30 January 2015

Napak Tilas : Kampus ITB


Weekend ini aku pergi ke Bandung sendirian untuk menghadiri lomba paduan suara yang diikuti oleh ponakanku dari Semarang. Sekalian refreshing juga. Berangkat pagi hari dengan travel XTrans dari BTC Bintaro, dapat jadwal yang jam 7.30 dan masih kosong. Suasana BTC pagi ini juga masih sepi sekali.

Meskipun sudah berangkat agak pagi, tetap saja perjalanan tersendat di sepanjang jalan tol dari Lebak Bulus hingga Cikarang. Payah juga. Sempat tertidur saat kendaraan berjalan merayap, eh pas bangun di Cikarang sudah jam 9.30 ... busyet, dua jam baru sampai sini.


Sampai Bandung jam 10 lebih, untunglah tadi sempat sarapan cemilan di pasar modern. Jadi perut gak terlalu kosong pagi ini. Turun di daerah Cihampelas, aku memutuskan untuk jalan kaki saja menuju Balubur, melewati jalan Pelesiran. Jalan ini dulu sering aku lewati saat masih kuliah, karena aku sempat kos selama setahun di daerah Kebon Bibit, dan sempat bergereja di daerah Cihampelas. Lagipula kalau naik angkot juga gak ada yang sekali, itupun bakal kena macet juga meski kalau jam segini gak terlalu parah. Toh niatku pengen nostalgia juga. Sempat mampir di Taman Film yang ada di bawah jembatan Paspati, tapi bukannya pertunjukan film, yang ada justru anak-anak main futsal :)


Sampai ITB, salah satu makanan yang aku cari adalah lumpia basah khas Semarang. Herannya, selama di Semarang aku justru jarang sekali makan makanan ini. Malah bisa dibilang aku makan makanan ini kalau pas di sekitar ITB saja. Makanan yang sederhana, hanya touge, rebung manis dan telur ditumis, terus dibungkus dengan kulit lumpia dlapisi adonan seperti lem yang manis dan gurih. Tapi ini salah satu makanan favoritku, jadi gak masalah meskipun harus antri bersama para mahasiswa/i. Harga saat itu masih 7000 rupiah per bungkus.


Selesai menikmati lumpia basah, aku iseng muter-muter kampus sebentar tanpa tujuan yang jelas. Ini adalah salah satu kantin di jurusanku, yang waktu aku kuliah kantin ini disebut sebagai kantin borju. Alasannya, hanya orang-orang borju (alias berduit) yang mampu beli di sini, karena jenis menunya serta (yang utama) harganya yang kurang ramah bagi kalangan mahasiswa kampung kayak aku. Jadi selama kuliah 6 tahun di sini, tidak pernah sekalipun aku makan di tempat ini, bahkan untuk sekedar beli minumpun gak pernah. Selain karena minder, takut gak paham dengan makanan yang dijual, juga karena takut jatah makan seminggu habis buat makan di sini hehehe... Pas kemarin sempat nengok daftar harga, kok rasanya biasanya aja, gak semahal makanan di fastfood pada umumnya :-? Entah sudah berubah atau memang sejak dulu harganya gitu, aku kurang paham.


Beberapa orang antri di ATM BNI dekat aula barat. Seingatku dari dulu ATM ini cukup favorit. Mungkin karena kalangan akademisi kebanyakan punya rekening BNI. Tapi kalau dulu, tempat ini cukup favorit karena masih menyediakan pecahan 20 ribuan, sementara ATM lain umunya berisi pecahan 50 atau 100 ribuan. Aku belum sempat ngecek nominal pecahan mata uang yang tersedia di ATM itu sekarang. Cuma aku tertarik karena antriannya yang agak banyak tapi renggang, sehingga meski terkesan menutup jalan, tapi orang masih bisa menyusup kalau sekedar mau lewat.

Awalnya aku ingin sambil kerja di kampus ini, sayangnya sinyal XL di sini kayak gak stabil dan beberapa tempat malah suka ilang. Jadi aku putuskan untuk ke hotel saja, sapa tahu dapat wifi gratisan yang bagus.

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...