnya.

Kita tunggu saja kreativitas dan kepedulian pemerintah kota Tangerang Selatan untuk menjaga dan mengembangkan danau ini, juga danau-danau lain.

Senja di Situ Parigi - Pondok Aren

Kembali nongkrong di Situ Parigi, pas menjelang matahari terbenam, siapa tahu dapat golden hour yang menakjubkan. Air danau tampak berkurang...