Akhirnya jalan-jalan ke pantai lagi, atas info dari Yohan soal adanya pantai yang lebih bersih di bagian timur kawasan Ancol. Mulai dari Bandar Djakarta, aku berjalan menyisiri pantai ke arah timur.
Meski sudah ada banyak pengunjung dan juga pedagang, tapi bisa dibilang masih lumayan sepi. Masih bisa menjumpai burung-burung liar di tepi pantai dan di sekitar taman.
Dulu sering juga ke Ancol tapi urusan kerjaan, jadi gak terlalu banyak menjelajah dan juga suasana kurang menarik.
Jembatan baru ini baru kali ini aku lihat, disebut jembatan dermaga Cinta, karena kalau dilihat dari atas akan seperti membentuk hati. Di tengah-tengah ada bangunan yang ternyata sebuah cafe/restoran.
Kapal-kapal wisata mulai beroperasi dan banyak dimanfaatkan oleh pengunjung untuk menjelajahi perairan di pantai Ancol.
Di tengah maraknya penggunaan telepon genggam untuk mengambil foto, terutama selfie, ternyata di Ancol masih ada orang yang mencari nafkah dengan menawarkan jasa foto.
Pas lihat anak-anak kecil berjalan sambil membawa makanan ringan, aku pikir ada yang sedang pesta ulang tahun di sini. Eh ternyata memang ada yang jual jajanan tersebut.
Inilah pantai yang sempat disebut oleh Yohan, jadi banyak orang yang main di sini karena pasirnya lebih bersih. Katanya dulu tempat ini agak ekslusif, tapi sekarang sudah dibuka untuk umum.
Senang melihat perekonomian rakyat mulai menggeliat di kawasan wisata.
Beberapa patung yang ada di kawasan Ancol ini, entah mengapa banyak patung kuda.
Karena kawasannya cukup luas, sebenarnya pihak pengelola menyediakan layanan bis Wira-Wiri yang gratis. Tapi selama aku di sini, aku belum menemukan satupun bis tersebut. Justru yang aku temukan adalah bis TransJakarta, yang bayar. Tapi ya toh cuma 3500, jadi aku naik ini saja ketimbang harus nunggu lama. Dari pantai Ancol aku menuju halte bus Transjakarta.
Menaikin jembatan menuju halte busway Ancol ini membangkitkan nostalgia tersendiri. Dulu sering sekali berada di sini, jaman susah, saat harus mondar-mandir ketemu client untuk ngerjain proyek yang seperti gak kelar-kelar. Demi menghemat biaya, aku lebih milih naik angkutan umum ketimbang taksi atau sewa mobil, meskipun bisa ditagih ke kantor. Dari halte ini juga aku milih jalan kaki ke tempat client, toh paling cuma 1 kilometer kurang lebih. Waktu itu aku nikmati saja setiap perjalanan, anggap saja jalan-jalan.
Di luar urusan kerja juga kadang ke Ancol naik bis TJ juga, jadi ya ke tempat ini lagi. Makanya benar-benar nostalgia, apalagi kalau diingat-ingat, selama pandemi aku dah gak pernah lagi naik bis TJ. Bisnya sendiri tidak banyak mengalami perubahan.
Dari Ancol aku menuju stasiun Jakarta Kota, terus pulang naik Commuter Line lagi. Capek tapi menyenangkan, setidaknya gak terlalu bingung kalau kapan-kapan mau ajak anak-anak piknik ke Ancol.
No comments:
Post a Comment