18 August 2013

Panjat Pinang - Independence Day Celebration


Selain beraneka perlombaan yang diadakan kemarin pas hari Kemerdekaan RI, pihak RT juga mengadakan lomba panjat pinang. Acara diadakan di sebuah lahan kosong yang biasanya digunakan sebagai lahan parkir.


Karena hanya setingkat RT,  hadiahnya sendiri terbilang sederhana. Hadiah utama berupa sepeda, tidak digantung dan hanya simbolnya saja yang dipasang. Seorang peserta mengatakan, mereka mengikuti acara ini untuk memeriahkan peringatan kemerdekaan saja, bukan untuk mengejar hadiah. "Kalau ngejar barang sih mendingan beli aja di pasar Kopro, ngapain capek-capek", kurang lebih begitulah katanya. Padahal dari penampilannya dia bukanlah orang kaya.


Satu jam sebelum acara dimulai para penonton sudah mulai berdatangan. Mereka tidak hanya berasal dari RT 11 yang mengadakan acara ini tapi juga warga di sekitar acara yang ingin turut serta merasakan kemeriahan acara panjat pinang ini. Ini adalah pesta rakyat, bukan pesta pejabat apalagi penjajah. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, demi kemeriahan dan kegembiraan bersama, bukan golongan tertentu. Bukankah itu hakekat kemerdekaan? :)


Sebelum mulai acara, para peserta foto bersama dulu. Panitia menyiram tanah sekitar pohon pinang agar lebih lembab, sementara minyak tambahan mulai disiramkan dari atas pohon. Ada 5 kelompok yang ikut berpartisipasi, tiap kelompok terdiri dari 5 orang.


Perlombaan dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah kesempatan untuk masing-masing regu. Jika tidak ada yang berhasil dalam 3 kali putaran, maka panjat pinang akan diadakan secara keroyokan, seluruh peserta bersama-sama mencoba menaklukkannya.


Beginilah ekspresi peserta yang menjadi tumpuan paling bawah, menanggung beban teman-temannya agar bisa mencapai puncak dan meraih hadiah yang ada. Orang berbadan gemuk tidak selalu yang paling kuat, justru yang tampak kurus seperti pria keriting mirip Limbad itu yang tampak paling tegar di bawah :)


Tergelincir dan jatuh bersama-sama selalu terjadi saat 3-4 orang sudah berdiri. Selain karena batang pohon pinang yang licin oleh minyak, biasanya karena orang yang paling bawah sudah tidak sanggup lagi menahan beban dan menyerah. Akibatnya yang berada di atas ikut merosot.


Seorang peserta mengalami luka lecet di lututnya karena kerikil-kerikil yang ada di sekitar pohon pinang. Tempat yang ala kadarnya memang membuat kenyamanan lomba sedikit terganggu. Sebelumnya juga ada peserta yang mundur karena telapak kakinya terluka dan berdarah. Tapi kenyataan ini tidak membuat peserta menyerah.


Sudah tiga putaran, artinya masing-masing grup mendapat 3 kali kesempatan, tapi tidak ada seorangpun yang berhasil mencapai puncak. Akhirnya disepakati untuk memasuki tahap kedua - keroyokan. Seluruh tim disatukan dan bersama-sama berusaha memanjat pinang. Siraman air itu bukan hujan, tapi memang sengaja disiram oleh panitia untuk lebih mempersulit peserta dan menambah seru perlombaan.


Acara dimulai sekitar jam 4 sore, dan menjelang matahari terbenam masih belum membuahkan hasil. Yang nontonpun sampai capek, meskipun tetap semangat menonton saking serunya. Padahal tadinya kupikir perlombaan paling cuma 1 jam, karena tinggi pohon pinang hanya 7 meter dan satu tim ada 5 orang. Waktu SMA aku pernah ikutan panjat pinang, dan dalam 3 putaran sudah berhasil sampai ke puncak meraih hadiah. Bedanya waktu aku dulu tidak ada siraman air, sehingga lambat laun kelicinan pohon pinang makin berkurang.


Pria ini sebenarnya bukan peserta, tapi panitia. Dia bergabung karena sudah terlalu lama para peserta selalu gagal, bahkan ketika keroyokan. Secara logika, semakin banyak orang harusnya semakin mudah untuk memanjat sampai puncak, tapi ternyata tidak terjadi. Salah satu penyebabnya, menurutku, tidak ada koordinasi yang jelas. Terlalu banyak orang, terlalu banyak ide, terlalu banyak yang mengatur, akibatnya justru gak terlalu kompak. Akhirnya siraman air dihentikan dan lambat-laun peserta mulai bisa memanjat pohon pinang lebih tinggi.


Para penonton makin lama makin bertambah. Tempat yang terbatas membuat mereka saling berdesakan. Mungkin penasaran siapa yang akan berhasil mendapat hadiah, tapi tak sedikit juga yang mendukung. Setidaknya semua bergembira dan terhibur. Yah, memang, biasanya penonton tertawa karena "kesialan" atau kegagalan peserta membawa kelucuan tersendiri. Tapi karena memang semuanya untuk hiburan dan kebersamaan, jadi yang penting meriah.


Ketika akhirnya ada yang berhasil memanjat hingga akhir, kalau gak salah si Ucok, langsung semua penontong bersorak dan bertepuk tangan gembira. Puas dan lega rasanya. Karena sifatnya keroyokan, jadi semua hadiah akan dibagi rata ke semua peserta. Pas sekali menjelang maghrib acara selesai dan penonton bubar.


Selesai acara semua berkumpul dan berfoto bersama lagi, bersama pak Ketua RT. Beda dengan waktu sebelum mulai, di foto terakhir ini semuanya belepotan lumpur dan basah kuyup, tapi tampak kegembiraan.

Bicara soal perlombaan panjat pinang, ada beberapa pihak yang menentang karena dianggap peninggalan kaum penjajah. Katanya dulu lomba ini diadakan kaum penjajah dengan peserta kaum pribumi yang melarat. Kaum penjajah terbahak menertawakan kaum pribumi bersusah payah demi mendapat hadiah dalam perlombaan ini. Makanya banyak yang tidak setuju, menganggap ini seperti menertawakan orang, dan ada yang bilang "bekas penjajah pasti sedang tertawa melihat perlombaan warisan mereka masih dipakai". Lebay!

Yup, asumsi yang dipakai untuk menentang perlombaan ini menurutku adalah lebay!
Apalagi kalau ternyata perlombaan ini dibuat atas inisiatif rakyat sendiri, dari rakyat dan untuk rakyat, bukan oleh orang tertentu atau golongan tertentu. Ini adalah untuk kemeriahan dan kebersamaan rakyat.

Ya, tentu saja aku tidak setuju kalau ada sekolompok orang atau seseorang yang "menunggangi" kegiatan ini untuk kepentingan sendiri, misalnya untuk "menyuap" rakyat atau kampanye terselubung.

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...