06 February 2016

Menjelajah St. Palmerah


Sejak renovasi gedung Stasiun Palmerah menjadi lebih megah dan "modern", aku belum pernah menjelajah dari ujung ke ujung. Biasanya cuma lewat saja, mampir turun/naik kereta. Hari ini ada sedikit waktu longgar, jadi aku sempatkan untuk jalan-jalan bentar di stasiun yang tidak terlalu luas ini.


Ini jembatan penyeberangan di sebelah timur stasiun, yang menghubungkan stasiun dengan kompleks Senayan. Adanya jembatan penyeberangan seperti ini, di kedua sisi yang merupakan jalan raya, adalah solusi sangat tepat karena bisa mengurangi kemacetan. Sebelum ada jembatan penyeberangan seperti ini, solusinya adalah dengan lampu bangjo, yang meskipun membantu tapi sangat tidak nyaman, apalagi mental pengguna lalu lintas di kota ini yang hobi menerobos lampu merah.


Seorang bocah berpose, atau bermain ya :-?, di depan mesin tiket otomatis. Baru pertama kali ini aku lihat mesin seperti ini di Indonesia, mungkin karena sudah lama aku gak bepergian dengan kereta api. Tapi melihat lebih banyak yang antri di loket biasa ketimbang di mesin ini, sepertinya menunjukkan sosialisasi penggunaan mesin ini agak kurang. Atau jangan-jangan memang fungsinya beda kali ya? Sayang aku belum sempat meneliti lebih rinci fungsi dan cara penggunaan mesin itu.


Di ujung utara ada toilet dan juga mushala (prayer room). Toiletnya bersih dan rapi, mudah-mudahan selalu terawat dan nyaman seperti itu. Ada beberapa kursi untuk nongkrong atau menunggu, tapi tidak banyak. Mungkin perlu lebih banyak lagi kursi-kursi untuk calon penumpang bisa beristirahat sembari menunggu kereta yang sering datang terlambat, apalagi tempat ini terbilang sangat lega (kosong).


... ini mas petugas keamanan lagi main petak umpet kali ya hehehehe ....


Salah satu pedagang asongan yang masih bertahan berjualan di dalam kereta api meskipun sudah ada larangan dari pihak PT KAI. Aku perhatikan ada beberapa emak-emak yang berjualan seperti ini, dan "kucing-kucingan" dengan petugas, meskipun sebenarnya para petugas juga sudah tahu. Mungkin dalam tahap tertentu, para petugas berusaha menutup mata, asalkan tindakan pedagang asongan ini tidak terlalu mencolok dan mengganggu. Entahlah.


Kereta sudah datang! Untung ada mas-mas berbaju merah jambu yang "nyetop" kereta itu hehehe ... gak lah, dia melambai ke masinis. Meskipun sudah ada renovasi bangunan utama stasiun, tapi tetap saja ada bagian peron yang berada di luar bangunan utama. Meskipun ada atap penutup, tetap saja para penumpang dengan mudah akan kepanasan saat cuaca panas, dan kena hujan ketika hujan lebat turun.

Overall, menurutku stasiun yang baru ini adalah yang paling bagus, tentu saja dalam kapasitas pengetahuanku yang terbatas. Bahkan dibanding St. Gambir ataupun St. Sudirman, masih lebih bagusan ini, cuma fasilitasnya saja yang mungkin tidak selengkap St. Gambir atau St. Kota. Oh ya, satu lagi yang menarik adalah bangunan stasiun yang lama masih tetap dipertahankan dan digunakan, jadi unsur sejarahnya masih terpelihara.

Majulah perkeretaapian Indonesia!

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...