Sejak akhir tahun lalu, aku mulai rajin memantau pertandingan badminton, terutama yang melibatkan atlet Indonesia. Minggu ini, perhatian tertuju penuh pada ajang Piala Thomas dan Uber di Denmark. Melihat hasil yang dicapai dalam Olimpiade dan Piala Sudirman sebelumnya, aku cukup pesimis dengan penampilan tim Thomas.
Babak grup bisa dilalui oleh Tim Thomas Indonesia dengan susah payah, meski semua pertandingan bisa menang, tapi hampir saja kalah lawan tim Thailand dan Taiwan. Syukurlah masih bisa juara grup. Nah, yang agak mengherankan, di babak selanjutnya malah terasa lebih lancar.
Di QF, lawan Malaysia bisa menang 3-0, agak mengejutkan. Selanjutnya semifinal menang lawan tuan rumah Denmark dengan skor 3-1, hanya Ginting yang kalah (tidak mengejutkan) atas Axelsen. Yang mengejutkan adalah Jonathan Christie yang bisa menang lawan Antonsen. Babak final lawan China, bukan lawan yang mudah meski mereka hanya mengandalkan pemain muda, ditambah lagi WS1 mereka mundur, Shi Yu Qi, karena cidera pas lawan Kento Momota di semifinal.
Alhasil, Indonesia bisa menjadi juara dengan mengalahkan tim China 3-0, sangat mengharukan, menjadi penantian selama 19 tahun. Sayangnya, kemenangan ini sedikit ternoda dengan tidak berkibarnya bendera merah putih, karena Indonesia masih kena sanksi dari WADA .
Terlepas dari banyaknya komentar nyinyir, -- ada yang bilang ini hadiah dari China lah, ada yang bilang ini wajar menang karena paling lengkap personelnya, dsb - kemenangan ini cukup berarti mengingat prestasi belakangan ini, khususnya di masa pandemi, yang kurang maksimal bagi atlet Indonesia.
Selamat!
No comments:
Post a Comment