21 April 2018

Festival Kesenian Sleman 2018


Dalam kunjungan singkat ke Jogja kali ini, aku cukup beruntung bisa sedikit menikmati festival kesenian Sleman 2018, yang diadakan di lapangan Denggung, dekat rumah. Berawal dari informasi Yani soal jalan yang ditutup karena pawai bregada, aku langsung bergegas menuju lokasi.



Dari 17 peserta, yang merupakan perwakilan 17 kecamatan di kabupaten Sleman, aku hanya sempat menyaksikan sekitar 7 penampilan. Penampilan mereka rata-rata cukup singkat, kurang lebih 5 menit. Apa ga rugi ya, dandan dan latihan repot kok cuma tampil sebentar? Rupanya penampilan di lapangan Denggung ini hanya puncaknya saja. Sebelumnya mereka sudah melakukan kirab, entah dari mana.


Di antara seluruh penampilan yang aku saksikan, yang paling menarik buatku adalah Tari Edan-Edanan. Terus terang aku baru tahu ada tarian seperti ini, tarian yang katanya ditampilkan untuk mengiringi pengantin, sebagai sarana untuk menolak bala (bahaya). Tariannya dilakukan oleh pria dan wanita, yang berperan sebagai orang gila. Agak aneh juga, orang gila kok diakai untuk mengusir kesialan hehehe. Sampai saat ini aku belum menemukan referensi tentang filosofi dan asal mula tarian ini. Yang jelas dari segi kostum dan gerakan, tarian ini menarik - beda jauh dari gambaran wong edan yang menakutkan.


Ada 3 penampilan dengan nuansa wayang/ketoprak. Yang pertama aku tidak sempat mendengarkan narasinya, tapi dari kostum salah satu pemain seperti cerita Mahabarata - seperti ada logo tokoh Gatotkaca. Yang kedua ada cerita Ramayana, mengambil kisah Rama Tambak, dimana pasukan kera yang dipimpin Hanoman sedang membangun jembatan menuju Alengka. Mereka dihalangi oleh pengikut Rahwana, salah satunya rombongan Yuyu Kangkang, pasukan kepiting. 


Yang ketiga mengambil cerita dari kisah Kethek Ogleng, yang juga melibatkan karakter kera putih dan pasukan kera.


Tiga penampilan lainnya bernuansa religi - agama Islam. Ada tari Badui, tari Ulama dan Kubro Siswo. Terus terang tarian ulama ini agak membingungkan, apa memang ada atau tidak. Sepertinya mereka ingin menggambarkan peranan para Ulama, selain dalam menyebarkan agama, juga dalam perjuangan bangsa.


Saat acara berlangsung sempat diwarnai dengan turunnya hujan cukup deras, tapi tidak menyurutkan antusias peserta maupun pengunjung. Adanya beberapa tenda dan panggung yang terpasang membuat pengunjung cukup nyaman berteduh. Sementara peserta yang kebagian pentas tetap melakukan penampilan mereka di tengah hujan dengan penuh semangat, termasuk anak-anak.


Update:
Sebenarnya selain kompetisi kesenian ini, ada juga kompetisi teater, juga konser musik pada malam dan dua hari berikutnya. Menurut temanku, dari info yang aku dapat di FB, ada juga kompetisi dolanan anak, juga per kecamatan. Nah, baik kompetisi kesenian maupun kompetisi dolanan, juaranya dari Kecamatan Mlati. Bravo!

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...