24 November 2014

Situ Legoso (Kuru), Yang Terlantar Di Antara Kaum Terpelajar


Sekilas memandang tempat ini, sama sekali tidak tampak menyerupai danau (atau situ dalam bahasa setempat). Lebih mirip rawa, genangan air, atau kolam yang tidak terawat. Beragam jenis sampah mengapung dan juga tenggelam di air yang warnanya sudah hitam keruh, entah berapa lagi kedalamannya. Tapi begitulah kondisi Situ Legoso, atau Situ Kuru, yang ada di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan ini ... (masih) menyedihkan.


Ini danau kedua yang aku kunjungi, setelah Situ Bungur dekat rumah, dari sekitar 9 danau yang katanya masih ada di kawasan Tangerang Selatan. Danau yang menurut data pemerintah luasnya 4 hektar ini, sekarang luasnya sudah tinggal sekitar 4 ribu m2. Itupun akan makin menyempit lagi dengan adanya klaim dari warga (entah warga mana), baik berupa bangunan, pengerukan, pagar ataupun kolam ikan. Jelas sekali, alih fungsi lahan danau ini pasti dilakukan oleh orang mampu dengan dalih ekonomi, dalih yang sebenarnya dilandasi oleh keserakahan, keegoisan dan kemalasan. Orang misikin, wong cilik, gak akan mampu bikin bangunan permanen, gak punya duit. Apalagi sudah ada papan-papan larangan dari pemerintah, jadi jelas warga yang melanggar pasti punya duit cukup untuk menyuap kesana kemari.


Penyerobotan lahan bukanlah satu-satunya isu. Danau ini tampaknya bukan lagi jadi cadangan air (bersih), ataupun tempat resapan air, tapi jadi tempat penampungan sampah. Terutama sampah cair, tapi juga sampah-sampah besar. Aku lihat beberapa selokan dan sungai kecil bermuara di sini, dan pastilah limbah-limbah rumah tangga dan warung di sekitar ini akan berkumpul di sini terlebih dahulu. Tidak heran kalau air di danau ini berwarna gelap.


Melihat bangunan-bangunan di sekitar danau ini, terlintaslah sebuah jargon populer "Kebersihan adalah sebagian dari iman". Atau yang pernah aku lihat di salah satu spanduk di depan rumah ibadah "Jangan mengaku beriman kalau tidak bisa menjaga kebersihan". Kalau ditanya ke penduduk sekitar danau ini, entah penduduk asli atau pendatang (termasuk mahasiswa), pastilah mereka mengaku sebagai golongan beriman.


Benar-benar kondisi danau yang sudah tidak pantas. Mungkinkah keadaan ini sengaja dibiarkan supaya ada alasan untuk "membenamkan" danau ini menjadi lautan beton? Entah.

Aku googling sebentar dan nemu beberapa berita yang mengulas tentang danau ini. Katanya pemkot Tangsel sudah berencana merevitalisasi danau ini (sudah dimulai sejak beberapa bulan lalu). Katanya juga, pihak UIN juga sudah mengajukan surat permohonan ke pemerintah untuk mengelola danau ini, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial. Katanya juga warga masyarakat (asli) sekitar ini juga jengkel dengan maraknya bangunan yang ada, yang katanya kebanyakan dilakukan oleh pendatang. Rumor-rumor itu, ya masih rumor dan rencana kalau menilik dari kondisi saat ini, jelas sedikit memberi harapan. Tulisan yang cukup lengkap bisa ditemukan di blog berikut : Save Situ Legoso di Kota Tangsel! Penyerobotan Lahan Terus Berlangsung.

Yang mungkin agak ironis, atau ya sedikit disayangkan, adalah fakta bahwa kawasan ini berada di lingkungan akademis, dalam hal ini kampus UIN. Sepintas aku melewati jalan Pesangrahan, tampak aktivitas para mahasiswa dan banyak sekali warung-warung makan serta tempat usaha yang menunjang aktivitas kampus. Mungkin mereka tidak sadar, atau tidak peduli kalau keberadaan tempat usaha itu sedikit banyak juga berkontribusi dalam rusaknya lingkungan danau ini. Sebagai mahasiswa, kaum terpelajar, ada kesan abai (ignorance). Maaf kalau terkesan menggurui atau menghakimi, tapi ini kesan yang aku tangkap. Mungkin mahasiswa merasa gak punya kemampuan apa-apa untuk memperbaiki lingkungan di sini, benarkah?

Aku juga gak bisa berbuat banyak, selain menulis dan mengkritik. Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah "memboikot", memilih untuk tidak makan di warung-warung sekitar danau ini, ataupun menggunakan jasa dari kios2 di sekitar danau, apalagi kalau terbukti bangunan yang dipakai dibangun dengan menyerobot lahan danau, dan melanggar batas sempadan. Ya sudah, untuk sementara tinggal nunggu ketegasan dari pemerintah saja.

Pesan untuk mahasiswa, kalau tidak bisa ikut bersih-bersih atau membereskan danau ini, minimal boikotlah, beri sanksi sosial secara tidak langsung pada pihak-pihak yang ikut andil dalam merusak lingkungan ini. Contoh sederhana, jangan ngekost di sekitar danau, dan gak perlu makan di warung-warung sekitar danau.

1 comment:

Unknown said...

ayo kita bergerak demi kelestarian situ kuru dengan cara kita masing masing #KMPLHK RANITA (085776545669)

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...