17 July 2016

Perjalanan : Jurangmangu - Tanah Abang - Cawang


Seorang bocah perempuan tampak gembira melihat kereta api melaju melintasi St. Jurangmangu siang ini. Berhubung siang hari dan bukan di hari kerja, suasana stasiun tampak sepi.

Sudah cukup lama aku tidak melakukan perjalanan dengan kereta api, sekalipun hanya jarak dekat. Makanya saat ada kesempatan, aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Ada janji reuni kecil-kecilan di Jakarta, dan meskipun teman menawari tumpangan mobil, aku memilih untuk naik kereta api. Apalagi aku sengaja mencari lokasi yang dekat dengan stasiun kereta api.


Salah satu keunikan St. Jurangmangu adalah stasiun ini berada di bawah jembatan. Meskipun bangunannya sederhana, tapi sekitar stasiun adalah lahan kosong (sawah dan ladang) sehingga memberi kesan ada di pedesaan. Apalagi banyak burung gereja yang bersarang di kolong jembatan, dan riuh berkicau di sekitar stasiun.


Satpam ini sempat menegurku saat aku sedang memotret burung-burung di atas rel kereta api. Dia hanya berkata "Motret apa?" dengan nada yang datar, dan aku jawab juga dengan nada datar "Motret burung". Toh memang aku cuma memotret burung-burung. Setelah itu dia berlalu.


St. Tanah Abang, cukup nyaman kalau pas sepi seperti ini. Di sini ada beberapa mesin jajan (vending machine), isinya beragam jenis minuman botol dan kaleng. Aku iseng aja nyoba beli, masukin uang 5000 yang agak lecek. Eh, diterima. Aku pencet botol Mizone, nunggu sebentar .... kok gak segera muncul apa yang aku pesan. Udah hampir 30 detik, sedikit cemas. Celingak-celinguk kok kayaknya gak ada petugas yang khusus jagain alat ini, sementara satpam pada sibuk di gerbang tiket. Aku coba pencet-pencet minumal lain, masih belum ada respon. Aku ingat di film-film, kadang mesinnya harus digebrak biar berfungsi dengan baik. Sayangnya aku belum punya nyali, tapi masih penasaran.

Akhirnya aku cek bagian bawah tempat minuman yang dibeli seharusnya keluar. Aku ketok sebentar tutupnya, eh, ternyata bisa. Tidak cuma satu, malah ada 3 botol minuman di sana. Wah, rejeki nomplok harusnya hehehe. Tapi aku ambil satu aja sesuai yang aku pesan. Waktu aku mau beranjak, ada dua pemuda yang bertanya cara membeli minuman di situ. Aku bilang aja ke mereka,  kayaknya mesinnya rusak, tapi itu ada dua botol minuman yang sudah keluar, ambil saja. Mereka tampak sumringah dan dengan senang hati mengambil kedua minuman itu hehehe.


Syukurlah, aku gak merasa aneh sendiri waktu nenteng-nenteng kamera sepanjang jalan, ada juga yang begitu. Bedanya, kamera dia lebih gedhe :)


Salah satu sudut stasiun yang perlu dibenahi biar lebih nyaman, pintu keluar bagian utara. Kondisi seperti ini jelas kurang nyaman untuk dilalui, dan juga berbahaya kalau pas padat dan ada kereta lewat. Maklum, kecenderungan orang di negeri ini masih tidak sabaran.


Tujuan akhir adalah St. Cawang, stasiun yang juga berada di bawah jembatan jalan raya. Harusnya lebih banyak lagi jalan raya yang dibangun melayang, atau di bawah jalur kereta api, akan menghindari banyak potensi kemacetan.


Seorang calon penumpang sedang menikmati jajanan yang dijual di luar stasiun. Cukup menarik, karena meskipun dilarang berjualan di dalam stasiun, para penjual masih bisa melayani para pengguna jasa kereta api karena tembok hanya terpisah oleh teralis besi yang longgar.

Sejak rezim Ignatius Jonan, PT KAI menerapkan sterilisasi stasiun kereta api dari pedagang asongan, termasuk warung-warung di lahan stasiun. Aku sih setuju saja, selain membuat perjalanan jadi nyaman, juga mengurangi potensi ketidakamanan penumpang. Tapi, ini yang cukup disayangkan, ada nuansa kapitalisme yang lumayan kental di sini. Di beberapa stasiun aku bisa melihat adanya beberapa gerai makanan dan minimarket di dalam lokasi stasiun. Jadi kesannya pihak PT KAI hanya ingin mencari untung dari pihak yang memiliki modal besar.

Alangkah lebih baik kalau PT KAI juga menyediakan tempat-tempat untuk lapak bagi pedagang kecil, tentu dengan biaya sewa yang terjangkau dan wajib menjaga ketertiban. Perlu pimpinan yang lebih visioner lagi, dan juga berpihak pada rakyat kecil.

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...