31 January 2015

Napak Tilas : Kanayakan - Bukit Ligar


Pagi ini langit di atas kota Bandung sangat cerah, cocok buat jalan-jalan. Berhubung pagi ini gak ada acara apa-apa dan aku juga sendirian di sini, aku putuskan untuk napak tilas jalan kaki dari Dago ke Bukit Ligar. Jaman kuliah dulu, aku sering jalan kaki lewat jalur itu untuk pulang-pergi ke kampus, buat menghemat ongkos. Seingatku kurang lebih selama 4 tahun aku tinggal di salah satu rumah di Bukit Ligar.


Sebelum mulai perjalanan, isi bahan bakar dulu. Sarapan dengan makanan yang dulu sering aku nikmati waktu di Bandung - kupat tahu. Hanya saja kupat tahu di Jawa Barat ini beda dengan yang sering aku nikmati waktu kecil di Jogja. Kalau di sini kupat tahu isinya tauge dengan bumbu kacang (selain kupat+tahu tentunya). Sementara kalau di Jogja kupat tahu ada kuahnya, bening dan manis gula jawa, seger lah. Tapi aku suka dua-duanya. Harga masih 8000 per porsi, beli di pinggir jalan.

Aku berangkat melewati jalan Kanayakan, lewat depan kampus Polban dan melintas perumahan elit. Di ujung kompleks itu ada jalan tembus ke Cigadung, meskipun jalannya hanya cukup untuk kendaraan roda dua. Dulu aku menemukan jalan tembus itu secara tak sengaja, iseng saja, apalagi dulu belum ada google maps ataupun smartphone.


Dari jalan Cigadung, aku langsung masuk ke kompleks dosen Unpad dan cari jalan pintas melewati lembah dan sawah-sawah. Rumah yang ada di atas itu dulu pernah dikontrak oleh pendetaku dan aku serng datang juga karena ada acara yang diadakan di situ.

Pernah suatu malam waktu aku hendak datang ke rumahnya, di ujung jalan itu, ada kelompok pemuda menghadangku dan menyerang tanpa alasan. Aku sendiri gak tahu alasannya. Yang jelas waktu itu ada sekitar 3 orang. Awalnya mereka cuma duduk-duduk, dan waktu aku lewat, mereka langsung marah-marah dan menyerangku. Aku sih gak meladeni, cuma menghindar dan segera lari ke rumah ini. Untung mereka berhenti mengejar waktu melihatku masuk ke rumah pendetaku itu. Aku sengaja gak cerita apa-apa ke teman-teman waktu itu. Pas aku kembali, aku datangi lagi mereka baik-baik, mencoba berdamai dan mencari penjelasan mengapa mereka menyerangku. Aneh-aneh saja, kayaknya sih para pengangguran lagi mabuk saja. Setelah itu gak ada kejadian aneh lagi.


Jalanan yang aku lewati cuma kecil saja seperti ini. Seingatku sejak belasan tahun lalu, tidak ada banyak perubahan, kecuali mungkin jumlah rumah dan penduduk yang bertambah. Herannya meskipun jalan sempit ini, ada aja yang punya mobil di daerah ini. Padahal jalan pas hanya untuk satu mobil, gak kebayang kalau sempat berpapasan mobil, pasti repot. OH ya, daerah ini juga banyak kuburan tanpa pagar atau pembatas, jadi persis di pinggir jalan aja. Dulu waktu sering melintas malam-malam, aku sering tidak menyadari hal itu. Baru sadar setelah aku jalan di siang hari, tapi karena sudah biasa ya jadi santai saja.


Masih ada sawah di sekitar sini, tapi jumlahnya sudah sangat sedikit, tergusur oleh pemukiman warga. Yang membuatku heran, di pelosok bukit, kok ya ada saja yang membangun gedung tinggi bertingkat banyak layaknya apartemen. Ah biarlah, moga saja tidak ada bencana yang disebabkan oleh gedung-gedung itu.


Rumput liar di tanah kosong ini tampak menarik. Warnanya juga unik, tidak hanya putih. Yang aku perhatikan, perumahan-perumahan baru mulai dibangun di sekitar bukit Ligar ini. Lalu tempat yang dulu dijadikan arena off-road juga sudah tidak dipakai lagi. Padahal seingatku di situ dulu ada jalan pintas, yang waktu aku cari-cari gak ketemu lagi. Jadinya aku harus agak memutar untuk mencari jalan lain.


Ah ... sampai juga ke Bukit Ligar, dan bisa menikmati pemandangan kota Bandung. Dulu aku bisa menikmati pemandangan ini setiap hari, bahkan setiap bangun tidur sudah langsung bisa menikmati tanpa halangan karena rumah yang kutinggali ada di atas bukit dan tidak ada bangunan lain yang menghalangi. Rumah itu sekarang sudah dibeli orang lain dan direnovasi cukup bagus. Jalanan di sekitar Bukit Ligar juga sudah bagus, diaspal halus. Beda jauh dengan waktu aku masih tinggal di sini, jalanan lebih mirip sungai kering karena aspal sudah bolong-bolong dan batu kerikil berserakan dimana-mana. Perjalananku pulang naik angkot ke Dago, lancar dan mulus, dengan tarif 4000.


Dua ekor anjing ini, sebenarnya ada tiga, tapi yang satunya langsung mundur waktu aku coba mendekat, menggonggong terus waktu aku lewat. Heran, padahal aku cuma lewat, gak ngapa-ngapain. Apa mereka mencium bau kucing di tubuhku yang membuat mereka jengkel? Melihat pagar itu agak sempat, aku mendekat saja sekalian hehehe...

Perjalanan yang cukup menyenangkan, meskipun melelahkan dan hanya sendirian.


No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...