19 January 2022

Selamat Jalan Bu Reza

Dini hari, terbangun dengan suara pengumuman yang disampaikan melalui pelantang mushola. Aku jarang bangun kalau lagi adzan subuh, tapi karena ini sifatnya pengumuman, aku terbangun dan menyimak, jarang-jarang soalnya. Ternyata pengumuman berita duka-cita atas meninggalnya istri pak Reza. Selama ini aku tidak pernah tahu nama aslinya, hanya tahu dan memanggil dengan sebutan Bu Reza.

Sebelumnya kami sempat mendengar cerita kalau istri Pak Reza ini akan menjalani operasi pengangkatan tumor hati, dengan peluang 50-50. Sudah lama beliau menderita penyakit hati dan menjalani perawatan. Meski peluang termasuk cukup besar, tapi ternyata ada masalah waktu operasi dilakukan dan membuat nyawa beliau tidak bisa tertolong setelah kurang lebih 24 jam berada di rumah sakit.

Sekitar jam 10 aku datang melayat sendiri, anak-anak aku tinggal di rumah, toh dekat dan juga gak akan makan waktu lama. Para tetangga sudah datang lebih dulu. Setelah jenasah dimandikan dan didoakan, barulah aku masuk menemui pak Reza langsung. Beliau orangnya sangat ramah dan populer di lingkungan kompleks.

Selanjutnya jenasan disalatkan di mushola kompleks dan tampak sekali pak Reza sangat sedih saat menyampaikan sepatah dua patah kata sebelum jenasah istrinya dibawa ke pemakaman. Padahal pak Reza terkenal sebagai orang yang easy going, gemar bercanda dan cenderung urakan (blak-blakan). 

Jenasah akan dimakamkan di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Aku gak ikutan, terlalu jauh.

Hubungan kami dengan keluarga pak Reza termasuk cukup akrab, apalagi anak-anak sering sekali main di rumah pak Reza, entah saat akhir pekan, atau hari biasa ketika pak Reza sedang kerja di rumah. Pak Reza juga terkenal senang main dengan anak-anak, meski banyak anak kecil yang malah takut dengan dia. Fe yang termasuk tidak mudah akrab dengan orang lain, bisa lebih mudah akrab dengan pak Reza, mungkin juga karena kakaknya sudah akrab duluan. Kalau main ke rumah Pak Reza, anak-anak langsung menuju ke kulkas untuk mengambil teh manis yang selalu ada di sana. Beberapa kali juga oleh Bu Reza ditawari makan, dan mau saja. Padahal di rumah anak-anak termasuk susah kalau disuruh makan.

Saat kami sekeluarga menjalani isolasi mandiri akibat terkena Covid varian Delta, bu Reza mengirim makanan khas Manado buatan sendiri. Sayangnya, makanannya pedas, sementara salah satu gejala covid-19 adalah menyerang lambung juga. Jadi kami agak milih-milih saat makan, karena kalau kena pedas bisa tambah parah. Meski demikian, kami merasakan perhatian yang besar dari keluarga pak Reza dan para tetangga lainnya saat itu.


 Selamat jalan bu Mulyati!

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...