02 April 2022

Situ Parigi Setelah Revitalisasi

Untuk pertama kali aku mengajak anak-anak ke Situ Parigi, sekaligus juga ini pertama kalinya aku berkunjung kembali ke danau buatan ini setelah ada revitalisasi di tahun 2020. Kalaupun sebelumnya aku pernah berkunjung, itu sekedar lewat jadi belum tahu sejauh apa revitalisasi dilakukan. Aku membayangkan, kalau Situ Bungur yang jauh lebih sederhana bisa menjadi lebih menarik, pasti Situ Parigi ini bisa lebih bagus lagi.

Tampilan awal jelas lebih bagus, ada gerbang dan parkiran yang cukup luas. Dulu tempat ini tertutup, atau lebih tepatnya seperti kebun yang susah dijelajahi. Sekarang jadi rapi dan menarik untuk dikunjungi.

Selain gerbang, sekeliling danau juga sudah full ada jogging track dengan conblock mengelilingi danau, dan taman-taman di beberapa tempat yang menambah keindahan tempat ini. Apalagi hampir seluruh pinggir danau masih penuh dengan pepohonan rindang, meski ada beberapa bangunan penduduk tapi tidak terlalu menonjol.

Dulu ada pulau di tengah-tengah danau, tapi dihilangkan dan danau juga dikeruk agar bisa menampung air lebih banyak. Sebenarnya sayang juga danau itu harus dibuang, padahal tidak terlalu besar, harusnya bisa dimanfaatkan untuk wahana wisata yang lebih berdaya guna.

Oh ya, jangan terkecoh dengan tampilan air danau yang tampak begitu bersih dan bening. Di sana ada sampah, meski tidak terlalu banyak, tapi air danau ini bersumber dari sungai-sungai di atasnya yang sudah bercampur dengan berbagai limbah, terutama limbah rumah tangga yang begitu banyak. Banyaknya limbah ini bisa terlihat di bagian bendungan, dimana gelembung sabun tampak begitu melimpah. Juga di bagian hulu danau tampak banyak sampah menggenang. 

Meski demikian, tetap tidak mengurangi keindahan danau dan danau ini tetap layak untuk jadi tempat rekreasi dan refreshing.

Kami berjalan berkeliling danau, yang jaraknya hampir 2x lipat kalau mengelilingi Situ Bungur, tapi anak-anak tidak terlalu mengeluh. Mereka sempat menjumpai ada beberapa kambing mencari makan, dan mencoba memberi makan anak kambing itu dengan dedaunan yang ada. 

Ada orang, entah petugas resmi atau hanya warga sekitar, yang sepertinya sedang membersihkan permukaan danau dari sampah-sampah yang menggenang. Memang ada beberapa jaring dipasang di tepi danau untuk menangkap sampah, tapi entah seberapa efektif itu.

Di bagian barat, ada perkampungan warga yang cukup padat, dan ada yang memelihara kawanan angsa dan dilepas bebas di pinggir danau. Terus terang aku agak takut dengan binatang ini, lupa apakah dulu pernah diserang atau tidak, tapi kebiasaan mereka yang tidak ramah membuatku sedikit waspada. Sementara anak-anak lebih cenderung cuek, aku mencoba berjalan hati-hati agar tidak mengganggu mereka. Sepertinya para angsa ini juga bersikap waspada melihat kehadiran kami.


Satu lagi yang menyenangkan di sini adalah adanya beberapa toilet umum, selain tempat buat nongkrong, dan juga ada beberapa mushola. Ada juga rumah adat betawi, entah apakah rumah warga, atau rumah untuk pajangan (budaya), aku belum sempat menggali informasi. Di depan rumah itu ada semacam teras yang bisa dipakai buat menggelar acara di tepi danau.


Secara keseluruhan, ada 3 jembatan yang harus kami lewati saat mengelilingi danau ini. Karena kami masuk dari arah selatan dan berjalan memutari danau berlawanan dengan arah jarum jam, jembatan yang pertama kami temui adalah jembatan di sisi utara, menyeberangi sungai kecil tempat keluarnya air danau. Sungai kecil itu relatif kumuh, debit airnya kecil jadi sampah lebih banyak berserakan di sana. Jembatan pertama ini dari besi, dan sudah ada sejak danau belum direnovasi.

Selanjutnya jembatan kedua ada di utara juga, persis di atas bendungan. Dari besi dengan pelindung rapat, karena di bawahnya adalah sungai yang lumayan besar tempat sebagian besar air danau ini mengalir pergi.

Jembatan ketiga adalah jembatan baru ini, jembatan yang sedikit melengkung, dari besi juga, untuk melewati sungai tempat masuknya air dari arah selatan. Mungkin karena bentuknya menggembung ke atas, Fe agak takut-takut saat menyeberangi jembatan ini.

Di tempat parkir ada beberapa warung, juga ada beberapa sarana buat duduk dan bermain anak. Jadi selesai mengelilingi danau, anak-anak bersantai dulu smabil menikmati jajanan dan minuman. Sejauh ini, tempat ini nyaman, dan penduduk sekitar juga terlihat ramah.

Ada terlihat dermaga sederhana, dengan sampan kayu yang juga sederhana, tapi El begitu penasaran ingin naik ke atasnya. Tentu saja aku tidak mengijinkan, jadi mereka hanya menongkrong di sini saja.

Sejauh ini, aku rasa revitalisasi Situ Parigi ini sudah sangat bagus, menjadikan tempat ini jadi tempat rekreasi sederhana tapi menarik di pinggiran Jakarta yang sudah lumayan sumpek. Karena anak-anak masih susah mengingat nama danau, kami menyebut tempat ini sebagai danau jauh (karena lokasi agak jauh dari rumah), sedang Situ Bungur sebagai danau dekat (karena sangat dekat rumah).

 

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...