19 May 2015

Cerita Pagi Sepanjang South Bridge Rd


Pagi ini ada acara yang dimulai cukup pagi, meskipun kalau telatpun tidak masalah. Tapi gara-gara terbiasa bangun jam 6, jadi milih berangkat pagi saja daripada bengong di hotel. Karena masih terlalu awal, aku putuskan untuk jalan kaki saja. Udara cerah dan segar, jarakpun mungkin cuma 2-3 kilo, jalan santai satu jam cukup lah.


Ini adalah kuil Hindu, Sri Mariamman Temple, yang dulu pernah aku lewati juga waktu pertama kali berkunjung di Chinatown. Sudah ada turis yang motret-motret di sana, meskipun belum banyak orang datang untuk beribadah. Katanya ini adalah kuil Hindu yang tertua di Singapura.

Nah, tak jauh dari kuil Hindu itu ada bangunan umat Budha, Buddha Relic and Tooth Temple and Museum. Bangunannya cukup megah dengan arsitektur tradisional Tionghoa. Tidak aneh kalau ada bangunan megah seperti ini karena lokasinya yang di tengah-tengah Chinatown. Sesuai namanya, tempat ini dipercaya menyimpan gigi Sang Budha, yang katanya ditemukan di Myanmar.

Masih di kawasan yang sama, ada bangunan ibadah lainnya di pinggir jalan, Masjid Jama'e. Sebagai kota dengan penduduk heterogen dari berbagai suku bangsa dan agama, keberadaan berbagai bangunan keagamaan yang berbeda secara berdekatan bukanlah hal yang aneh. Masyarakat kota yang heterogen cenderung mudah mengembangkan toleransi. Ini juga merupakan masjid yang cukup tua di Singapura, dibangun tahun 1826 oleh masyarakat Tamil muslim di wilayah itu.


Ada cerita menarik waktu melintas jalan ini. Seorang pria berwajah India mencoba menghentikan taksi di jalan ini, tapi tidak ada yang mau berhenti. Padahal aku perhatikan ada beberapa taksi kosong, tapi mereka memilih melintas langsung. Mungkin merasa kasihan, seorang pria tionghoa bertelanjang dada mencoba membantu dengan langsung menghentikan taksi di tengah jalan. Ada taksi yang berhenti, tapi sepertinya taksi itu ingin menuju satu tempat yang berbeda dengan pria India itu.

Pria Tionghoa itu mendatangi pria India dan ngobrol sebentar, entah apa yang dibicarakan. Tak lama setelah itu ada taksi yang mau berhenti, dan pria India itu berjalan dengan pelan menuju ke taksi yang berhenti agak di tengah jalan. Karena jalannya terlalu lambat, ada taksi di belakangnya yang merasa terganggu dan membunyikan klakson. Mungkin bukan terganggu, tapi memberi peringatan karena pria itu berjalan di tengah jalan sangat lambat. Mendadak si pria India tampak emosi dan mendatangi taksi yang membunyikan klakson tadi, berniat memukul badan taksi. Taksi itupun terus melaju dan kemudian pria India itu akhirnya mendapatkan taksi. Ah, mungkin tabiat seperti itu yang membuat taksi enggan berhenti :)

Waktu aku cerita ke temanku soal ini, menurutnya ada beberapa alasan supir taksi enggan membawa penumpang pria India, apalagi di pagi hari dan pakaiannya tidak terlalu rapi. Biasanya karena bau badan, atau bisa juga karena mereka sedang mabuk. Ah, entahlah :)


Di salah satu sudut jalan ada patung yang menggambarkan kehidupan sehari-hari warga di sekitar itu pada jaman dulu. Di samping patung-patung itu ada catatan tentang "Squatters & Squalor", pendatang liar dan penduduk miskin yang dulu menghuni daerah itu.


Aktivitas warga mulai terlihat di jalanan meskipun belum terlalu padat. Sebelumnya di perempatan ini ada sepeda yang melaju kencang di antara mobil-mobil yang melaju. Bukan di jalur sepeda atau di pinggir jalan, tapi di tengah-tengah, dan dikendarai oleh seorang wanita. Sayang sekali aku gak sempat memotretnya.

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...