17 April 2014

Experience with Jetstar (ValueAir)


Beberapa bulan terakhir ini, Lion Air selalu jadi pilihanku saat bepergian jauh (dan dibayari). Yah, meskipun perjalanan dinas ditanggung kantor, tetap saja aku memilih maskapai yang murah dibanding, ambil contoh Garuda. Namun belakangan aku sedikit terganggu dengan kecenderungan delay yang dialami Lion Air.


Jadi untuk perjalanan dinas minggu ini aku coba maskapai berbeda, atas anjuran seorang teman, yaitu Jetstar. Katanya sih nyaman, dah waktu cek harga tiketnya juga gak terlalu jauh dibanding yang biasa aku pakai. Bedanya sih 600 ribuan, tapi masih dalam budget. Meskipun mereka mengklaim punya harga paling rendah, tapi tetap Lion Air lebih murah dibanding mereka.


Secara umum, fasilitas dan pelayanan, tidak terlalu beda dengan yang biasanya. Keunggulan pertama yang kurasakan adalah tepat waktu dan pesawat langsung siap di Terminal 2, jadi gak perlu naik bis dulu ke terminal lain untuk menuju pesawat. Ok, tiba di tempat tujuan cukup nyaman. Tidak ada masalah. Sepertinya bakal lebih sering pakai maskapai ini.

Btw, kalau di Lion Air kebanyakan penumpang adalah warga Indonesia, dilihat dari logat dan bahasanya, kalau di Jetstar ini aku amati kebanyakan penumpang adalah orang Malaysia. Bahkan krunya sendiri bicara dengan bahasa Malaysia, meskipun secara umum tidak jauh berbeda. Yang unik adalah, waktu berangkat kepala pramugarinya adalah orang Jepang, dan bahasa Inggrisnya terdengar lucu :) Sementara waktu kembali ke Jakarta, pilotnya yang orang Jepang, dari namanya.


Masalah mulai muncul saat check-in untuk perjalanan pulang. Saat beli tiket secara online, memang ada tawaran untuk pembelian paket bagasi. Minimal kalau gak salah 15 ribu untuk bagasi hingga 10kg. Bagasi ini berbeda dengan barang yang kita bawa ke dalam ruang duduk pesawat (hand-carry). Selama ini aku selalu bepergian dengan ringan, tidak banyak barang bawaan. Dengan Lion Air, tidak pernah bawa barang melebihi kapasitas, jadi gak pernah perlu bayar biaya tambahan untuk bagasi. Pokoknya bayar tiket doang.

Eh, rupanya di sini bagasi harus bayar. Pantesan pas berangkat aku disuruh hand-carry koper dan taskku. Masalahnya batas hand-carry adalah 10kg, dan entah mengapa koperku jadi lebih berat. Koperku sih cuma 9 kiloan, tapi ditambah tas ransel berisi laptop dan coklat, total jadi 13 kiloan. Jadi aku dikenakan biaya tambahan, SGD 60..... what????? Memang benar peringatan yang ada di website, kalau gak beli paket bagasi, bisa-bisa kena biaya yang sangat tinggi. Ampun dah! Untuk aku bahwa kartu kredit. Tentu saja istriku sempat kelabakan waktu ada pihak bank menelpon untuk konfirmasi penggunaan kartu kredit ini, karena aku lupa memberitahunya.


Ada sedikit untung juga sebenarnya aku taruh koper di bagasi, soalnya tempat penyimpanan barang di sini sudah sangat penuh. Beberapa orang sempat kebingungan karena sulit meletakkan barang. Tapi tetap harganya tidak bisa aku abaikan. Dalam perjalanan pulang ini baru sedikit aku rasa kalau bangkunya terasa lebih nyaman dan empuk. Dan saat tiba di bandara CGK, aku tidak perlu menunggu lama untuk mengambil bagasi. Kalau pakai Lion Air seringkali dibuat jengkel karena terlalu lama menunggu pengambilan bagasi.

Ok, overall, naik ValueAir (bagian dari Jetstar) memang lebih nyaman dan tepat waktu. Tapi kurasa cukup sekali ini saja aku milih naik maskapai ini. Biaya bagasi yang besar itu sangat mengecewakan, terkesan ada "hidden cost", sesuatu yang tidak aku suka. Hal ini juga mungkin ada di AirAsia, makanya sudah agak lama aku gak naik maskapai negeri jiran itu. Kalau dihitung-hitung, dengan tambahan biaya bagasi, keseluruhan biaya naik Jetstar jadi 2x lipat kalau naik Lion Air.

Jadinya untuk lain kali sepertinya bakal balik lagi ke armada merah putih. Dengar-dengar Citilink sudah mulai melebarkan sayap keluar negeri juga, mungkin bakal nyobain Citilink juga.

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...