25 December 2016

Liburan : Bukit Maskumambang


Pagi-pagi, apalagi karena ini hari Minggu dan juga hari libur, beberapa warga tampak berjalan-jalan di sepanjang jalan menuju Gua Selomangleng, Kediri. Sebagian sekedar berolah raga, ada juga yang membeli sarapan di warung-warung yang ada di sepanjang jalan, kebanyakan jualan pecel khas Kediri.

Pagi ini kami tidak langsung pergi ke gereja untuk mengikuti ibadah Natal. Alasannya, karena masih kecapekan. Apalagi semalam El memaksa kami begadang dan tidur hingga lewat dini hari (lagi). Padahal khusus untuk hari Natal, ibadah gereja dimulai jam 5 pagi, yang memaksa kami harus mulai siap-siap sebelum jam 4. Kami menyerah dan memilih melanjutkan istirahat pagi ini dan memutuskan untuk mengikuti ibadah sore saja. Meskipun kurang istirahat, tapi pagi ini aku merasa cukup bugar dan ingin memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan pagi.



Ini adalah Gereja Baptis Indonesia (GBI) Bukit Pengharapan, gereja kecil yang ada di lereng Gunung Klotok. Aku iseng mampir ke tempat ini, sekedar ingin tahu bagaimana gereja kecil ini merayakan Natal. Gereja masih sepi, saat aku lewat cuma ada 2 orang yang berjaga-jaga, karena ibadah memang baru akan diadakan jam 7 pagi, masih satu jam lagi. Aku bersalaman dengan bapak penjaga gereja dan sedikit berbasa-basi.

"Ini terpal memang dipasang setiap hari Minggu?", tanyaku.
"Oh tidak, hanya untuk perayaan Natal saja", jawabnya sambil tersenyum.
Sebenarnya aku ingin bertanya lebih banyak lagi tentang gereja ini, tapi aku masih merasa ragu dan canggung. Mungkin lain kali kalau ada kesempatan.


Bukit Maskumambang adalah bukit kecil yang ada di samping Gunung Klotok, di sebelah barat kota Kediri. Di bagian selatan bukit ini kita bisa menemukan banyak kuburan Tionghoa, tersebar tidak beraturan. Kalau dilihat dari tanggal-tanggal yang ada di makam-makam tersebut, aku yakin penggunaan lahan ini sebagai kawasan kuburan, khususnya untuk warga Tionghoa, sudah lama dilakukan. Sayangnya semakin lama makin banyak rumah yang dibangun di sela-sela makam, sangat kacau. Aku yakin, rumah-rumah itu dibangun tanpa ijin, kalaupun ada ijin, pasti ada sesuatu yang tidak benar. Aneh sekali bisa membangun rumah diantara makam yang tidak ada hubungan dengan pemilik rumah. Rumah-rumah itu juga ada yang dijadikan kontrakan, seiring dengan berkembangnya kawasan itu menjadi kawasan pendidikan. Kacau.


Ini adalah Pura Penataran Agung Kili Suci, dilihat dari arah belakang. Seingatku aku belum pernah melihat pura ini dari dekat. Ada yang bilang, Kediri cocok untuk menjadi wisata ziarah bagi warga Hindu Bali, karena banyak tempat-tempat bersejarah yang terkait dengan ibadah agama Hindu, khususnya dari peninggalan jaman kerajaan dulu. Menurut rumor, ada situs-situs bersejarah semacam candi, yang sengaja "disembunyikan" keberadaannya, karena terlanjur berada di kawasan penganut agama lain. Padahal kalau bisa digali lebih banyak, situs-situs itu bisa jadi kawasan wisata yang justru mendukung perekonomian warga.


Enam tahun lalu aku pernah "mendaki" Bukit Maskumambang sendirian, karena tidak ada yang mau menemani, dan kali ini aku mengulanginya. Tidak sulit untuk mendaki bukit ini karena pemerintah sudah menyediakan tangga yang rapi dan terawat. Kali ini aku menyempatkan diri menghitung jumlah anak tangga yang ada. Dari hasil perhitunganku, ada 413 anak tangga dari bawah hingga ke bagian paling atas bukit. Selain itu masih ada lagi tangga menurun sebanyak 42 anak tangga ditambah tangga naik 14 anak tangga untuk menuju ke makam Boncolono.

Seingatku, saat aku pertama kali mendaki bukit ini enam tahun lalu, pendakian tidak terlalu menguras tenaga. Capek, tapi ya masih biasa. Kali ini, aku butuh 3 kali istirahat sebelum akhirnya mencapai puncak. Umur tidak bisa bohong, tapi yang jelas memang belakangan aku sangat jarang berolahraga, ditambah lagi kemarin aku kurang istirahat (alasan yang lengkap hehehe).


Pemandangan dari atas bukit memang tidak terlalu menakjubkan, tapi tetap saja indah. Hamparan sawah hijau diselingi perumahan cukup memanjakan mata dan memberi kesegaran (refreshing). Di arah timur tampak samar-samar kota Kediri yang dilalui oleh Sungai Brantas. Di sebelah utara ada gedung yang baru dibangun, rencananya memang di lokasi itu akan dibangun sebuah politeknik.


Beragam bunga liar bisa ditemukan di bukit ini, ditambah dengan beragam kupu-kupu dan serangga lainnya ikut menambah keindahan tempat ini. Gak rugi lah berlelah-lelah sedikit untuk menikmati pemandangan dari atas bukit, termasuk menikmati udara yang bersih dan segar. Sesekali ada kicauan burung, tapi tidak terlalu banyak.


Seperti saat pertama naik ke bukit itu, saat pulang aku sengaja mengambil jalur jalan setapak menuju ke lereng sebelah timur. Dulu jalan setapak itu tampak jelas dan begitu mudah dilalui sehingga aku tidak ragu atau takut kesasar. Tapi kali ini jalannya tampak kecil dan nyaris tertutup rerumputan, mungkin karena sudah jarang ada yang melewatinya.

Melalui jalan setapak itu bisa sampai ke PDAM dan kalau dulu aku memilih belok kanan dan berujung ke areal pemakaman Tionghoa, kali ini aku penasaran dan memilih belok kiri. Eh ternyata masuk ke kawasan SMAN 5. Saat itu sekolah lagi sepi karena hari libur. Untunglah saat aku melewati gerbang, penjaga sekolah cukup ramah menyapaku tanpa curiga.

No comments:

Bintaro View From Gramedia Building

Akhir tahun gak ada acara apa-apa, jadi iseng saja pergi ke Gramedia buat lihat-lihat buku, mumpung pandemi sudah berlalu. Ini pemandangan k...